Friday, December 29, 2006

Cerita Berputar "Monster Kribble Ayah"


Cerita berputar selain bisa mengasah imajinasi,
ternyata juga merupakan permainan yang disarankan oleh pengarang buku
'Einstein Never Used Flash Cards' agar anak memiliki kemampuan membaca
yang baik. "Untuk bisa membaca, anak-anak perlu mengembangkan pemahaman
bahasa yang kuat. Anak dikatakan memiliki pemahaman bahasa kuat bila
telah menguasai empat kemampuan dasar. Empat kemampuan dasar tersebut
meliputi, penguasaan kosa kata, kemampuan bercerita, kesadaran fonologis (pengucapan huruf dan kata), dan kemampuan
membaca simbol yang membentuk huruf, kata dan kalimat,” kata buku itu.


Anak yang lancar membaca ternyata belum tentu memiliki kemampuan
yang baik dalam hal membaca. Karena faktor yang dinilai dalam kemampuan
membaca ini bisa banyak, misalnya si anak harus mengerti bacaan dengan
komperhensif, mengerti konteks, bisa mengaitkannya dengan hal lain, dan
macem-macem banyak deh. Dan kemampuan ini yang terus berkelanjutan
dikembangkan seiring dengan pelajaran membaca di sekolah.


Bermain cerita berputar selain bisa mengasah kemampuan bercerita,
juga asyik. Asyiknya bukan hanya buat anak-anak, tapi kadang bisa
menghilangkan penat dan lelahku. Baru saja aku melepas tawa bersama
suami dan anak-anakku gara-gara bermain cerita berputar ini. Kenapa
bisa ketawa ngakak? Soalnya isi ceritanya bener-bener suka-suka kita,
bisa liar, gila dan unbelievable hehe


Cerita diawali oleh Lala. Kemudian Malik melanjutkan, lalu aku, suamiku
begitu seterusnya. Kami bikin kesepakatan, siapa yang sering
mengulang-ngulang kata 'terus' atau 'habis itu' bakal di cium dan
dikitik-kitik (sebab anak-anak kalau mengawali cerita pasti pake
kata-kata itu melulu, maksudnya biar mereka bisa mengurangi pemakaian
kata-kata itu). Begini cerita sore tadi:


Lala: "Suatu hari ada Lala. Satu Lala, hihihi"

Malik:"Suatu hari ada Malik. Satu Malik." *Nyengir*

Bunda:"Malik dan Lala pergi kamperen (camping) ke hutan."

Ayah:"Tiba-tiba..."*ayah bersuara keras dan melotot*

Lala dan Malik: " Aaaah...Ik ben bang..Ik ben bang (aku takut..aku takut)," berteriak sambil merapatkan diri*

Ayah:"Terdengar suara GEDEBAM GEDEBUM keraas sekali." *Sambil ngomong
mata ayah masih melotot dan kedua tangan di angkat ke atas seperti mau
menerkam.*

Lala:"Sekarang mbak Lala..sekarang mbak Lala" (Lala selalu mau
ceritanya happy ending dan nggak mau yang serem-serem, jadi dia maunya
ambil alih duluan hehehe)

"Ternyata itu monster kribble (monster tukang kitik-kitik). Tapi itu
monster kribble ayah. Dia hanya mau ngitik-ngitik ayah, keteknya ayah.
Ndak mau ngitik-ngitik yang lain." (Lala tau ayah paling nggak kuat
dikitik-kitik keteknya hehehe)

Hahaha semua ketawa."Good ide La," kataku.


Malik:"Monster itu kribbel-kribble ayah." *Nyengir*

Bunda: *mikir* "Naaah karena tangan monster ngitik-ngitik ayah terus,
tangan si monster berubah jadi ijo dan bengkak karena keteknya ayah bau
hahaha."

Hehehe semua ketawa.


Ayah:*Mikir juga* "Setelah itu tangan si monster jadi berlumut dan dari
jari-jarinya pelan-pelan keluar akar (Ayah cerita sambil nunjukin
jari-jarinya teuteup pake melotot). Dari akar itu terus tumbuuh jadi
pohon tomat. Dan akhirnya keluar buah tomat! Hehehe" *Nyengir*

Lala: "Monsternya kasih tomat ke ayah. Dan ayah makan tomatnya."

Malik:"Hihihi..habis itu..habis itu...tomatnya dimakan ayah sampe banyak. Terus ayah omplove (meledak) BUM!"

Hahaha semua ketawa ngakak


Bunda:"Karena meledak, badan ayah terpisah-pisah jadi lima. Kepalanya
loncat, kaki kanannya juga loncat, kaki kiri, tangan dan kanan kiri
juga terpisah-pisah." Hehehe...

Ayah:"Huhihihi..Hohohoho...Huohi...Hihiho..hohoho...Tiba-tiba ada suara-suara mendekat ke api unggun. TERNYATAAAA..."

Lala dan Malik:"Hiii..Aaah..." *Saling merapatkan badan ketakutan*

Ayah:"Si kaki kanan bilang, aku kedinginan..hihoho...huuuu DIMANA
TEMENKU YANG LAIN...HUUU....lalu kaki kiri loncat-loncat mendekati api
unggun. Dia juga bilang aku kedinginan. Tangan kanan kaki dan kepala
akhirnya berkumpul mengelilingi api unggun."

Lala:"Nu Ik..nu Ik (sekarang aku..sekarang aku) Ayah berubah lagi jadi satu ayah." (keukeuh nggak pengen yang serem-serem)

Malik:*Nyengir* "Tapi habis itu ayah makan tomat lagi banyaak, terus
ayah omplove lagi BUM! Ayah jadi banyak lagi hehehe" *Nyengir lagi"

Hahaha semua ketawa deh. "Sekarang omplov jadi berapa Ik ayahnya?"tanyaku.

Malik:"Jadi banyaaak! Hondred milyun tachtig milyard!"

Bunda:"Waaah banyak sekali...Naah lalu besoknya waktu Lala sama Malik
bangun dan keluar dari tenda, mereka kaget. Hah apa ini? Ternyata ada
timbunan puzzle badan ayah yang meledak! Saking banyaknya, ayah jadi
potongan puzzle-puzzle banyak sekali."

Ayah:"Lala dan Malik bingung. Malik mikir sambil merenung (telunjuk
ayah ditempelin di kepala sambil berlagak mikir). Saking bingungnya,
terus Aik ngupil dan upilnya dimasukin mulut."

"Hahaha! Ayah geuleuh! Jijay!" Aku ketawa sambil sebel.


Ayah:"Naah karena melihat aik ngupil, puzzle ayah ketawa, terus berubah lagi deh jadi satu ayah hehehe."

Lala:"Ayah yang satu pake topi, terus tiap buka topi jadi ada ayah
lain. Topinya ada lagi, terus jadi ayah lain lagi. Ayahnya jadi banyak
dari A-Z!" *Melotot sambil ngeliatin gigi-gigi*

"Mm ayahnya jadi 26 ya," kataku. Lala mengangguk sambil nyengir.

Malik:"Aik bikin pohon kaya patrick sama sponge bob " *ga nyambung rada liyer hehe*

Bunda:"Terus, malem-malem ayah yang 26 ini kelaperan. Mereka
ngelilingin Lala sambil bilang, laper! laper! makan! makan! Lala
kebingungan."

Ayah:"Satu ayah bilang, kalo gitu kamu makan tomat aja biar bisa
berubah jadi banyak. Lalu Lala makan tomat, dan betul aja! Lala berubah
jadi 26 dari A-Z. Dan tiap satu lala masakin satu ayah. Hehehe"

Lala:"Good idea Yah" *Nyengir* "Habis itu Lala mm..mm berubah jadi satu lagi."

Malik:"Ayah yang banyak (yang 26 orang maksudnya) makan tomat lagi dan omplove lagi hahaha!" *Ketawa puas banget*

Hahaha kami semua ketawa juga.


Bunda:"Besoknya Lala dan Malik bingung, hah ada gunung puzzle di depan
tenda! Ternyata itu timbunan ayah yang 26 orang meledak tadi, dan
saking banyaknya ledakannya, berubah jadi gunung puzzle deh."

Ayah:"Malik bingung, terus mikir. Tadi puzzle ayah berubah jadi ayah
lagi setelah Aik makan upil. Naah sekarang upilnya aik udah ga ada
lagi."

"Upil aik udah op (habis)!" teriak Aik.

"Psst..pesan moral..pesan moral biar ga makan upil," bisikku ke ayah
(belakangan ini aik suka reflex abis ngupil di makan hiks yiaks jijay
bajay banget yaks, tapi hiks gimana ya dasar anak-anak hehe kasian dia
juga ga pengen gitu sebenernya. Pas ditanya niru sapa Ik, dari aik
sendiri, gitu katanya hehehe geuleuh deh pokoknya)

Ayah:"Iya upil Aik udah op.Terus Aik dapat ide. Aik tetep ngupil tapi
pake tissue, terus tissuenya dibuang ke tempat sampah. Dan akhirnya si
gunung puzzle ayah berubah lagi jadi satu ayah hehehe" *maksa*

Lala:"Terus Lala pulang ke rumah ketemu Bunda."

Malik:*Nyengir wajah jail* Terus..terus...ayah makan tomat lagi dan omplove lagi hahaha (keukeuh)"

"Yaa koq omplove lagi, terus gimana?" tanyaku.

Malik:"Ayah berubah jadi gunung puzzle lagi banyaak. Terus Aik ketawa. Einde. (selesai)"

Hahahaha semua ketawa hihihi Aik..Aik keukeuh ayah kudu omplove
hehehe...Bener-bener cerita ga jelas, suka-suka dan liyer! Tapi lumayan
menyegarkan utek yang lagi jutek :-)




Friday, December 22, 2006

Ketika Tirai Menjelma Lentera






Ketika hati bertanya
Dimana, dimana aku

Aku, aku adalah sebuah lentera

Sinarnya menerangi jagat jiwa

Ketika hati bertanya

Dimana, dimana tempat kembalimu

Engkau, aku kamu siapapun itu tak akan pernah tahu

Hingga tabir itu terkuak, terbuka menganga

Aku adalah sebuah pencarian panjang

Hingga maut memisahkan

Aku bukanlah sesuatu yang mudah kau pandang

Ia seperti mutiara di dalam sekam

Ia tak mampu kau buka tanpa kau tertunduk, menggosoknya

Menggalinya, menguak tabir tabirnya satu per-satu


Hingga tabir itu memancarkan lentera

temaram hangat membuai jiwa

Tidak! Tak! Ia tak akan pudar

Ia selalu dan selalu menyala

Memesona mengguncang dunia


Kau tahu betapa semua itu hanya akan membuatmu bisu

Tak mampu berkata-kata

Tak mampu bicara

diam seribu bahasa

Kau, sungguh! Kau tak akan mampu bilang apa-apa

Bibirmu kelu wajahmu pias membiru

Bila kau tahu bagaimana rasanya


Rasa apa?

Rasa ketika tirai menjelma lentera

Kau terpaku, menganga tak percaya

Bahagia itu tak bernama

Bahagia itu nikmatnya tak bisa kau raba


Bila suatu ketika tabir menjelma lentera

Seperti malam mengurai fajar.

Bila masa itu tiba terbuka menganga

seperti cahaya menembus jagat raya

Saat-saat itu akan berbuah juga


Ketika kau berjuang menguaknya

Satu demi satu, berlari berjalan merangkak

Satu demi satu, berpeluh melepuh rapuh

Hingga kerak-kerak itu legamnya tak lagi kelam

Perlahan, seperti angin bertiup tak kencang

Sinarnya merona kemilau menyala

Menghidupkan lentera!

Oh sungguh! tiada asa seindah asa kepada lentera

Oh sungguh! indah itu tak berupa saking luar biasa

Subhanallah! Maha suci Engkau wahai pemilik semesta!


Ingatlah ketika engkau bertanya siapa Tuhanmu

dan kau menjawab," Tuhanku adalah Allah!"

Siapakah dia yang menjawab itu

Aku, ya ,aku sang lentera

Yang dulu menyala dan kini pudar kelam padam


Oh sungguh!..sungguh merugi dia!

Dia siapa? Dia! ya dia!

Dia yang enggan merunduk membuka tabir lama

Tabir itu, kau tahu tabir itu?

Itulah ia yang mengantarkan manusia ke jalan samudra

Jalan-jalan orang yang dimuliakan, disucikan, disempurnakan!

Wahai manusia sungguh tak Kuciptakan bumi dan segala isinya

kecuali hanya dan hanya sebagai bukti perumpaan jagat jiwa.


Manusia oooh manusia, mengapa tak kau buka tabir itu

Sungguh sungguh sungguh! Itu lah jalannya!

Jalan menuju cinta, jalan menuju samudra tak bertepi

Jalan menuju Sang Maha, penguasa jagat jiwa dan semesta


Sungguh bukalah ia wahai jiwa-jiwa!

Sungguh tak ada tempat terindah selain mutiara itu

Mutiara jagat jiwa ketika bersamanya lentera menyala

Hilang hilang sebuah peradaban

Kau tahu mengapa?

Karena tak ada, tak ada! Satu pun tak ada

Satu jiwa yang mau berupaya

Membuka lapisan kerak-keraknya

Hingga kelam menyelimuti jagat jiwa


Oooh tidak! Jangan! Jangan lakukan itu lagi

Cukup. Cukup sudah satu peradaban musnah.

Jangan! Jangan ulangi ia. jangan contoh ia.

Karena sesungguhnya bumi dan semesta bertasbih

Menunggu sebuah peradaban mulia.

Dimana didalamnya lentera-lentera itu menyala

Bagaikan api menembus kelamnya jutaan malam

Sungguh! Pesonanya tiada dua!


Salamun Qoulammirrobbirrhohim

Allahuma sholliala sayyidina Muhammad


Ketika kabut bersahaja


Groningen, 22 Desember 2006








Saturday, December 16, 2006

"Lala en Slaapbiertje Cake" (Horeee! Akhirnya bisa bikin fondant :-))




Duh aku mo bikin tulisan ini di bagian 'recipes' tapi ga nemu-nemu juga caranya hiks kesian deh gw. Ya sud lah di tulis di blog aje mumpung lagi mau nulis :-).

Setelah sekian lama kuralang-kuriling nyari fondant, akhirnya nemu juga si fondant di Belande. Yang jelas di Groningen kaga ade. Tadinya pengen bikin sendiri, tapi diitung-itung koq harganya ga jauh beda sama beli, sama-sama mahal. Duh pokoknya si fondant ini cukup menguras kantong student deh, mahal pisaan. Belom lagi pewarnanya. Waah bener-bener bikin bangkrut.Apalagi kudu pake ongkos kirim, halaah :(. Untungnya kemaren sih nitip temen. Tapi koq dibela-belain? Huhuhu iya abis gimana ya penasaran banget sama yang namanya fondant, berikut dipikir-pikir ga setaun sekali juga deh bikinnya. Ini cuma dalam rangka ulangtahunnya Lala aja nih, yang jatuh pada hari ini.

Wuih Lala seneng buanget. Dari awal dia udah milih mau tema Teddy Bear yang lagi tidur di tempat tidur. Dan pas bikin ya ampuun..exciting banget dia. Aku cuma kebagian bikin kue, selimut, lantai n si Lala bulenya (Lalanya jadi bule soalnya ga punya pewarna item hehe). Yang laen-laennya lala yang bikin kerjasama sama Malik. Ternyata bikin fondant cake itu gampang banget yak, anak-anak aja bisa hehe.

Cuma berhubung daku pengiritan dan biar rasanya lebih enak, tempat tidurnya aku cover pake Chocolate paste bukan pake fondant. Jadi deh hasilnya tidak mulus (ngeles.com hehe). Tapi memang aku baru tau kalo ternyata chocolate paste itu ga bisa buat cover kue, ato tergantung jenis choklatnya kali ye soalnya kalo liat di link sini bisa tuh.


http://www.traceyscakes.co.uk/pagesnew/usefulinformation/shop_classes.htm

Yaa..yang jelas mah mereka dah expert sedangkan daku pemula buanget hehe. Mana pas bikin chocalate pasta salah beli glukose syrup pula. Resepnya kan pake light corn syrup, naa kupikir sama aja sama suikerstroop dalam bahasa belanda. Ternyata mustinya beli yang fijne suikerstroop. Jadi sebagian chocolate pasta ku berwarna kuning deh.



Oya kuenya aku pake resep 'devil's food cake' yang beredar di NCC, dari mbak luluk kalo ga salah. Belum tau rasanya enak apa enggak, kuenya mungkin baru dipotong besok-besok, mo dipandangin dulu ma anak-anak :-). Yang jelas mah hasilnya tentu tidak rapih karena yang bikin pan anak-anak (ngeles lagi dah :-)) Tapi pokoknya ga kapok deh kalo suruh bikin lagi, malah anak-anak mah ketagihan. Yang kapok cuma duitnye hehe



Tuesday, December 12, 2006

Link tentang parenting

http://betterkidz.com
Situs ini lengkap berisi tentang parenting dalam bahasa Inggris. Mbak Me si empunya situs ini rajin buanget milihin topik-topik yang bermanfaat buat orangtua. Ada cerita berhikmah juga versi Indonesia, ada berita, teks lagu-lagu anak wah pokokknya komplit deh. Worthy buat ditengok dan dipraktekkan ilmunya tentu :-)

Better Kidz | Better Kids Guide - Home

Friday, December 8, 2006

"Ketika Aku Terhina"

Ketika Aku Terhina


Aku hanyalah setitik air diantara luasnya samudra.

Aku, siapa aku ini, manusia yang entah telah berapa lama mendua

Menduakan cintaku padaNya

Hanya karena meminta puji, pujinya manusia.



Aku siapakah aku ini

Mengapa aku resah gelisah

Ketika dunia berkata

Hai kamu gila

Kenapa harus resah dan gundah

Bukahkah puji hanya milik Allah semata?


Aku tak ingin lari dari semuanya

Aku ingin menikmati saja

Hari-hari tanpa puji

Hari-hari penuh caci

Karena semua membuatku tahu diri

Mengerti bahwa aku tak punya diri


Aku bukan siapa-siapa

Aku hanyalah sebuah titik diantara luasnya samudra

Akankah mengalahkan samudra

Oh tidak, jangan jangan lakukan semua

Sesungguhnya samudra itu hanyalah ingiin menampung

Semua kesahmu semua nodamu

Sesungguhnya ia hanyalah ingin menyucikan jiwa-jiwa


Jiwa-jiwa yang ingin mendekat kepadaNya

Kepada sang pemilik Cinta

Sungguh nikmatnya tiada dua

Bila aku bisa menerima semuanya

Hina caci maki itu biasa

Karena segala puji hanya milik Dia


Dia sang penguasa samudra

Dia sang pemilik langit dan jagatraya

Dia yang menuntunku kejalan samudra

Dia yang membuatku merana untuk sebuah jalan cinta

Oh sungguh indahnya tiada tara.


Sungguh sungguh sungguh tiada mutiara seindah dalam samudra

Sungguh sungguh sungguh tiada rela Ia dibagi dua

CInta ya cinta itu hanya untukNya

Jangan jangan kau bagi ia dengan sebuah nista

Nista namanya kalau kau masih saja resah gelisah gundah

Ketika kau dihina


Sudah biarlah

Biarlah mereka berkata apa

Karena sesungguhnya engkau memang layak terhina

Engkau sungguh sungguh layak terhina

Kau tahu mengapa

Karena engkau bukan siapa-siapa


Engkau hanyalah setitik noda diantara samudra

Engkau hanyalah sebuah keniscayaan diantara semua

Hanya dan hanya Dia sesungguhnya yang Maha sempurna

Jangan jangan kau duakan cintaNya

Biar biarkan mereka berkata apa

Karena dikala kau memendam rasa

Sesunggguhnya cinta itu memburai menaungi seluruh jiwa


Allahuma sholli Ala syayidina Muhammad...

Sungguh tak Aku ciptakan Muhammad kecuali agar engkau meneladaninya

Sungguh tak mungkin Aku membuatmu menderita

tanpa Aku membuatmu sempurna jiwa dan raga

Tunggu hingga tiba masanya
Jika kau selalu rela menyucikan jiwa


Maha suci Engkau ya Allah dengan segala rasa cinta

Sungguh aku tak ingin mendua

Sungguh aku tak akan mendua

Karena dibalik raga ini Engkaulah didalamnya

Engkaulah pengatur jagat jiwa

Sungguh aku hanya bisa menjadi mata-mata


Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah


Sallamunqoulamirrobirrahim..

Groningen, 8 Desember 2006

Ketika mendung bercahaya

Saturday, December 2, 2006

'Kacamataku' (Summary Air Mata Untuk Seorang Dai)








Aku merasa perlu untuk mengikat proses belajarku dalam kejadian poligaminya Aagym yang kemaren bikin aku kecewa. Ternyata betul, pasti ada pesan Allah dari kejadian ini buatku. Aku menangis, aku tertawa, aku kecewa, aku bahagia semua dari Allah. Ternyata betul, tidak sia-sia air mata yang kukeluarkan, aku dapat banyak sekali pelajaran. Karena itu lah aku ingin mencatatnya.

Pertama, tentang kacamata, (thanks to mbak eva yang sudah dengan tepat menggambarkan apa penyebab kekecewaanku :-)), ya rupanya si kacamata ini penyebabnya. Tanpa sadar aku sudah memaksakan kacamataku untuk dipakai orang lain, (dalam hal ini Aa Gym sebagai tokoh yang kukagumi). Dan akibat dari pemaksaan kacamata ini, aku jadi terlibat secara emosional. Pelajarannya, aku jadi ingin lebih menyelam ke dalam diri. Ternyata, apapun itu, lebih baik aku menjadi penonton saja untuk kejadian-kejadian manusia di luar diriku.

Terbukti, kalau aku masih saja memaksakan kacamataku untuk dipakai orang lain, saat baca-baca berita seputar beliau, aku masih tetap kecewa dan masih terus saja ngomel-ngomel.Padahal sang dai sudah kasih klarifikasi ya, dan sudah menjelaskan duduk perkaranya( walaupun masih diplomatis). Mbok yao mulutku ini diem aja, memaklumi pilihan belio saja, wong belio ya nggak melakukan dosa koq, wong memang nggak dilarang agama koq. Tapi ya begitu lah, teuteup ini mulut ga bisa dikunci hehe. Contohnya dan yang paling hobi kusebut-sebut hehe,"Kalau gitu, kenapa harus sama mantan model cantik dan lebih muda? Kenapa harus poligami yang jadi solusi untuk kehancuran moral? Kenapa bukan akarnya yang diberantas? Memangnya kalo udah poligami, trus orang yang pada dasarnya 'doyan gituan' nggak bakal selingkuh lagi? Emergensi exit itu kan bisa diada-adain, siapa yang bisa mengukur emergensi ato bukan? Walaupun istrinya ikhlas dan anak-anaknya ikhlas, tapi kan teteup mereka harus melewati proses sakit, padahal menyakiti hati itu kan ga boleh,"...dst..dst... Kesian deh suamiku musti jadi keranjang sampah menampung omelanku hehe.

Tapi untungnya, suamiku selalu mengingatkan untuk cukup menonton saja kejadian di luar sana.Pelajaran yang lebih pentingnya adalah soal menyelam ke dalam diri. Aku dan suamiku jadi mengevaluasi lagi, apa sih sebetulnya kacamata kami dalam soal poligami dan keluarga? Aku lagi-lagi diskusi sama suamiku, dan minta masukan juga dari seorang sahabat. 'Kacamata' kami akhirnya berbicara begini:

- Meskipun tidak dilarang, dan bukan anjuran, poligami bagi kami adalah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Rosulullah adalah manusia yang luar biasa. Beliau adalah manusia yang sudah dimaksum, segala ucap, langkah dan laku beliau semua sudah disetir oleh Allah. Soal keadilan, tentu saja Rosulullah sangat bisa berlaku adil baik fisik dan jiwa, karena Allah sudah memberikan banyak kelebihan pada beliau. Soal poligami, istri-istri beliau pun diberi kemampuan lebih, bukan sembarang manusia pula.Tapi manusia biasa? Hmm... wallahualam. Jadi, poligami bukan pilihan kami.

-Agama diciptakan justru untuk mengekang hawa nafsu. Jadi bagi kami poligami tidak bisa dijadikan solusi untuk mengekang hawa nafsu. Mestinya agama lah yang bisa mengekang hawa nafsu itu. Sehingga keinginan untuk punya TTM atau keinginan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan libido mestinya tidak diikuti, karena sudah berusaha baik-baik mengikuti jalan agama (seperti sholat, puasa, zikir, shodaqoh, zakat, dll).

-Keluarga adalah inti dari masyarakat. Keluarga yang baik akan melahirkan masyarakat yang baik pula. Dari sini lah kerusakan moral bisa dicegah. Dan dalam keluarga, cinta adalah intinya, cinta dari Allah yang telah dianugrahkan kepada hati-hati kami. Bila kami membersihkan hati-hati kami, maka cinta Allah itu akan semakin memancar kepada kami. Karena itu kami ingin memelihara cinta itu sebaik-baiknya, menggalinya lagi dan lagi. Menggosok kerak-kerak dalam hati kami lagi dan lagi. Kami ingin membangun cinta, cinta dan cinta itu dalam keluarga. Karena kami yakin dari sanalah cinta itu akan menyebar ke sekitar dan alam semesta.

-Kami merasa, dengan poligami, cinta yang telah dititipkan kepada kami itu tak akan lagi bisa kami jaga baik-baik. Contohnya, semalam aku menatap anak-anakku yang tertawa dengan riangnya karena digelitiki suamiku. Ah sungguh betapa bahagianya aku melihatnya. Dan aku membayangkan seandainya saat itu ada istri lain dan anak-anak lain dalam rumah itu, akankah aku sebahagia itu? Duh membayangkannya saja sudah ngilu. Bisakah aku menjaga cinta dengan hati yang ngilu? Sungguh, aku tak mampu!

-Bagi kami cara termudah untuk membersihkan hati adalah dengan bersyukur dan bersyukur. Karena hanya dengan selalu bersyukur, jalan menuju keikhlasan itu terbuka lebar. Cara lainnya tentu dengan ibadah-ibadah yang sudah dianjurkan oleh agama. Tapi yang sangat membantu rasanya dengan banyak-banyak berpuasa, karena puasa bisa membersihkan hati dan mengendalikan diri. (Semoga kami dijauhkan dari rasa malas untuk melakukannya).
Insya Allah kami yakin, asalkan kami selalu meluruskan niat untuk selalu membersihkan hati seperti ini, Allah akan memudahkan.

-Nafsu dan cinta bedanya tipiiiis sekali. Karena itu membersihkan hati sebersih-bersihnya ini menjadi tugas yang teramat penting. Disanalah 'rumah' Allah bersemayam. Badan ini hanya wadah. Ketika wadah dan hati sudah bersih, Sang Empunya wadah lah yang akan bekerja.

-Kami hanya ingin menyaksikan saja episode-episode manusia di luar diri kami sebagai jalan munculnya pesan dan petunjuk bagi perjalanan diri kami. Biarlah orang lain yang melakukan poligami itu menjadi urusan Allah. Di dalam Allah, diluar pun Allah, dimana-mana Allah. Allah sudah atur semua, tugas kami hanya bersih-bersih.

Kira-kira begitu kesimpulan kami. Kalau dari suamiku, bahasanya begini:

Keluarga itu seperti masyarakat kecil.
Kebahagiaan dalam penerbangannya,
hanya akan terasa jika Allah memberikan anugerah
berupa rasa cinta di dalamnya.


Rasa cinta yang dari Allah ini bersemayam di dalam hati
seperti mutiara yang tersembunyi dalam kerang.
Rasa cinta itu bersinar ke luar, ke sekitar,
seperti cahaya lampu
yang menerobos bola kaca yang jernih.


Tugas kita hanyalah membersihkan hati,
sebersih-bersihnya,
agar mutiara itu nampak,
agar cahaya itu menyemburat ke luar.

Dan untuk membersihkan hati,
tugas kita hanyalah BERSYUKUR.
Mensyukuri segala yang ada,

karena itulah pemberian dari Allah.
Dia Yang Maha Tahu kebutuhan kita,
dan jangan sekali-kali kita jahil
dalam memanipulasi keadaan keluarga dan diri kita.

Hanya dalam hati yang bersih saja,
cinta suci dari Allah akan keluar membuat bahagia keluarga.


Dan pada gilirannya,
sebuah keluarga yang penuh cinta dari Allah,
akan dipersembahkan olehNya
kepada masyarakat, bangsa, dunia, dan alam semesta
sebagai rahmat.

Namun, cinta dan nafsu itu tipis sekali batasnya.

Cukuplah kita berusaha membersihkan hati, sebersih-bersihnya.
Dan Allahlah yang akan membimbing
perjalanan orang-orang yang ingin membersihkan hatinya.

Biarlah orang-orang yagn melakukan poligami
itu menjadi urusan Allah.

Itu juga dari Allah, karena Dia punya maksud tertentu,
untuk memperlihatkan kepada kita hikmah.

Dan cukuplah buat kami,
melihat ke dalam diri dan membersihkannya.
Semoga cinta dari Allah semakin bersemi.


Amin...amin ya Robal alamin....Ya Allah mampukan kami....semoga ini bukan hanya menjadi sekedar ucapan dan tulisan belaka...










Friday, December 1, 2006

Airmata untuk seorang Dai hik hiks...



Hiks..hiks...aku semalem nangis, sungguh! Tahu kenapa? Karena aku baca berita Aagym kawin lagi huhuhu. Berita itu betul-betul mempengaruhi aku. Membuat aku yang sebetulnya lagi sok sibuk ini (deuuuh...hehe), yang lagi kejar tayang sama urusan tulis menulis maksudnya, terpaksa harus menghentikan sejenak kegiatanku itu, untuk merenung, berdiskusi sama suamiku dan mencari kedalam diriku apa sebetulnya yang Allah mau aku belajar dari kejadian ini. Asliii aku jadi ga konsen buat melanjutkan kerjaanku. Sediiih, piluuu, dan lain-lain deh perasaanku.

Hah segitunya? Hiks hiks iyaa. Kenapa? Karena, saudara-saudara...aku itu pernah mengalami jatuh bangun dalam proses pencarian agamaku. Tau sendiri deh banyak jalan menuju Allah kan. Daan Aagym ini termasuk orang yang kukagumi, karena dakwah-dakwahnya begitu sejuk, berbicara tentang kebersihan hati dan rasanya nyambung sama pencarianku. 'Rumah Allah ada di dalam hati kita," kira-kira itu yang mewakili pencarianku, dan nasehat-nasehat Aagym selama ini cocook banget dengan prinsipku itu. Dia sosok yang langka menurutku diantara sekian Dai yang ada di Indonesia.

Dan sekarang ketika dia menikah lagi, glegar..glegaar! Seperti petir menggelegar deh, hatiku hancur berkeping-keping hiks hiks...Duuuh segitunya hehe. Iya banget, soalnya aku tuh paling tidak suka dengan yang namanya poligami! Biar kata aku seorang muslimah berjilbab pula, tapi itulah prinsipku, buat diriku, buat orang-orang terdekatku.Dibawah ini aku copy isi hati temenku, laki-laki loh, yang juga kecewa mendengar berita ini. Dan karena pendapat dia itu mewakili pendapatku, maka kupostinglah disini. Makasih banget yaaa Isaa karena sudah mewakili perasaanku, aku ijin untuk taro disini yaa :-)

Hal utama yang paling bikin aku kesulut dan sebel adalah, gara-gara blio yang panutan dan bersih ini menikah lagi, dan kata-katanya tadi pagi di radio, bahwa ga sembarangan orang bisa menikah lagi, harus betul-betul siap, aku malah sebel. Aku jadi mikir, apakah artinya seseorang yang sudah makin tinggi ilmunya dan makin beriman itu kemudian ujiannya adalah dengan berpoligami? Oh nooo! Apakah kemudian wanita yang paling beriman dan paling ikhlas itu adalah wanita yang dengan rela dan ikhlas hatinya, senang-senang saja ketika suaminya menikah lagi? Oh noooo!

Tau nggak, aku semalem sampe nangis dalam sujudku. Aku bilang gini ke Allah," Ya Allah, aku memang hinaaa...apalah aku ini, siapalah aku ini dibandingkan Aagym yang bersih hati dan sangat dekat denganMu itu. Tapi, kenapa hatiku pedih ya Allah ketika aku seolah merasa bahwa orang yang dekat denganMu itu Kau 'suruh' untuk menikah lagi. Kenapa hatiku teriak-teriak ya Allah?" Hiks hiks...

Hmm kacau ya aku, tapi begitulah yang terjadi semalam. Dan hikmah terbesarnya barangkali ini, kata-kata temanku ini sungguh mewakili hikmah yang kudapat itu,"
Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Memang kita tidak bisa mengaitkan
nilai-nilai kebenaran (baca: khotbah2 Aa Gym) dengan sesorang tokoh,
apalagi mencoba menjalani hidup dg mengikuti jalan hidup dan jalan
pemikiran sang tokoh. Kita, mau tidak mau, suka tidak suka, harus
mengaitkan nilai-nilai kebenaran tsb dengan Sang Pencipta Kebenaran
itu sendiri. Apabila kebenaran itu ada pada diri seorang tokoh, maka
anggaplah itu sebagai kebetulan, dan tidak menjadikan kita melihat dia
sebagai sosok yang bisa/pantas ditiru dalam segalanya. Wallahu a'lam.

Suka atau tidak suka, hanya kepada Allah lah aku bersandar, bukan kepada sang tokoh!

Oya karena aku ga ngerti soal ayat-ayat Quran, jadi aku ga berani ngomong macem-macem soal dalil.
Tapi kata-kata temenku ini mewakili banget yang ada dalam hatiku sekarang:

"Kecewa berat denger Aa Gym menikah lagi. Bukan karena dia tidak berhak
melakukan itu, atau itu hukumnya haram/halal; melainkan karena yang
dia lakukan itu utk -- ukuran tokoh yang mengumandangkan sikap
positif, kehalusan akhlak, kemanusiaan, cinta damai, dan prinsip2
humanisme universal lainnya secara lantang -- adalah sangat tidak
patut dan sangat tidak pantas. Ini akan membawa preseden buruk bagi
orang-orang yang mengaguminya spt:

1. Semakin banyak orang yang tidak percaya thd orang yang berbicara
mengenai kebaikan, karena menganggap 'kebaikan' yang dikhotbahkan itu
cuma di mulut, cuma utk dibayar sbg ustad, cuma utk populeritas, cuma
utk meningkatkan untung bisnis sampingannya.

2. Semakin banyak laki-laki (terutama yang tidak bertanggung jawab)
yang merasa mendapat justifikasi moral dan justifikasi contoh/teladan;
bahwa poligami adalah jalan atau tuntunan moral untuk menjadi utuh
dunia-akhirat, tanpa berpikir panjang. Ini menjadi pembenaran yang
ujung-ujungnya akan berakhir dg debat kusir antara pasangan
suami-istri, yang memang sang suami sudah tidak lagi punya itikad baik
di dalam pernikahannya.

Trus, kenapa poligami dianggap buruk? Poligami yg dijalani oleh Nabi
adalah utk menolong mereka yang saat itu terlantar krn suami meninggal
dalam peperangan. Terlebih, para sahabat Nabi pun melakukannya karena
istri2 mereka adalah istri2 yang sudah dinikahi jauh2 hari sebelum
mereka memeluk Islam. Kita harus lihat juga, budaya arab (bahkan bukan
hanya arab) masa Nabi dahulu adalah sangat wajar seorang laki2
memiliki istri banyak, bahkan jauh lebih banyak dari sekedar 4 seperti
yang dibolehkan Islam. Kenapa dulu poligami tidak masalah? Karena
struktur masyarakat dan budaya yang ada ketika itu yang mendukung; di
mana saat itu laki-laki benar-benar menjadi tulang punggung keluarga
dan budaya kebebasan berpendapat pada wanita masih sangat minim. Ini
lain sekali dengan masa sekarang; dengan banyaknya wanita sudah
berpendidikan tinggi, peran wanita yang semakin besar - bahkan sudah
umum dijumpai wanita yg memimpin laki-laki. Apa jadinya, kalau mencoba
memaksakan menerapkan budaya zaman dahulu pada kondisi sosial saat
ini? Banyak kejadian, perempuan yang terlantar, teraniaya krn tidak
dipenuhi haknya, dan dijadikan 'warga kelas dua', disembunyikan, tdk
bisa bergaul normal dg sekitarnya, hanya karena suaminya berpoligami
atau dia mau menjadi istri muda. Poligami tidak bisa dilihat sebagai
masalah syariat halal-haram per se. Harus dilihat dalam konteks
sosial.

Syariat poligami dlm Islam yang "membolehkan" poligami harus dilihat
dalam pengertian "tidak melarang" atau "membuka jalan dalam keadaan
darurat"; dan sama sekali bukan dalam pengertian anjuran. Coba
jujurkan hati dalam memaknai dalil yang selalu dibawa-bawa penceramah
dalam berbicara poligami:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS.4:3).

Jelas, di sini tidak ada sama sekali pengertian "anjuran". Yang ada
adalah "jalan darurat" atau "dibolehkan dengan kondisi tertentu".

Coba bandingkan dengan dalil menikah yang memang dianjurkan di dalam
Islam:

"Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya..."
(QS.24:32-33).

Cobalah jujur dan obyektif dalam memaknai perbedaan kedua hal
tersebut. Jelas sekali mana yang anjuran, dan mana yang bukan.

Aa Gym menikah memang ada kaitannya dengan ridho/tidaknya sang istri
pertama. Walaupun itu memang betul, tetapi saya rasa, tanggung jawab
moral beliau thd masyarakat, thd nilai2 yang dia khotbahkan selama ini
adalah juga penting (kalau tdk bisa disebut lebih penting). Tdk bisa,
dalam satu saat Aa Gym menggunakan standar sbg tokoh masyarakat,
sedangkan di saat lain menggunakan standar ganda dg melakukan sesuatu
yang kalau kita mau obyektif, lebih sering terjadi efek negatifnya
daripada efek positifnya di masyarakat. Jadi buat Aa Gym, ridho/tdknya
istri pertama (spt tercermin pada jawaban Aa Gym thd penanya di radio)
bukanlah faktor satu2nya penentu dalam mengambil langkah poligami ini.

Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Memang kita tidak bisa mengaitkan
nilai-nilai kebenaran (baca: khotbah2 Aa Gym) dengan sesorang tokoh,
apalagi mencoba menjalani hidup dg mengikuti jalan hidup dan jalan
pemikiran sang tokoh. Kita, mau tidak mau, suka tidak suka, harus
mengaitkan nilai-nilai kebenaran tsb dengan Sang Pencipta Kebenaran
itu sendiri. Apabila kebenaran itu ada pada diri seorang tokoh, maka
anggaplah itu sebagai kebetulan, dan tidak menjadikan kita melihat dia
sebagai sosok yang bisa/pantas ditiru dalam segalanya. Wallahu a'lam."

-







Friday, November 10, 2006

Terrible Two-nya Aik part 2


Awalnya aik malu-malu ga mau ngliatin kalo bodynya termasuk penisnya dilukis. Tapi pas pipis tumben-tumbennya aik ga mau ditemenin. Aku curiga dong, setelah dikorek-korek ealaah ternyata dia ga mau ketauan kalo bodynya dicorat-coret. Tapi habis itu dia malah pamer hehe

Buat kenang-kenangan di hari tua, jadi dilengkapin dah :-)

Terrible Two-nya Aik




Lagi nggak enak body, mau ngapa-ngapain muales. Akhirnya iseng-iseng liat-liat foto jadul, trus ngumpul-ngumpulin foto-foto saat-saat terrible two nya Malik. Ternyata bikin aku geli and ngakak-ngakak sendiri hehe. Foto-foto ini yang sempet kerekam dari sejak Malik umur 2,5 tahun sampe menjelang 4 tahun. Setelah 4 tahun 'grapeg' (lucu)nya mulai lenyap, karena masa terrible two nya sudah hampir lewat, dan udah sekolah sampe sore juga kali ya.

Daku sempet mikir koq sempet-sempetnya ya dulu aku motoin 'grapeg'nya Aik, bukannya waktu ngeliat dia berbuat kayak gitu aku malah murka. Iya seh memang kadang-kadang bete banget, tapi kadang juga ga bisa ngambek karena geli. Tapi foto-foto sih teuteup aku nomor satukan karna emang niat sebisa mungkin mau merekam moment-moment yang ga bakal terulang ini cieeh :-)

Thursday, October 26, 2006

Foto kue bikinanku, dalam rangka narsis hehe




Lagi iseng-iseng ngumpulin kue-kue yang pernah kubuat, ternyata lumayan banyak juga, walopun dari dulu sampe sekarang setelah kuperhatikan baek-baek, ternyata teteup ga bisa rapih :-)

Saturday, October 21, 2006

'Sakau' Mudik











Mudik? Katanya sudah tradisi

Mudik? Apanya yang asyik?

Mudik ? Bikin orang pada sakit!

Sakit karena pengeluaran nggak sedikit

Sakit karena di jalan terhimpit-himpit

















Tapi kenapa mudik seperti ganja?

Candunya tak mengenal usia dan kasta

Demi mudik banyak orang mendadak gila

“Mobil baru neh, bakal mudik,” kata si kaya

“Ngutang dikit, bakal beli bensin,” kata orang biasa

“Aku, di atap kereta ndak apa,”kata orang tak punya















Hey! Kemana akal mereka?

Sehingga rela melakukan apa saja!

Demi mudik yang tak seberapa

Apa gunanya?

Apa maunya?















Gila! Mungkin memang gila

Tapi semua itu fakta!

Dan aku tak ingin seperti mereka

Ah masa? Angin pun tak kan percaya!

Memangnya kenapa kalau menjadi seperti mereka?















Duhai Mudik, kenapa kau bikin addict?

Seperti ganja, ya seperti ganja!

Satu dua lebaran masih biasa saja

Tapi tiga? Ugh!…diubun-ubun rasanya

Karenamu, aku ‘sakau’ menahan rindu!







Oooh Mudik… mahkluk apa gerangan dirimu?!







Groningen, Menjelang hari Fitri, 21 Oktober 2006

‘Sakau’ memang asoy! Gara-gara dah 3 lebaran nggak pulang hiks...






Mohon maaf lahir batin buat semua…

Selamat lebaran yaaa….:-)



















Monday, October 16, 2006

'Sang Pemimpi'

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Andrea Hirata
Hari ini airmataku tak berhenti menetes. Tangis itu sejenak kerap berhenti, tapi tak lama. Saat suamiku bertanya, "Ada apa Sayang?" Air mataku tak mau kompromi. Ia langsung mengucur lagi. Kenapa sih? Bete? Berantem? Kesel? Capek?

Oh bukan! Sungguh bukan. Aku menjadi seperti itu gara-gara membaca sebuah buku! OMG! Aje gile! Segitunya..ck..ck..ck...! Yup! Buku itu memang luar biasa. Pokoknya aku ngefands berat deh sama buku-buku karangan Andrea Hirata itu. Sekarang saja rasanya aku sudah tak sabar ingin membaca buku ketiga dan keempatnya.

Baru saja aku membaca buku "Sang Pemimpi", buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi. Aku belum sempat membuat review Laskar Pelangi. Tapi kesimpulanku sama, kedua buku ini sungguh memesona. Keduanya sanggup membuatku tertawa dan menangis. Bukan cuma itu, makna yang terselip dari ceritanya, daleem! Makna-makna yang tersebar itu yang membuatku menangis. Dan keunikan cerita yang dikemas dengan humor-humor yang cerdas membuatku kadang tak berhenti tertawa. Aku kagum dengan kemampuan penulis membuat metafora yang juga cerdas dan lucu. Novel ini dituturkan penulisnya berdasarkan kisah nyata. Barangkali ini lah kekuatan lain yang membuat aku sebagai pembaca merasa begitu terpikat.

Aku terheran-heran melihat seorang anak muda yang cinta mati kepada kuda hingga membuatnya lupa makan dan sekolah. Aku tertawa menyaksikan kegilaan anak-anak muda kreatif menjahili gurunya. Aku mengelus dada menyaksikan kekejaman hidup yang harus mereka pikul. Terlahir untuk melarat. Hidup mereka begitu susah bahkan sejak mereka baru bisa membuka mata.

Aku menangis haru, saat menjumpai kebeningan hati mereka. Air mataku menggenang menyaksikan bara api semangat dalam diri mereka. "Tanpa mimpi dan semangat orang seperti kita akan mati."
"Kita tak 'kan pernah mendahului nasib!"
"Kita akan sekolah ke Prancis, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Apapun yang terjadi!"

Mimpi itu membuat mereka setegar karang. Dan air mataku tumpah menyaksikan kebesaran Tuhan di penghujung cerita. Subhanallah..subhanallah..hanya itu yang bisa kuucapkan. Betapa sempurnanya Tuhan mengatur potongan-potongan mozaik hidup mereka. Aku melongok hidupku. Sungguh malu rasanya aku. Diberi hidup senikmat ini tapi kadang masih juga selalu merasa kurang. Lihatlah mereka, hidup begitu kejam pada mereka. Tapi mereka tak berhenti bermimpi, tak berhenti berjuang, tak berhenti berpositive thingking. Dan...tengoklah, kun fayakun! Allahu Akbar! Seperti tongkat Musa membelah laut merah, akhirnya pungguk pun tak lagi merindukan bulan. 'Hanya' karena mimpi!

Inspiring! Buku ini membuat aku sebagai pembaca tergerak untuk tak mengabaikan mimpi-mimpiku. Semangat buku ini menulariku untuk berjuang dan terus berjuang seberat apapun tantangan yang menghadang. Dan yang terpenting, buku ini pun membuat ku semakin melihat kebesaran dan keadilan Tuhan pada umatnya. Highly recomended book deh pokoknya! Nggak heran kalo buku ini langsung cetak ulang dalam sepuluh hari!

Monday, October 2, 2006

“Pencarian Tuhan ala Bocah”








“Allah
itu dibikin dari apa Bun?” tanya Malik polos. Jujur, saat itu saya bingung
menjawab pertanyaannya. Semalam saya tak bisa tidur. Iseng-iseng, saya membuka
kembali catatan harian tentang
perkembangan spiritual anak-anak saya. Saya jadi teringat, tiga bulan lalu,
Malik, putra saya yang berusia 4,5 tahun, memang sedang gandrung dengan
pertanyaan seputar Allah. Karena bingung, saya balik bertanya,”Menurut Aik,
Allah dibikin dari apa?” Tanpa ragu, ia seketika menjawab,”Dari angin Bun.”




Wow
dari angin? Saya kaget dengan jawabannya. Tapi saya dan suami meyakini bahwa
anak-anak adalah makhluk spiritual. Kami
sepakat untuk berusaha memberikan kebebasan berpikir dan membuat mereka
tak terkekang dogma. Kami yakin imajinasinya tak perlu dihambat, hanya perlu
diarahkan hingga akhirnya ia bisa menemukan sendiri jawabannya. Jadi, jawaban
Malik saat itu saya biarkan saja. Saya hanya balas bertanya,”Kenapa Allah
terbuat dari angin Ik?” “Karena Angin nggak keliatan Bun, Allah juga nggak keliatan,”
balas Malik. Hmm…alasannya memang logis, pikir saya. Tapi karena saya
sedang repot, diskusi kami saat itu terhenti. Saya katakan padanya untuk
bertanya lain hari pada ayahnya.




Sebulan
kemudian, lagi-lagi Malik berbicara tentang Allah. “Allah itu ada laki-laki,
ada perempuan,"katanya.
Lala, kakaknya menyangkal. "Endak lo, Allah itu ndak laki-laki juga ndak
perempuan." Suara Malik langsung meninggi. "Iya! Allah itu ada laki-laki ada
perempuan. Aik laki-laki, berarti ada Allah laki-laki. Mbak Lala perempuan, ada
Allah perempuan!" Malik ngeyel. "Menurut Aik begitu ya, Iya kekuasaan Allah ada di laki-laki dan
perempuan," Suami saya berusaha untuk tidak menyalahkan Malik. Tapi Malik
tetap ingin benar sendiri. "Ayah! Aik bilang Allah itu ada laki-laki ada perempuan!" Teriaknya
galak. Hmm..oke..oke…ayahnya pun sementara membiarkan saja pernyataan Malik.
Maklum, anak seusia itu memang hanya mengerti hal-hal yang konkret.




Tiga
hari sesudahnya Malik mendengar kakaknya
menangis sambil berkata,”Mbak lala sayang sama Allah.” Malik lagi-lagi
langsung ikut bersuara soal Allah. "Allah ada disini ( sambil menunjuk
lantai di sebelah Lala), disini (menunjuk hidungnya sendiri
:-)), dan disini (menunjuk pintu). Allah ada disemua,"
katanya lucu. Lalu Malik menghampiri saya,"Allah juga ada disini Bun,”
katanya sambil menunjuk bola transparan. “Tapi di dalem situ Allah bisa
bernapas." Saya tersenyum mendengarnya. Artinya Malik paham bahwa bila
manusia yang berada di dalam bola itu pasti tidak bisa bernapas.




"Oh
menurut Aik begitu ya?" tanya saya. "Iya, Allah ada dimana-mana,”
jawabnya yakin. "Siapa yang kasih tau Aik?" saya penasaran. "Juf
(bu guru),” balas Malik sambil nyengir. Saya kaget! Sungguh! Saya
tinggal di Belanda dan anak saya bersekolah di sekolah negeri. Apa betul di
negara sekuler ini masih ada guru yang mau berbicara soal Tuhan dengan
muridnya? “"Betul begitu Ik? Juf yang kasih tau? Memang Aik tanya sama
Juf?" Mata saya sepertinya hampir melotot karena tak percaya. "Iya Bun,
Echt (betul banget)!" Malik mengangguk kuat.




Wah
anak saya betul-betul berani bertanya kepada ibu gurunya soal Allah?! Saya
semakin kaget. "Aik gimana tanyanya sama Juf?" Saya sungguh
penasaran. "Juf, Wat is Allah?" jawabnya. "Oh ya, Aik tanya begitu?"
Saya masih tak percaya. Malik mengangguk. "Terus Juf jawab apa Ik?"
Dan jawaban Malik membuat saya semakin tak percaya. "Allah is allevorm
(semua bentuk). Allah is vierkant (segiempat), Allah is
driehoeken(segitiga)." Aik menirukan Jufnya. "Bunda, Allah juga bisa
ngomong Italia, Deutchland(Jerman), Prancis, semua negara-negara Allah bisa
ngomong," lanjut Malik lagi.
Saya
yakin betul, belum pernah saya dan suami saya mengatakan hal ini pada Malik.
Jadi apakah Malik betul-betul mendapat jawaban itu dari juf nya?






Akhirnya untuk menghilangkan rasa penasaran,
sepulang sekolah saya meminta konfirmasi kepada juf."Apakah Malik pernah
bertanya tentang Allah?"tanya saya.
Bu guru itu pun menjawab,” No...he never ask me
about that
!" Olala...jadi semua betul-betul imajinasi Malik! Tapi
mengapa ia bisa mengarang cerita seperti itu? Hati saya tak berhenti
tertawa juga menerka-nerka, barangkali
inilah bentuk pencarian Tuhan ala bocah, pikir saya.




Dan
pencarian Malik masih saja berlanjut. Beberapa hari sesudahnya saya ingatkan
suami saya untuk menjawab pertanyaan Malik soal terbuat dari apa Allah. Lala
yang pemahamannya sudah lebih baik langsung menjawab,”Allah terbuat dari semua,
betul kan Ayah?" Mendengarnya Malik langsung protes,"Mbak Lala fout (salah)!" Mbak Lala itu
Allah? (dengan nada suara menyalahkan) Ayah itu Allah? (masih dengan nada yang
sama) Aik itu Allah? (nadanya semakin menyalahkan) Bukan!" Jawab Malik
sengit. "Manusia nggak ada yang tau Allah terbuat dari apa Ik," suami
saya langsung menengahi.




"Allah
terbuat dari niks (bukan apa-apa)!" Seru Malik galak. Tapi karena jawaban
asal dari mulutnya itu saya pikir betul, saya pun langsung menimpali. "Oh
iya Aik betul sekali, Allah terbuat dari niks.” Tiba-tiba Lala
menambahkan,"Tapi kita bisa tau Allah terbuat dari apa nanti di
surga." "Iya La betul sekali. Mbak Lala pinter, Aik juga pinter
pengen tau tentang Allah. Seperti nabi Ibrahim yang mencari siapa Tuhannya itu
lho. Inget kan Aik..." Lalu suami saya kembali mengulangi cerita nabi
Ibrahim. Malik sok cuek, seperti tak mendengarkan ayahnya bercerita. Tapi
sambil memainkan legonya rupanya diam-diam dia serius mendengarkan ayahnya
bercerita. Setelah cerita selesai, tiba-tiba Malik berbisik pelan,” Maksud Aik,
Allah terbuat dari niks (bukan apa-apa), karena harus dilihat dulu nanti di
surga," Hmm…lagi-lagi saya tersenyum sambil bergumam dalam hati, syukurlah
rupanya Malik mulai bisa menemukan ‘pencarian’ Tuhannya.




Selesaikah
pencarian Malik? Oh rupanya belum. Hari berikutnya lagi ketika suami saya
sedang menggoda Malik dengan berebutan buah melon, Malik bertanya,”Melon ini
buat ayah atau buat Allah? “ Suami saya balas bertanya,”Allah bisa makan ya Ik?"
Dengan penuh percaya diri Malik menjawab,”Bisa. Kalo nggak makan nanti Allah
mati." Hehehe saya geli sekali dan ingin tahu imajinasi Malik lebih lanjut.
"Allah makannya apa Ik?" tanya saya. "Makan melon, makan
semua!"




Mendengarnya,
Lala yang berdiri di sebelah Malik cekikikan sambil berkata sok
dewasa,"Aik...Aik...Allah itu terbuat dari niks, jadi Allah makan
niks." Malik tak mau kalah,"Allah terbuat dari niks tapi bisa liat semua, bisa
liat melon juga, bisa makan juga." Lalu analisa Malik berlanjut.
"Allah punya gigi? atau ndak?" Ayahnya menjawab,"Allah terbuat dari niks, berarti nggak punya gigi
Ik." Setelah beberapa saat termenung, Malik berkata, "Allah ndak punya gigi,
Allah itu baby atau oma (nenek)?" Hehehe saya tertawa lagi. "Allah itu bukan baby, bukan oma, bukan
semua," balas ayahnya. " Allah itu Tuhan! Hmm...Aik...Aik..."
timpal mbak Lala sok dewasa. Saya tak berhenti tertawa, tapi saya maklum, anak
seusia Malik memang hanya mengerti hal-hal yang kongkret. Tak heran bila
‘pencarian’nya tentang Tuhan menjadi dialog yang ganjil dan lucu.




Namun,
beberapa minggu kemudian tawa saya berubah. Saat itu suami saya tak berhenti
menggelitiki Malik, dan Malik marah besar. "Sebesar apa marahnya Aik ke
ayah? tanya saya. " Dari Belanda sampe Afrika. Eh ehm.. maksud Aik Sebesar
bumi!" kata Malik. Tapi Lala membela ayahnya,"Kalo mbak Lala, mbak
Lala sayang sama ayah, sayangnya dari matahari sampe pluto." Lantas Malik
pun menyahut,"Aik marah sama ayah dari matahari sampe pluto!" Tapi
yang membuat saya heran, kalimatnya tak berhenti sampai disitu. Dengan semangat
ia berkata,"Dan Aik sayang sama Allah dari matahari sampe pluto!"




Ya
Allah…saya sungguh terharu mendengarnya. Apakah pencarian Tuhan ala Malik
memang berakhir indah? Dengan cinta yang begitu besar kepada Tuhannya? Entahlah,
saya hanya bisa berdoa semoga semua itu benar dan kekal adanya. Namun yang
pasti, saya semakin yakin bahwa pelajaran tentang Tuhan bagi anak-anak sungguh
abstrak dan tak mudah. Anak-anak adalah mahkluk spiritual, dan saya,
orangtuanya sekalipun, tak berhak untuk mematahkan imajinasi mereka tentang
Tuhan. Tugas saya hanya lah membimbing serta mengarahkan. Dan ternyata dengan
caranya sendiri ia menemukan Tuhan versi bocah. Bahkan dengan cinta yang tak
terbayangkan, dari matahari hingga pluto!














Wednesday, September 13, 2006

My First Book, Thanks to WRM ( pada beli yaa :-))



[Web Promo Kitchen Table Melody]



Duuh akhirnya... alhamdulilah... jadi juga ini buku yang sudah kutunggu hampir
setahun lamanya. Buku ini sebenernya We R Mommies buanget, emak-emak
buanget deh gitu :-). So..sobat-sobat di WRM pada beli yaa, emak-emak
pada beli yaa...calon emak-emak juga perlu tau dunia emak-emak kan,
jadi beli juga dong :-). Eh, tapi jangan salah bapak-bapak juga
perlu beli lho biar semakin sayang sama istri Pak, berarti calon
bapak-bapak juga perlu beli dong ya hehe. Waduuh maap asli promo
begini, sebenernya ga pede siy buat promo, tapi pegimane ye, namanya
juga usaha, kalo bukuku ga ada yang beli bisa-bisa madesu dong
dunia penulisanku hehe.



Spesial thanks buat milis WRM-ku tercintah :-); buat mbak Monica tentu
aja yang udah mendirikan WRM bersama mbak Wanda (yang tetap cantik dan
ceria walopun udah punya anak 3 :-) dan mbak Me (yang tetap kalem
selalu apapun kondisinya :-)), aku bener-bener banyak belajar dari
WRM. Banyak lo diskusi-diskusi di WRM yang aku tulis dalam buku ini,
malah ada tulisan khusus soal WRM. So pengurus WRM wajib beli nih
(maksa.com hehe). Dan makasih banyak juga buat mommies yang udah mau
ikut kontribusi dalam buku ini, terutama buat mbak Eva (yang
postingan ' tebak penulis'-nya di milis bikin aku n suamiku
terbahak-bahak :-)) Iin (kapan pulang In? :-)), Titik, Echa, Nieza di
Jerman; Hermin (yang lagi sibuk sekolah) dan Susi
(yang makin heboh dengan masakannya :-)) di Bandung; Dita (yang
mesti lagi nggak tahan nunggu due date :-)),mbak Ira Indira, mbak Liza
Sasono, mbak Nina Silvianti
di Jakarta; mbak Dian Yustisiana, mbak Hani Iskandarwati, mbak Me, mbak
Sofie (yang tulisan-tulisannya selalu kukagumi) di USA; dan mbak Dina
Sulaeman di Iran. Mbak Mamiek, makasih juga
ya, kata-kata Jasmine yang kocak di salah satu diskusi kita, ada juga
disini mbak :-). Mbak Virrie, makasih buat cerita spesial tentang
ibunya. Oya bu Julia spesial thanks juga ya buw :-), aku juga sedikit menulis
tentang seminar online WRM yang ke-3 di buku ini.



Wadooh geuleuh pisan yak, kayak abis dapet award piala citra ajah hehe.
Pokoknya buat semua mommies di WRM yang nggak bisa aku sebut namanya
satu persatu, thenkyu bangeeet....Sengaja aku
tuliskan disini khusus buat WRM sebagai ucapan terimakasihku dan karena
mommies kan banyak juga yang
MP-ers yaa. Nah kalo udah beli dan baca jangan lupa kritik dan sarannya
aku tunggu lho, maklum nih pemula buanget makanya mo promo aja ga
pede musti ngumpulin nyawa dulu berhari-hari :-). Eh
tapi-tapi...bukunya baru ada di toko buku minggu-minggu depan kali ya,
soalnya baru terbit banget.



Lengkapnya tentang bukuku... sila klik di sini ya... Eit tapi jangan cuma ngeklik lho , beli juga dooong hehe...



Btw, di blog orang lain ada pilihan 'Market' koq di aku ga ada ya,
gimana caranya biar ada ya? Tolong kasih info dong kalo ada yang bisa
ya..ya..., duuh malu ga sih betapa gapteknya daku hiks.




















Tuesday, September 12, 2006

Komik Pertama Lala,"Mipi de Meisje Alien: Mipi is Jarig"


Judul lengkapnya: "Mipi de Meisje Alien: Mipi is Jarig"
Artinya : "Mipi Gadis kecil Alien: Mipi Ulang tahun"

Komik ini dibuat tanggal 13 Agustus 2006. Waktu liburan kemarin, lala emang lagi maniak bikin komik. Ini komik pertamanya. Rencananya lala bikin 9 komik. Setelah komik 1 selesai, pasti di bagian belakang ada gambar promo komik 2, di komik 2 ada promo komik 3, 4, 5 dst :-). Nah kalau yang ini komik pertama Lala nih.

Family in Costume




Vienna-Istana Schonburn, 23 Agustus 2005




Pisa, 22 Agustus 2006




Lucca, 21 Agustus 2006




Parco Di Pinocchio, Colodi, 21 Agustus 2006




Florence, 20 Agustus 2006


My favorit place too...

Murano dan Burano, tetangganya Venice, 19 Agustus 2006




Venice, 18 Agustus 2006




Saturday, August 26, 2006

Roman Forum & Monumen Vittorio (16 Agustus 06)




Colosseum (16 Agustus 06)


Foto diambil ketika kami akan meninggalkan Colosseum di sore hari. Dinding Colosseum memantulkan warna keemasan, dengan latar langit yang biru, dan segumpal awan putih. Cantik sekali.

Aik agak cemberut karena kesal, terus menerus foto, sampe capek dia.

Spanish Steps (15 Agustus 06)


Tiba di Spanish Steps sudah malam, sehingga semua foto bernada sephia.

Dari Eindhoven ke Roma (15 Agustus 06)




Saturday, August 12, 2006

Agar Liburan Lebih Bermakna






"A traveler without observation is a bird without wings." — Moslih Eddin Saadi



Liburan kali ini berusaha aku maknai dengan lebih
baik. Aku memang doyan travelling karena travelling itu asyik walaupun
ngabisin duit hehe. Karena itu aku ingin mendapatkan banyak manfaat
dari kegiatan ini. Malah aku punya cita-cita membuat buku 'Family
Travel Tale' . Isinya tentang cerita berhikmah dari proses
travelling yang pernah aku lakukan. At least walaupun nggak ada
penerbit yang tertarik untuk publish dan nggak laku di pasaran
Indonesia, tapi buat kenang-kenangan keluargaku lah.




Kami berencana berlibur ke Roma, Venice dan Florence tanggal 15
Agustus nanti. Belakangan ini aku sibuk surving di internet, merangkum
tempat-tempat asyik yang wajib dikunjungi disana, cari hotel,
transportasi dan juga membuat jadwal kegiatan saat disana nanti. Aku
juga bela-belain beli beberapa buku traveling dalam bahasa Inggris dari
toko buku di Amsterdam, salah satunya "Travel Wise With
Children" karya Mary Rodgers Bundren.


Wah buku ini membuat aku semangat buat lari dan senam body language.
Lho koq bisa? Iya soalnya pengalaman waktu liburan ke Austria dan
Jerman tahun lalu, badanku gempor. Kami pergi dua minggu. Dan di akhir
perjalanan aku dan suamiku udah dieem aja males ngomong saking capeknya
hehe. Jadi stamina yang kuat sangat dibutuhkan, supaya saat liburan
betul-betul bisa dinikmati. Dari buku ini, supaya liburan lebih
bermakna bagi anak-anak, intinya orangtua harus mempersiapkan
masak-masak jauh-jauh hari, harus banyak cerita, dan kreatif. Nah mana
bisa itu semua dilakukan kalo badan capek nggak karuan.


Apa saja yang bisa kita persiapkan agar liburan lebih bermakna bagi
anak? Berikut ini daftar yang menurutku cukup realistis untuk aku
lakukan yang sesuai dengan umur anak-anakku. Karena kalau di buku itu,
daftarnya banyak banget dan banyak yang susah dilakukan untuk ukuran
aku yang pemalas hehe.


1. Persiapan :

Membuat kalender hitung mundur dua minggu sebelum berangkat. Jadi dua
minggu sebelum hari H kalender bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:

- Bikin buku jurnal liburan, tempeli dengan gambar-gambar tempat yang
akan dikunjungi. Gambar-gambar bisa didapatkan dari majalah-majalah
yang banyak tersedia di kios biro perjalanan atau ngeprint dari
internet.

- Cerita tentang tempat yang akan dikunjungi sebelum tidur. Misalnya,
karena akan pergi ke Italia, aku bercerita pada anak-anak tentang
Colosseum di Roma, Spanish Steps, Trevi Fountain, dan lain-lain. Buku
itu juga menyarankan agar orangtua menceritakan tentang orang-orang
terkenal yang lahir dari negara itu. Contohnya di dekat kota Florence
ada sebuah desa bernama Vinci, disana lah dulu Leonardo da Vinci lahir
dan disana pula berdiri museum Leonardo da Vinci. Tak jauh dari Vinci
ada desa Colodi, tempat Carlo Collodi, pengarang cerita Pinokio
dibesarkan. Disana ada Pinochio Park, yang menggambarkan cerita klasik
pinokio.

- Kalau mau pergi naik pesawat, ceritakan tentang pesawat, prinsip penerbangan dan sebangsanya.

- Anak-anak dilibatkan untuk ikut memikirkan barang-barang yang akan
dibawa dan suruh simulasi packing barang. Ini bisa untuk melatih
kemampuan mengorganisasi buat anak. Waktu aku coba ke anak-anakku, wah
mereka semangat banget, terutama Lala. Sekarang barang-barang mereka
sudah tersimpan rapi dalam koper siap diangkut.

- Buat rencana permainan yang akan dibuat selama di kereta api atau pesawat

- Membuat kreatifan. Kalau ini anak-anakku baru sempat bikin coloseum buatan, soalnya emaknya males.com hehe.

- Kenalin musik/dengerin musik setempat, makanan khas setempat

- Tunjukaan peta, kita mau kemana aja, mapping skils, jelaskan
skala-skala peta yang dipakai, cara pake peta. "Andai kamu bisa
terbang, apa yang akan kamu lakukan,"

- Ikut melibatkan anak-anak dalam tujuan, budget (sederhana), jarak tempuh, dan lain-lain.

- Kenalin tentang cuaca, ajarin pake kompas, misal kota apa yang paling utara, selatan.


2. Permainan selama di jalan, contoh:

- Kalau ketemu Mc Donald nyanyi 'Old Mc Donald had a farm iya iya o". Yang duluan nyanyi dapat sticker.

- Main kuartet, boneka

- Cerita masa kecil orangtua saat travelling

- Cerita berputar, bikin undiannya dulu di rumah. Dalam kertas undian
itu ditulis awal ceritanya aja. Nanti saat di jalan semua dapat giliran
melanjutkan cerita itu. Permainan ini jadi favorit kami, karena
akhirnya suka bikin ngakak, kadang-kadang juga bikin anak-anak mulutnya
nggak mau berhenti ceritaaa terus hehe.

- Tebak-tebakan tentang orang-orang terkenal yang sudah kita ceritakan sebelumnya.

- Permainan 'Sedang apa, sedang apa, sedang apa sekarang..."

- Melihat bentuk-bentuk awan, dan bikin cerita imajinasi dari
penampakan awan itu. Bisa juga dilanjut dengan penjelasan tentang
jenis-jenis awan, stratus, kumulus, sirus, awan gempa dan lain-lain.

- Tebak-tebakan soal transportasi, apa yang paling banyak dipakai
orang, bedanya apa, sekaligus belajar pake stopwach, jarak tempuh, dan
lain-lain.

- Bikin puisi apa aja bergilir, kasih sticker juga sebagai reward. Nanti kalau stickernya udah terkumpul dituker sama souvenir.


3. Saat perjalanan

- Buat Diary Perjalanan, bisa sekalian di buku jurnal.

Anak-anak boleh menulis, menggambar atau menempel sesuatu tentang yang
mereka lihat hari itu. Saat menulis diary (catatan untukku nih
sebetulnya), tuliskan info spesifik seperti warna, detail jarak (berapa
km), perasaan mereka, panas, dingin cuaca, reaksi anak-anak saat
melihat sesuatu, observasi, humor-humor yang keluar, dialog unik, dan
lain-lain.

- Kumpulin postcard sepasang-sepasang, nanti bisa buat dibikin permainan kartu memori.

- Kirim postcard ke rumah dari kota yang kita kunjungi, diisi cerita-cerita mereka.

- Dukung keinginan mereka untuk mengoleksi sesuatu, katanya ini bagus
untuk menumbuhkan kemampuan organisasi dan kreatifitas mereka, juga
untuk melekatkan ingatan mereka tentang travelling yang sudah mereka
lakukan. Malik katanya mau koleksi batu dan kayu. Waktu ke Berlin
beberapa bulan lalu, Aik nemu kayu panjang yang nggak boleh dibuang,
kami menamainya tongkat raja Frederick, karena tongkat itu dia temukan
di istana raja Frederick di Postdam. Kalo lala maunya koleksi kartu
pos.


4. Setelah pulang dari perjalanan


- Organisasikan koleksi-koleksi anak-anak, atau bisa dibuat memori
book, dibuat kreatifan, misal koleksi kerang, kerangnya dibuat kalung.

- Buat," 10 Alasan Utama pergi ke Neptunus," Jadi mereka suruh bikin
iklan, 10 alasan utama pergi ke tempat yang mereka tuju. Kalo ke
Neptunus misal, karena disana ga perlu kulkas. Ya pokoknya model-model
gitu deh.

- Beli peta, tempel di dinding, tempelin sticker tempat-tempat yang pernah dikunjungi.


5. Dan lain-lain tips nya masih banyak lagi, terutama buat anak yang
lebih besar, tapi kira-kira seperti itu. Mudah-mudahan setelah pulang
liburan aku bisa mulai menulis 'family travel tale' ku. Duh Tuhan,
toloong usir jauh-jauh kemalasan dalam diriku biar mimpi nggak
cuma tinggal mimpi.


Libur tlah tiba...libur tlah tiba...Hore! Hore! Hore!












Saturday, July 8, 2006

Parenting Blues (Part II)




"Mama boleh
deh kena parenting blues, tapi Ayah yakin itu nggak akan lama. Kita musti
contoh orangtua anak-anak pendiri Google ini Ma." Suamiku memulai
impiannya. "Duuh Ayah, orang lagi kena parenting blues malah dikasih
cerita soal parenting." Aku manyun.




"Wis
to...pokoknya Mama dengerin aja cerita Ayah, Ayah cuma mau cerita koq. Ini
cerita soal pendiri Google. Mereka itu masih muda Ma, seumuran ayah, namanya
Larry Page dan Sergery Brin. Sejak
kecil, kedua orangtua mereka (keduanya professor) mendidik mereka untuk
jago
berargumen. Mereka juga sama-sama jago matematika. Padahal mereka nggak
saling
kenal lho, mereka cuma tiba-tiba ketemu pas sama-sama ambil Phd. Tapi
typical
didikan orangtuanya sama. Anak-anaknya dibebaskan berpikir dan merdeka
dari dogma. Berargumen tentang apapun merupakan makanan mereka setiap
hari.







“Ayah lihat di
sini ada hal positif yang bisa kita ambil. Seringkali kita sebagai orang tua
merasa yang paling benar. Kita sudah berusaha untuk menghindari itu pun kadang
tanpa terasa kita masih melakukannya. Nah, kalau ingin anak-anak kita nantinya
menjadi independen, bisa mengembangkan potensi di dalam dirinya sendiri, tidak
mudah dibodohi orang, maka mereka harus dibiarkan berkembang tanpa bayangan
orang lain, terutama orang tua. Tugas kita adalah mendorong dan menciptakan
suasana agar mereka bisa bebas menceritakan pikiran dan perasaannya, walaupun
itu mungkin bertentangan sekali dengan tradisi dan agama. Kita ingin tahu,
sebenarnya apa yang ada di dalam diri mereka, bukan sebaliknya, kita memaksakan
pandangan kita kepada mereka.







“Hal prinsip
yang kita ajarkan kepada mereka itu sederhana: “Kenali rasa dan pikiran dalam
dirimu, dan ikuti ilham yang membawa kepada kebaikan. Ambil pilihan dan lakukan
sesuatu karena memang kamu memilihnya, bukan karena ayah bunda atau orang lain
menyuruhmu. Ini Ma yang prinsip. Selanjutnya kita bimbing mereka kepada jalan
yang bisa menemukan ilham kebenaran itu. Misalnya, melalui doa kepada Allah,
sholat, memikirkan ciptaan Allah, memikirkan perasaan orang lain, dan
lain-lain. Mereka kita motivasi untuk menyampaikan hasil-hasil temuan ‘inner
journey
’ (perjalanan ke dalam diri) mereka.”







"Hmm..."
gumamku cuek. Tapi sebetulnya aku mikir juga.







Selama ini
walaupun kami sudah berusaha, sepertinya tetap ada yang salah dari pola
pengasuhan kami. Kami mencoba untuk memberi alasan dari setiap tindakan, tapi
mungkin tanpa sadar kami membuat mereka jadi harus selalu nurut. Atau mungkin
memang begitulah karakter anak-anak kami, especially my daughter yang memang perfeksionis
itu, entahlah. Yang jelas bulan-bulan terakhir ini, kalau mau apa-apa Lala
selalu minta persetujuan dulu,"Boleh? Atau nggak boleh?" Dan akhirnya
adeknya ikut-ikutan. Padahal rasanya aku jarang melarang dia, kalaupun melarang
pasti ada alasan, atau sebetulnya bahasa tubuhku melarang kali ya hehe. My
daughter itu memang pinter kalo soal nangkep-nangkep bahasa tubuh dan sinyal
ketidakberesan.







“Jadi Ma, kalo
bisa nggak ada lagi istilah boleh dan tidak boleh buat anak kita ya. Tapi
mereka lebih baik mengungkapkan maunya dan ngasih alasannya. Mereka nggak harus
nurut apa kata kita. Kedua pemuda pendiri Google itu pokoknya hebat deh, mereka
mandiri sekali. Bahkan ketika pemberi modal mereka meminta harus ada CEO di
perusahaan mereka, mereka menolak dengan sangat. Mereka begitu karena mereka ‘keras kepala’
memegang prinsip. Padahal kan pemberi modal bisa
menarik modalnya kalau mereka nggak nurut. Akhirnya seorang CEO diterima, tapi itu pun setelah melalui proses yang
sangat panjang.”







“Lha ayah gimana
sih, kalo kayak gitu ntar kebablasan dong, kan tetep ada aturan yang musti
diikutin Yah. Tuh kalo Lala milih nggak mau sholat gitu gimana?”







“Iya..iya…
ngajarin aturan itu otomatis Ma, pelan-pelan lah, yang penting sekarang kita
biarkan dulu mereka berani mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Mama sendiri
yang dulu bilang, ngajarin sholat nggak boleh dengan paksaan, jangan dogmatis.
Kalo lagi nggak mau ya biarin dulu, kita yang musti cari cara lain.”







“Semua itu bisa
Yah kalo kondisi lagi normal, tapi seringnya kan enggak. Yang PMS lah, yang
capek lah, yang banyak kerjaan lah.” Aku pesimis.







“Jadi masalahnya bukan
pada anak-anak, tetapi pada diri kita sendiri kan. Positif Ma...positif!

Anak-anak disuruh positif thinking, bundanya gimana, ayo dong…Gimana kalo kita
rubah paradigma kita. Kalau mereka lagi rewel, anggap mereka itu calon presiden
atau calon pemimpin masa depan kayak si Larry dan Sergerry . Lihat tuh…tuh
calon presiden kita lagi mewek hehehe. ” Suamiku malah senyum-senyum memandang
Malik yang mulai rewel.








“Huaaa…pusiing…pusiiing
Yah! Kakehan (kebanyakan) teori! Kumaha Ayah wae lah…paling-paling
nggak tahan lama…” Pikiran negatifku masih
nempel terus di kepalaku.







Dan begitu
lah…aku masih ogah-ogahan soal parenting, tapi ternyata suamiku betul-betul
merealisasikan pikirannya. Setiap kali anak-anakku rewel, dia malah menciumi
mereka habis-habisan, menggelitiki perutnya sampai mereka cekikikan.
Betul-betul menganggap anak-anaknya calon penemu masa depan barangkali hehe.
Hih kalo aku sih mana tahan, capek. Paling-paling aku cuma manyun. Sesudah
mereka bisa tersenyum, suamiku lalu menyelipkan pesan-pesannya pada
mereka,”Lala dan Aik inget ya, Lala dan Aik boleh bilang apa aja, nggak usah
selalu ikut ayah bunda.” Kalau anak-anakku mulai bertanya lagi dengan ‘boleh’?
Suamiku langsung jawab,”Bukan boleh
atau tidak boleh, bilang mau apa, kenapa dan bagaimana?”







Mau nggak mau
aku jadi terpengaruh, sesekali aku ikuti jejak suamiku. Eh ternyata lumayan ngepek!
Pertanyaan boleh dan tidak boleh
lama-lama munculnya tak lagi sering. Waktu kami melihat tempat kemping
dan berniat akan kemping setelah liburan tiba, Lala mengeluh,”Ah..saai…(boring).”
Aku langsung protes,” Lala kan belum coba La.” Eh tiba-tiba Lala berani bilang,
”Bunda, setiap orang kan punya pilihan masing-masing. Lala kan nggak harus sama
dengan Bunda.” Nah lo! Padahal biasanya dia langsung nurut sama Bunda. “Hebat
La, bagus itu Lala berani bilang perasaan Lala,” suamiku langsung memujinya
habis-habisan.




***




Sejak itu aku beranjak bangkit, tapi masih jalan ditempat,
sebatas jadi pengikut setia suamiku. Aku ceritakan sharingnya mbak Me di milis
WRM kepada suamiku. Kalau anaknya lagi susah sholat, mbak Me akan bilang,”That’s
your life. I just want to help you because I love you
.” Mungkin kata-kata
ini bisa jadi mantra ajaib, suamiku pun mencobanya ke Lala. Kadang-kadang
ditambahi kata-kata,” Lala mau kan kita berkumpul lagi di surga nanti?”
Beberapa kali cara ini berhasil. Tapi belakangan dia sering bilang, “Oke Lala sholat karena disuruh sama Ayah dan
Allah, sebetulnya mbak Lala nggak mau.” Wah berarti bertentangan nih dengan niat semula yang hendak
memerdekakan pikiran dan perasaaannya. Pada dasarnya kami ingin membuat dia
sholat tapi dengan kemauannya sendiri, mengerti esensi sholat yaitu cinta kepada
Allah. Bukan karena kewajiban, ditakuti-takuti dengan neraka kalau
meninggalkan, tapi bukan pula dilepas begitu saja. Suamiku masih trial-error
mencari cara yang paling pas.






Tapi suatu kali
tiba-tiba Lala minta ikut sholat dan
menangis dalam sholatnya. Lala menangis karena sayang sama Allah katanya.
Wah suamiku langsung deh ngomporin aku. “Tuh Ma, liat…anaknya pinter gitu lho…Mama
jangan mengeneralisir persoalan Ma. Coba liat sisi positifnya anak kita, belum
tentu ada di anak lain, mereka nggak selamanya jelek kan Ma.







"Banding-bandingin
anak itu neraka dunia, don’t be to hard on yourself, jangan melulu
melihat kekurangan anak-anak, bukan cuma Mama yang suka merasakan blues-blues
itu, ibu-ibu lain juga. Temen-temen Mama tuh yang bilang, bener kan Ma yang
mereka bilang… ”







Ya betul sekali! Sebelumnya semua pesan-pesan itu sekedar
masuk telinga kanan keluar telinga kiri, nggak ada yang nyangkut ke hatiku.
Tapi seiring berjalannya waktu—ketika kepenatan telah pergi—pesan-pesan dari
suamiku, dari sahabat-sahabatku dan dari bacaan-bacaan yang tiba-tiba mampir ke
mataku itu, tiba-tiba muncul lagi dan menggelitiki hatiku. Apalagi saat melihat
Lala yang mendadak mau cuci piring tanpa disuruh, pinter cari solusi buat
adeknya yang nangis, dan dapat nilai A semua saat bagi raport. Aah…rupanya
dunia memang berputar. Tak selamanya tingkah anakku membuat kepalaku pening.
Mereka bukan boneka yang cuma diam. Mereka sedang belajar. Mereka cuma sesekali
berulah, boleh kan? Wong orang dewasa aja kadang-kadang butuh berhenti sejenak
koq. Hari ini mereka menangis, besok mereka tertawa. Hari ini mereka malas
besok mungkin mereka rajin. Barangkali my daughter memang tergolong cuek
dibandingkan anak lain, tapi sesekali dia masih mau koq bantuin orang lain.







Parenting
blues-ku ini rasanya memang belum pulih
benar. Tapi kehadirannya ternyata memberi banyak arti. Aku malah mensyukurinya
kini. Bukankah sesekali manusia memang harus jatuh, supaya dia tahu caranya
berdiri lagi? Sebetulnya apa obatnya ya? Ah ternyata obat itu datang sendiri.
Tak apa menangis, tak apa mengeluh, tak apa sesekali merasa tak berguna,
semua ibu pasti pernah merasakannya.
Keluarkan saja, toh tak akan berlangsung seterusnya. Kata hati yang akan
bicara, ya ternyata itu kuncinya, ikuti kata hati! Doa-doa kita, usaha-usaha
kita menjadi seorang ibu mestinya tak ada yang sia-sia. Pertolongan selalu
datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Sesudah kesulitan tentu ada
kemudahan, itu janji Allah kan. Suami, sahabat, bacaan-bacaan ringan yang tak
sengaja hadir, mereka kadang menjadi peri-peri penolong yang dikirimNya.
Perjuanganku memang masih panjang. Barangkali aku masih harus melewati banyak
parenting blues lainnya. Tapi aku yakin setiap ‘blues-blues’ itu adalah
rangkaian proses yang memang harus aku lewati. Karena didalam proses itu
mestinya terdapat pesan-pesan yang bisa membantuku menjadi orangtua yang sesuai
dengan kehendakNya. Bukankah itu yang selalu kuminta?












Friday, June 23, 2006

Parenting Blues (Part I)


"Yah, aku lagi kena Parenting Blues nih Yah!"
Mendengarnya suamiku langsung mengernyitkan dahi lalu melebarkan
senyumnya. "Sekarang penyakit Mama keren-keren ya, canggih-canggih
banget, modern banget hehehe. Sekarang parenting blues. Rasanya
seminggu yang lalu baru ngeluh kena writing blues deh, sebelumnya lagi
baru kena cooking blues, baking blues. He he he...hebat tenan!" Suamiku
ngeledek.


Lha koq malah ngeledek. Bener lho, tenan, sueer... aku ini kayaknya
lagi kena Syndrom Parenting Blues. Memang sih nama penyakitnya aku
karang-karang sendiri, tapi maksudnya kalau yang ada blues-blues nya
kan asosiasinya ke arah penyakit depresi alias yang negatif-negatif
terhadap sesuatu gitu. Soo..boleh kan aku bikin nama penyakit baru buat
diriku sendiri hehe.


Soalnya aku tuh lagi malees banget berurusan sama yang namanya
pengasuhan. Baca-baca buku parenting bukannya malah bikin semangat
malah bikin aku down. Baca artikel-artikel parenting malees banget.
Yang ada aku malah bacain berita-berita dan gosip artis. Duh parah! Lho
itu mah biasa atuh, nggak pake acara kena parenting blues juga,
emak-emak dimana-mana senengnya pan memang baca gosip hehe.


Iya, tapi selain itu aku juga lagi nggak mood banget mengasuh
anak-anak dengan baik yang sesuai teori-teori gitu. Yaa..mengalir
begitu aja, malah cenderung ignore kalau inget peer ku sama anak-anak
yang bejibun. Kalau lagi kesel akhirnya aku diem aja sama anak-anak.
Lebih baik begitu deh daripada aku marah-marah dan mengeluarkan kata-kata
aneh ke anak-anakku.


Hmm...penyebabnya apa ya? Wah penyebabnya banyak, sibuk bikin kue pesenan mungkin salah satunya hehe. Tapi yang
jelas puncak-puncaknya beberapa hari lalu. Saat itu air mataku sampai
bercucuran. Aku sampai meratap sama Allah,"Ya Allah, susah bangeet sih
jadi orangtua. Padahal sejak anakku lahir, aku tuh udah berusaha banget
ya Allah. Berusahaa banget buat jadi orangtua yang baik. Aku lahap
buku-buku dan majalah parenting. Aku ikutin seminar-seminar terbaru.
Aku coba terapkan semuanya ke anak-anakku, walaupun tentu aja nggak
sempurna, banyak trial error dan mungkin lebih banyak errornya. Tapi
koq kayak gini ya hasilnya. Koq rasanya semua
percuma....hiks...hiks...hiks..." Begitu ratapanku.


Memangnya ada apa sih sampe segitunya? Ya begitu lah, aku sadar
banget koq bahwa anak-anakku itu berbeda, nggak bisa disamain sama
orang lain, unik. Aku juga tahu bahwa my daughter itu banyak berbedanya
sama anak seusianya. Mungkin karena dia gifted dengan disinkroni tea,
atau apa? Ah nggak ngerti, aku juga belum tau pasti. Yang jelas, aku
tahu bahwa dia berbeda. Yaa...kalau dalam kondisi normal sih, aku bisa
banget memahami dia. Tapi nggak mungkin kan aku selalu dalam kondisi
mood. Nah karena aku sedang mengalami parenting blues, lalu dilanjutkan
dengan ulah anakku yang bikin ngilu, akhirnya duoor! Meledaklah tangis
dan ratapan itu.


Ceritanya, waktu itu aku sama kedua anakku dan teman anakku baru
pulang dari belanja. Belanjaanku banyaak banget dan aku harus
membawanya naik ke rumahku yang berada di lantai dua. Tanpa diminta,
temen anakku itu langsung membantuku membawa barang-barang belanjaanku
ke atas dengan riang pula. Sedangkan my daughter? Oh no! Ia hanya
melenggang kangkung saja membawa tas dan jacketnya! Duh Allah...
ngiluuuu... rasanya hatiku! Hancur semua rasanya. Percuma aku selama
ini menerapkan teori-teori pengasuhan yang kubaca, ternyata nggak
ngepek! Hiks. Belum lagi kalau inget kejadian-kejadian lain yang
menunjukkan betapa cueknya my daughter, Oh!


Padahal aku tahu banget, orangtua temen anakku itu tipe yang nggak
neko-neko. Mereka mengasuh anak ya seperti pola pengasuhan orang tua
masa lalu. Pola pengasuhan yang aku dan suamiku berusaha hindari. Tapi
mengapa didikan yang seperti itu malah bisa menghasilkan anak yang tau
menempatkan diri dan punya empati? Sedangkan anakku? Hiks..hiks... Oke!
Kalau begitu, percuma aku ngikutin teori! Yang ada aku cuma capek dan
capeeek...sedangkan hasilnya? niks! Hu...hu...hu...Aku mutung!


Bukan cuma itu yang bikin ngilu. Waktu diajak sholat malam
sebelumnya, my daughter bilang gini sama ayahnya,"Ayah boleh kan aku
bilang keinginanku? Aku nggak suka sholat. Aku nggak mau sholat!"
Huaaa! Geger gonjang-ganjing! Hatiku semakin teriris rasanya. "Ya
Allah...aku capek! Aku berhenti! Aku prustasi! Aku mau sekolah aja ya
Allah! Aku nggak mau pusing sama semua ini ya Allaah! HEELP ME...."
ratapku lagi.


Untungnya, dalam kondisi seperti itu, selalu saja ada yang menarikku
untuk kembali ke dalam diri, mengambil sajadah dan menumpahkan semua
kepadaNya. "Engkau sangat dekat kan Allah, sedekat urat nadiku kan
Allah. Peluk aku, sirami aku dengan kesejukan itu Allah ku. Tolong
aku... Aku tak sanggup mendidik anak-anakku kalau bukan Engkau yang
memampukannya ya Allah. La haula walau quwata illah bilah...Mereka
milikMu ya Allah...Beri aku kekuatan...beri aku kekuatan...." Seperti
debu yang tersapu, perlahan kotoran itu sirna. Tetes-tetes air
mendinginkan hatiku.


Boleh lah aku sedang down dalam urusan parenting, tapi ternyata
Allah mengulurkan bantuaNya dengan caraNya.Keesokan harinya, ketika aku
masih belum ingin menyentuh buku-buku parenting, teori-teori parenting.
Ketika semangatku dalam hal parenting belum bangkit, dengan berapi-api
suamiku menceritakan tentang buku 'Google' yang sedang ia baca.


Suamiku mana sempat baca buku atau artikel parenting. Dia juga
kurang minat, ada banyak buku lain yang lebih menarik untuknya. Selama
ini dia percaya saja padaku dan menerima saja forward-forward artikel
parenting yang aku kirim. Seringnya dia lebih banyak mendengarkan aku
ngoceh soal parenting, dan kemudian mengiyakan atau menambah
masukan-masukan dalam diskusi kami.


Apa yang terjadi? Suamiku tersengat saat membaca buku 'Google'! Apa
hubungannya 'Google' dengan parenting? Jauh memang, tapi banyak hal
baru yang dia dapat dan membuatnya bersemangat menerapkan pola-pola
baru pengasuhan dalam keluargaku. "Aduuh pusing Yah, aku belum mau
diskusi soal parenting. Cerita Google ujung-ujungnya ngomongin rencana
ke anak-anak. Biar ngalir aja lah apa adanya Yah. Toh teman anak kita
itu, dengan pola pengasuhan masa lalu seperti itu, anaknya juga
hasilnya bagus." Keluhku. Suamiku tak bergeming. "Oke Ma biar Ayah yang
mulai terapkan ke anak-anak. Mama santai-santai aja ya," hiburnya.


Apakah yang membuatnya tersengat itu? Tunggu kelanjutannya di
bagian kedua...ceilee...kayak pelem ajah hehe...







Monday, May 22, 2006

Kecemasan Mama

Ini cerpen pertamaku. Kedua sih sebetulnya, tapi cerpen yang pertama
betul-betul nggak masuk hitungan,bikinnya asal banget  dan nggak
masuk kriteria cerpen lah pokoknya hehe.  Jadi anggap saja ini
cerpen pertama :-) Niatku membuat cerpen ini buruk, betul-betul karena
ngiler sama bayarannya yang 100 euro, soalnya lagi nggak punya duit.
Tunggu punya tunggu ini cerpen nggak dimuat juga sama Ranesi. Padahal
katanya batas pemberitahuannya sebulan. Yah hopeless lah aku.Mutung.
Aku jadi merasa nggak bisa nulis fiksi dan merasa niatku yang ternoda
dengan uang itu lah penyebab cerpenku nggak dimuat. Akhirnya aku
betul-betul melupakan cerpenku ini. Asli mutung, melirik pun tak mau
lagi hehe. Sampai akhirnya barusan aku dapat kabar dari Mbak Desy,
cerpenku dimuat!



Alhamdulillah...Makasih ya mbak Des atas pemberitahuannya :-). Tapi
walaupun dimuat bukan berarti cerpen ini bermutu loh, kayaknya cuma
karena Allah nggak mau liat aku mutung kali ya hihi ge-er. Jadi kalau
ada yang mau kasih kritik dan saran, duh mau banget. Biar aku nggak
kapok nulis fiksi lagi. Tapi sebetulnya, kalo dapat 100 euro lagi sih
nggak akan kapok nulis fiksi lah ya, haha dasar! Cewek matre...cewek
matre kelaut ajeh! Eh tapi 100 euro belum dipotong pajak 39 % loh, but
masih lumayan laah buat ngisi dompet yang kosong hehe...



 Ini dia si cerpen yang sempet bikin mutung :-) :



“Eh, kamu harus kasih selamat sama Ben!”kata seorang
perempuan paruh baya  mengagetkanku. Nyonya Elske Holander, perempuan
tetangga sebelah rumahku tiba-tiba datang menghampiri. Aku baru saja
mengambil barang belanjaan dan memarkir sepeda di halaman depan. Ia
muncul bersama anak lelakinya yang berumur tanggung, mungkin sekitar 13
tahun.


“Oh, kamu ulang tahun, selamat ya Ben.” Segera kuulurkan tangan padanya sambil memberikan senyum termanis yang kupunya.

“Ha ha, bukan…bukan ulangtahun,” tawa perempuan Belanda itu renyah.

“Mm…, bukan? Jadi, selamat untuk apa?” aku bingung.

“Psst…tadi malam, dia baru saja jadi lelaki!” bisik perempuan itu di telingaku.




“Maksudnya?” keningku berkerut. Aku memang baru enam bulan tinggal
di negeri tulip ini. Selama itu pula aku mengenal si nyonya Belanda,
nyonya ramah yang pandai berbahasa Inggris. Aku tak mungkin salah
dengar. Jadi lelaki, apa artinya?

“Ayolah, masa kamu tidak mengerti, itu lho…melepaskan keperjakaannya pertama kali. Semalam Ben melakukannya sama pacarnya!” jawab nyonya Elske ringan.




“Oh ya?!” Hampir saja mataku terbelalak. Ssh…Nesya…Nesya…Ini Belanda sayang, batinku mengingatkan.

“Eh…ee…selamat Ben…selamat….”Aku tergeragap. Mudah-mudahan saja si nyonya tak memperhatikan perubahan mimik dan suaraku.

“Untung sewaktu grup delapan di Sekolah Dasar (SD), dia dapat pelajaran
pendidikan seks. Dan saya juga di rumah sering mewanti-wanti dia untuk
pakai kontrasepsi sebelum ‘bermain’. Dia sudah tahu apa akibatnya kalau
tidak pakai kontrasepsi. Bahaya kan, bisa kena penyakit AIDS. Belum
lagi resiko pasangannya hamil. Jadi dia pun semalam pakai ‘sarung’.”




“Ooo…begitu ya Elske,” jawabku lirih, masih tak percaya
dengan apa yang kudengar. Bahwa negara ini adalah penganut seks bebas
dan kumpul-kebo sudah tak aneh, dan sudah lama aku ketahui.
Tapi, anak 13 tahun melakukan hubungan suami-istri pertama kali dengan
pacar, direstui ibunya pula? Anak bau kencur gitu lho! Bahkan si ibu
tampak bangga sehingga aku harus memberikan selamat?! Dan semua ini
menjadi sebuah kewajaran?!  Oh… sungguh, membayangkan pun aku tak
pernah. Apakah aku yang terlalu lugu? Kuper(kurang pergaulan)? Hmm…entahlah,  tiba-tiba saja kepalaku berdenyut-denyut!




***




Kuhempaskan tubuhku  ke sofa empuk di ruang tengah.
Kuhirup nafas sedalam yang kumampu. Ah, Rangga, putra semata wayangku.
Seketika wajah tampan dan senyum simpatiknya melintasi benakku.
Kulahirkan engkau dengan penantian yang panjang Nak.




Lima tahun aku dan ayahmu harus menunggu. Menimangmu,
membelaimu, membesarkanmu, merupakan anugrah terindah bagiku. Hmm…bau
wangi khas bayi dari mulut mungilmu masih tercium rasanya. Ah,
bagaimana mungkin? Seminggu lalu baru saja aku menyiapkan kue-kue
ringan untuk dibagikan kepada teman-temanmu di kelas. Baru saja
teman-temanmu memberikan ucapan selamat ulang tahun bukan? Ulang tahun 
ke-sepuluh. Uh, kenapa waktu seakan berlari. Tak bolehkah aku menikmati
masa indah denganmu sedikit lebih lama?




Tak lama lagi engkau akan sebesar Ben. Tak lama lagi,
hormon kelelakianmu akan bekerja. Bagaimana nanti kalau kau punya
pacar? Apakah engkau akan seperti Ben? Apakah aku, ibumu, harus
merelakan engkau melepaskan keperjakaanmu tanpa nikah di usiamu yang
ke-13?! Bahkan aku pun  harus memberikan petatah-petitih lengkap sebelumnya kepadamu?! Aah… tidaaak! Tidak anakku, aku tak rela!!




Bermukim di negeri ini sama sekali bukan sebuah
pembenaran untuk menghilangkan adat ketimuran. Aku harus berbuat
sesuatu untuk mencegahnya. Aku tak boleh membiarkan engkau terpengaruh
teman-temanmu. Tapi apa? Bagaimana? Menjelaskan tentang mimpi basah 
kepadamu saja aku tak mampu, lidahku kelu. Padahal, tak lama lagi
engkau pasti akan mengalaminya. Oh Tuhan, tolong aku…!! Ugh…memikirkannya dadaku malah sesak, kepalaku semakin berdenyut kuat rasanya.




“KRIIIIING…..!” Dering telepon seketika
menghentikan kecamuk ombak di hatiku.“Aku pulang telat ya sayang. Aku
harus lembur. Pekerjaan betul-betul menumpuk. Nanti biar aku pulang
sekalian jemput Rangga. Dia main di rumah Robert kan?” Suara Mas Pram,
lelaki yang telah belasan tahun menikahiku sedikit mengurangi sesak di
dadaku.




“Iya mas, tapi…”

“Ada apa sayang? Sesuatu mengganggumu?”

“Ya…mm…iya Mas.”

“Aku hapal betul suaramu.  Kamu mau ceritakan sedikit sekarang? Siapa tahu bisa melegakanmu.”

Ah, mas Pram, betapa beruntungnya aku. Belasan tahun biduk rumah tangga
ini berjalan, tapi kau tak pernah berubah, selalu mengerti aku.

 “Mm…sudahlah Mas, nanti mengganggu pekerjaan Mas. Setelah Mas pulang saja.”

***




Ditemani bulan yang menyembul malu-malu, malam itu
kurebahkan kepalaku didada mas Pram. Kupeluk ia erat-erat. Kutumpahkan
segala kegundahanku hari ini padanya.

Mas Pram tahu betul, kepindahannya ke Amsterdam bersama keluarganya
bukan tak membawa resiko. Bekerja di perusahaan minyak asing tentu saja
membuat perekonomian kami semakin meningkat. Memang alasan karir dan
perekonomian lah yang membuat mas Pram tak menyia-nyiakan tawaran
pekerjaan ini. Namun semua tentu membawa akibat.




Bagiku,  mau tak mau aku harus melepaskan pekerjaan
yang kucintai di Indonesia. Di Indonesia dulu, aku tak perlu memikirkan
belanja, mencuci, menyetrika dan beragam pekerjaan rumah lainnya. Mbok
Yam pembantu setia kami, dengan sigap selalu menyelesaikan semua
perkerjaan rumah. Tak mudah menjadi ibu rumah tangga yang berdiam diri
di rumah saja setelah belasan tahun terbiasa bekerja. Berbulan-bulan
aku harus bergulat dengan batinku sendiri agar bisa mencintai kegiatan
baruku, menjadi ibu rumah tangga.




Bagi Rangga? Menjelang usia remajanya, usia pencarian
jati diri, ia harus melewatinya dalam lingkungan yang jauh berbeda
dengan dunianya di Indonesia.  Di negeri ini, alkohol bebas, marijuana 
tak dilarang, kumpul kebo biasa, bahkan perkawinan antar sesama jenis
pun dihalalkan. Dan kini dengan mata kepalaku sendiri, aku bahkan 
memberikan selamat atas hilangnya keperjakaan seorang anak lelaki.




Aduh Mas…Mas…ibu mana yang tak khawatir jadinya Mas?” 

“Kita kuatkan pemahaman agama pada Rangga Ma. Itu kan nasehat  yang
diberikan para ustad di Indonesia sebelum kita pergi kemari.” Mas Pram
mencoba menenangkan aku.

“Di Indonesia lebih mudah Mas, kita bisa pilih sekolah sesuai dengan
keyakinan yang kita punya. Kita bisa panggil Ustad agar Rangga belajar
agama. Suasana keluarga dan tetangga kita pun mendukung norma yang kita
anut.” Aku bangkit melepaskan pelukanku. Kutatap suamiku lekat-lekat.




“Tapi disini Mas? Mas Pram sibuk. Aku? Hmh…aku bahkan
masih kesulitan menghadapi duniaku yang baru disini. Yaa…demi Rangga,
aku akan berusaha untuk selalu menanamkan nilai-nilai itu Mas. Tapi
menurut mbak Via sahabatku, masa remaja adalah masa sulit Mas, masanya
mereka lebih mendengar apa kata teman-temannya. Mbak Via kan guru SMP
Mas, masa sih dia salah. Aku semakin khawatir karena Rangga anak yang
pendiam dan tertutup. Mas tahu sendiri kan, sulit sekali menyuruh
Rangga menceritakan apa saja yang dialaminya bersama teman-temannya di
sekolah. Jawabannya pasti, ‘lupa Ma,’ atau ‘begitu aja Ma kayak
biasanya.’ Nanti kalau dia punya pacar, apa dia mau cerita sama kita
apa saja yang dilakukannya? Kalau enggak gimana? Bingung kan Mas.”
Segala kegalauan meluncur deras dari mulutku.




“Sayang, aku juga mengkhawatirkan Rangga, dan aku ingin
kita bersama-sama berusaha mencari jalan keluarnya. Kalau tanya lagi ke
mbak Via gimana?” Pram menatapku, menunggu jawaban.

“Bisa aja sih Mas, tapi dia tidak biasa berkirim surat elektronik. Dia
jarang bersentuhan dengan komputer, sibuk dengan pekerjaannya di
Indonesia. Tapi aku akan coba menghubunginya lewat telepon.”




“Oh iya, Mama kan baru bergabung dengan kelompok diskusi di dunia maya. Itu lho,
yang Mama bilang anggotanya ibu-ibu Indonesia semua. Katanya mereka
pintar-pintar, dan sebagian dari mereka juga tinggal di luar negeri
kan, malah tersebar di berbagai negara.  Selama ini kan Mama cuma jadi
pengamat, coba deh mulai giat bertanya, gimana Ma?” tanya Pram bersemangat.

***




Beberapa hari berselang, aku mencoba usul suamiku. Aku
membagi pengalamanku dalam kelompok diskusi itu dan meminta saran
mereka. “Tapi yang kamu ceritakan itu orang Belanda kan? Tak heran,
memang budaya mereka begitu koq,” tulis seorang ibu yang tinggal di
Amerika menanggapi. “Aku malah pernah menemukan cerita seperti itu dari
temanku orang Indonesia yang sudah puluhan tahun tinggal di Amerika.
Anak gadisnya sering gonta-ganti pasangan, bahkan jelas-jelas tidur
bersama pacarnya di rumah mereka. Ayah ibunya tak kuasa untuk
menasehati lagi. Mereka malah bilang, daripada main belakang? Daripada
saya tidak tahu apa yang dilakukan anak gadis saya? Lebih baik saya
mengijinkan anak saya tidur dengan pacarnya di rumah, begitu kata
mereka.”




Oh, membacanya hatiku kembali gundah. Haruskah aku
mengorbankan norma agama dan adat ketimuran pada anakku, demi karir
suamiku serta kehidupan perekonomian yang lebih baik? Ternyata begitu
sulit membesarkan anak remaja di luar negeri. “Ah, sama aja kok, nggak di Indonesia, nggak di luar negeri, membesarkan anak remaja jaman sekarang memang nggak
gampang. Buktinya saat ini, berapa banyak gadis-gadis remaja di
Indonesia yang sudah hamil di luar nikah, bahkan menjual diri. Padahal
orangtuanya berkecukupan,” tulis seorang ibu lainnya. “Dimana pun kita
tinggal, semua akhirnya berpulang pada kita orangtuanya kan. Di Amerika
sini banyak sekali orang India. Mereka bisa koq  mendidik anak-anak
mereka sambil tetap memegang teguh adat-istiadat, budaya dan agamanya.
Teman saya menikah bahkan dijodohkan. Padahal mereka dari lahir sampai
dewasa hingga beranak-pinak juga tinggal di Amerika.”




Hmm…betul juga. Asalkan mau berusaha pasti ada
jalan, buktinya orang-orang India itu berhasil.Bagaimana ya caranya
agar anakku bisa tetap memegang norma-norma yang kami anut? “Bangunlah
komunikasi dua arah, jadilah teman buat anak, dan cari lingkungan yang
sama-sama memegang norma-norma tersebut. Kenapa? Supaya saat semangat
kita jatuh, masih ada kawan yang mendorong dan mengingatkan,” pesan
ibu-ibu di dunia maya itu.




Hmm…cara komunikasi dengan anak ternyata sangat penting. Duh,
bisakah aku merubah cara berkomunikasiku dengan Rangga. Dia anak yang
tertutup. Belum lagi, kata mereka aku harus mulai mencicil pendidikan
seks yang benar sejak dini pada anak.

Aku mengingat betul jawaban seorang ibu yang juga seorang psikolog
dalam kelompok diskusi itu, “Lebih baik anak-anak tahu dari orangtuanya
sendiri tentang seks, daripada mengetahui dari sumber lain. Dengan
begitu anak menjadi percaya penuh pada orangtuanya. Kalau mereka
bingung mereka akan bertanya pada orangtua. Alhasil, mereka akan
terbuka dan bercerita apa saja pada kita orangtuanya. Keuntungannya,
kita jadi tahu apa yang mereka pikirkan dan lakukan. Kita juga bisa
memberikan pendidikan seks yang benar, bukan yang malah merusak. Yang
paling utama lagi, kita tetap bisa memasukkan norma-norma yang kita
anut. Tapi jangan dogmatis ya, mereka malah lari nanti,” katanya
panjang lebar.




Uh, mulutku rasanya sudah tak tahan ingin segera
menceritakan hasil diskusi itu pada mas Pram. Tapi, baru minggu depan
dia kembali dari Prancis. Mas Pram…mas Pram…kau
memang suami dan ayah yang hebat. Bagiku nyaris sempurna. Satu hal
cacatmu yang sering menggangguku kini, kau tak lagi punya cukup waktu
untukku! Dulu, sebelum tidur adalah saat istimewa bagi kita. Saatnya
untuk saling bercerita, mengikat makna-makna yang tercecer dari
perjalanan hari-hari kita. Kini, pekerjaan membuatmu jarang berada di
rumah.




Ya, itulah pilihan yang telah kita ambil bukan? Andai
kau tahu Mas, ketika kau tak ada, bebanku semakin menggunung rasanya.
Membesarkan Rangga di negeri ini, dan membuatnya tetap memegang norma,
sungguh tak mudah kan Mas? Namun, hidupku adalah engkau. Aku
mencintaimu Mas, juga Rangga. Aku akan coba melakukan hal terbaik yang
kubisa. Demi Rangga, buah cinta kita…  

***




“Mama, aku boleh ikut acara perpisahan bersama
teman-teman di sekolah kan?” tanya Rangga sambil memasukkan sesuap nasi
ke mulutnya. Deg! Jantungku seketika berdegup lebih cepat.
Opor ayam yang masih tersisa dipiringku tak lagi menggiurkan untuk
kusantap. Apa yang salah dengan pertanyaan Rangga? Hasil tes ujian
sudah diumumkan. Rangga akan meninggalkan sekolah dasar. Ah, hanya
sekedar acara perpisahan anak SD, kenapa tidak boleh? Apa kata
teman-temannya nanti kalau ia tidak datang ke acara perpisahan itu? Ia
butuh pengakuan dari teman-temannya kan? Anak seusia itu kerap
mendapatkan tekanan dari teman-teman sebaya bila tampak nyeleneh.




Ya…ya…kalau ini Indonesia, aku tak akan berubah panik
seperti ini. Dua tahun telah berlalu sejak kegelisahan itu. Kegelisahan
membesarkan Rangga di negeri orang. Dua tahun pula aku mencoba
memperbaiki cara berkomunikasiku dengan Rangga. Memberanikan diri
sedikit demi sedikit membuka tabir tentang apa itu seks. Dan aku pun
berupaya menanamkan nilai-nilai adat ketimuran serta agama yang kuanut.
Perlahan tapi pasti aku bisa berdiskusi dengannya tentang mimpi basah
dan menjelaskan mengapa seorang perempuan bisa hamil. Aku mencari
buku-buku yang bisa menjelaskan soal seks secara sederhana  sesuai
dengan usianya.




Pembicaraan seputar seks ini kian gencar aku lakukan
setelah aku terkaget-kaget melihat Rangga mendapatkan penggemar wanita
pertama kali. Laura, penggemar pertamanya adalah teman satu kelasnya
sendiri. Sepulang sekolah, tiba-tiba saja Rangga mengeluarkan setangkai
bunga mawar merah dari dalam tasnya. Aku pikir Rangga akan
memberikannya padaku sebagai kejutan. Ternyata, ia malah membuangnya ke
tempat sampah.”Kenapa kau buang bunga itu Rangga?” tanyaku waktu itu.
“Laura bilang dia suka sama aku, sambil memberikan bunga ini. Hmh…aku nggak suka sama dia Ma. Lebih baik aku buang saja bunga ini. Aku kan masih kecil, belum mau pacaran.” Jawabnya polos.




Phfuih…mendengar jawaban Rangga,
keterkejutanku berubah menjadi kelegaan. O…O…Jagoanku mulai digemari
wanita rupanya. Hmm…Bangga? Tentu saja. Tapi rasa was-was malah semakin
menggunung. Ini artinya, hormon remaja Rangga dan teman-teman sebayanya
mulai bekerja. Bisa gawat kalau aku tak sering-sering berdiskusi soal
ini dengan Rangga. Sejak itu, aku mulai memberikan wacana, apa yang
boleh dan tidak boleh ia lakukan dengan lawan jenisnya beserta
alasannya. Apalagi setelah ia mendapatkan pelajaran tentang seks di
grup delapan, aku tak lagi kaku berbicara tentang pendidikan seks pada
Rangga. ”Ada saatnya Rangga, ketika kamu dewasa nanti. Ketika  kamu
jatuh cinta dan sudah menikah, ketika hubungan dengan lawan jenis sudah
dihalalkan, semua akan lebih indah dan membahagiakan,” kataku waktu itu.




Kini, Rangga sangat ingin menghadiri acara perpisahan
bersama teman-teman di sekolahnya. Kenapa begitu sulit untuk
mengijinkan? Bukankah nilai-nilai moral dan agama sudah cukup tertanam
dibenak Rangga? Bukankah aku sudah cukup berhasil membina komunikasi
dan berbicara seks dengan Rangga? Semua telah berjalan sesuai
keinginanku dua tahun yang lalu. Apalagi yang aku cemaskan? Inilah saat
ujian sesungguhnya. Aku tak mungkin menjadikan Rangga manusia yang
‘bersih dari kuman’ dan hanya mengurungnya di rumah saja kan? Rangga
juga harus terpapar ‘kuman’. Teori dan pemahamannya selama ini harus
dibenturkan agar ia mampu mengambil sikap. Ketahanan seseorang akan
teruji setelah ia bertempur di medan laga bukan? 




Gimana Ma? Mama koq lama banget mikirnya. Boleh nggak? Robert sudah bertanya terus, memaksaku untuk ikut. Boleh ya Ma?” Rangga merajuk.

Hening. Aku hanya mengelus rambutnya, tak mampu berkata-kata.

“Hmm…pasti mama khawatir ya? Tenang aja Ma, aku tahu koq
Ma apa yang tidak boleh aku lakukan. Aku tidak boleh minum alkohol,
alkohol tidak baik bagi kesehatanku.  Aku tidak boleh mendekati zina.
Aku tidak boleh melakukan hubungan suami istri dengan teman wanitaku
sebelum aku menikah. Aku belum siap, aku ingin sekolah tinggi, aku
belum dewasa. Aku tidak akan bahagia kalau semua kulakukan sekarang.
Bukan begitu Ma?”




“Iya sayang, Mama tahu kamu bisa menjaga diri. Tapi
boleh Mama menunda jawabannya? Kita bicarakan apa yang terbaik buatmu
nanti ya.”

Oh…mas Pram…mas Pram, kenapa lagi-lagi disaat genting seperti ini kau
sedang dinas ke luar negeri. Bicara lewat telepon lagi? Hmh…Semoga saja
Rangga masih sabar menunggu aku menelponmu. Aku tidak akan sepusing ini
kalau saja aku tak tahu apa yang biasa terjadi di acara perpisahan anak
SD di Belanda. Pemerintah Belanda membolehkan seorang anak berhubungan
badan pada usia 12 tahun. Dan di negeri ini, sudah tak aneh bila kondom
disediakan sebagai peralatan standar dalam acara perpisahan anak-anak
SD.




“Mas, aku bingung sekali. Menurut Mas gimana? Apa kita
membolehkan Rangga pergi? Kalau dia terpengaruh teman-temannya gimana?”
segera kuhubungi mas Pram lewat telepon genggamnya.

“Memang ini pilihan yang sulit Nesya. Tapi inilah saatnya ujian itu kan. Bekal selama ini rasanya sudah cukup untuk mengijinkan dia pergi ke acara perpisahan itu.”

“Betulkah begitu Mas? Aku selalu khawatir. Bagaimana kalau dia tergoda
ajakan temannya dan melupakan nilai-nilai yang telah kita berikan.”

“Percayalah padanya Sayang. Rangga anak yang baik. Bicarakan
kecemasan-kecemasan kita padanya. Bicarakan pula tindakan apa yang akan
dia ambil kalau teman-temannya merayunya.”




***




Sambil melingkarkan tangannya di pundakku dan mencium pipiku, Rangga
pamit,“Ma, aku pergi. Mama percaya sama aku ya Ma. Aku akan baik-baik
aja Ma.”

Dag-dig-dug di hatiku masih saja sama. Namun, akhirnya meluncur juga kata-kata itu dari mulutku, “Pergilah Sayang, Mama percaya sama kamu.”

Tuhan, lindungi anakku… Aku rela didera rasa cemas ini, demi sebuah
ujian kehidupan bagi anakku. Inilah ujian sesungguhnya bagi remaja
seusianya. Benturan-benturan seperti inilah yang akan menempanya
menjadi manusia sejati bukan? Ya, bila ia lulus. Tapi bila tidak? Oh,
tanganku mendadak dingin, nadiku pun berdenyut semakin kencang.




(Groningen-Maret 2006)


Dimuat disini : http://www.ranesi.nl/tema/budaya/kumpulan_cerpen_ranesi/kecemasan_mama060522