Thursday, June 5, 2008

Lagi-lagi Hoofddoek

Belakangan ini hari-hariku sedang padat banget. Suamiku sedang conference ke Canary Island. Sementara jadwal kerjaku seminggu full dari pagi sampe sore pulak. Mana kerjaanku, kerja pakai otot. Pulang-pulang aku harus jemput anak-anak sekolah lalu sampe rumah masih harus masak buat anak kos (walopun sering juga ngeluarin dari freezer sih). Kadang aku juga harus antar jemput anak-anak berenang, sepak bola, les piano. Wuah pokoknya fully booked, hari seperti berlari rasanya. Tapi cerita ini nggak ingin kulewatkan, jadi aku sempatkan menuliskannya sebagai catatan hati.

Hampir setiap hari, aku bekerja di rumah oma-oma atau opa yang sudah tidak punya tenaga lagi untuk membersihkan rumahnya. Kadang juga klienku belum tua tapi sakit sehingga perlu bantuan tenaga untuk bersih-bersih rumah. Biasaya aku pulang selalu capek. Kadang aku bete, karena dimarahin klien, digoblok-goblokin, kadang seneng karena dikasih hadiah-hadiah kecil, tapi kebanyakan sih biasa-biasa aja. Mereka umumnya baik-baik koq, tapi tentu ada satu dua yang out of normal.

Tapi hari ini laen. Aku pulang rasanya sambil membawa api di hatiku. Walah kenapa rupanya? Siang tadi aku dapat klien seorang wanita, umur sekitar 40-45 tahun lah. Dia tinggal sendiri, kadang berdua sama anak lelakinya yang berumur 15 tahun. Dia sudah cerai dari suaminya. Anaknya kadang di rumahnya, kadang di rumah mantan suaminya. Hanya anjing pudel putih yang setia menemani dia. Anjingnya namanya Boomer. Dia perlakukan anjing itu serupa anaknya sendiri. Anjingnya suka dikasih makan capcay dan buncis katanya. Duh jadi inget anak-anak yang kelaperan di Indo. Katanya lagi dia pernah mengalami kecelakaan mobil sehingga tulang punggungnya bermasalah. Karena itu dia butuh thuishulp yang  bantu bersihin rumahnya.

Mulanya aku masuk ke rumah dia biasa aja. DIa cukup ramah, walaupun tegas dan lugas kalo ngomong.  Waktu istirahat aku dikasih minum, setelah minumku habis aku mau lanjut kerja lagi, karena aku masih harus sedot debu rumah bagian bawah dan ngepel juga.  Eeh ndilalah dia tahan aku. "Tenang..tenang istirahat dulu aja deh," katanya. Laah nggak taunya ujung-ujungnya dia tanya tentang kerudungku. Mending kalo sekedar tanya kerudung, ujung-ujungnya dia bilang, kamu bego! Perempuan muslim yang pake hoofddoek alias kerudung tuh bego! Oalaah.. gimana hatiku tidak membara jadinya. Pelan tapi pasti si api memercik-mercik di dadaku, mukaku juga makin lama terasa panas dan memerah. Wuaduuh aura negatif banget pokoknya yang muncul!

Gimana enggak. Pertama dia bilang gini.
"Kamu pake kerudung, kamu muslim kan." Aku jelas ngangguk.
"Kamu muslim sejak lahir? Atau baru aja?"
"Dari lahir," jawabku.
"Kenapa kamu pake kerudung?" Aku mikir rada keras. Aku pernah nemu student asal Indonesia yang ditanya sama bule, kenapa kamu puasa dan dijawab,'karena itu kewajiban.' Hayyaya...udah tau dong gimana jawaban si bule,"silly!" katanya. Ya iyalah..hari gini, udah mahasiswa, kasih jawaban karena kewajiban, koq mau aja didoktrin sama agama, tanpa alasan yang jelas, gitu kan pasti pikir si bule. Karena inget si student itu lah maka aku jadi mikir rada keras, ceile.

"Karena aku merasa aman, merasa nyaman dan bahagia dengan memakainya," kataku.

Eeeh tau-tau si mevrouw langsung nyerocos ga keruan, kasarnya ngajak berantem dah hehe.

"Kamu tau nggak, perempuan muslim yang pake kerudung itu bego! Kamu boleh marah, tapi menurutku begitu, terbelakang! Kan kalau di mesjid kalian harus dibelakang laki-laki kan duduknya. Terus kalian harus pake kerudung. Buat apa? Artinya perempuan Islam tuh dibawah laki-laki, nggak sederajat. Menurut saya itu tuh 'dom' (goblok). Naa laki-laki boleh kemana-mana bebas nggak perlu ditutup-tutup, kenapa perempuan harus ditutup? Saya pernah liat perempuan pake hoofddoek tetangga saya waktu dia ga pake kerudung. Ya ampuun ternyata dia cantik bangeeet, rambutnya panjang sekaki! Coba bayangin, ngapain dia tutup-tutup semua kecantikannya itu, katanya cuma buat suaminya, sementara suaminya bebas ngeliat-liat dan diliat orang lain."

Duh...kalo ngejelasin pake bahasa Indonesia sih gampang. Lha ini kudu ngejelasin pake bahasa belanda dengan topik yang macam gini, pusyiing nggak pala gw. Akhirnya aku jawab lah dengan bahasa belandaku yang ala kadarnya.

"Mevrouw, laki-laki  dan perempuan itu beda. Laki-laki itu dari mata aja bisa cepet horney (ngejelasin dalam bahasa belandanya sih aku ga pake istilah horney hehe, muter-muter ga jelas dulu sampe akhirnya si mevrouw paham karena aku ga tau horney bahasa belandanya apa xixixi). Naa kalo perempuan kan enggak, kudu diraba-raba dulu baru horney."

Laah si mevrouw langsung nyolot lagi. " Siapa bilang, perempuan juga sama aja tauk, dari mata bisa horney," gitu deh katanya kira-kira.

Aku mencoba melunak karena ga pengen suasana memanas sambil juga  bingung kudu jawab kumaha. Karena aku tau, kami udah beda paradigma, dan dia ngotot banget, bukannya mau menghargai keyakinan orang malah mau memaksakan pendapatnya, jadi ga mungkin bakal akur dah (persis deh kaya berantemnya aliran-aliran agama di Indo :( ). "Ya mevrouw, tapi mungkin kultur juga pengaruh ya. Kalo di negaraku, dengan pake kerudung perempuan jadi ga gampang kena pelecehan seksual," lanjutku.

"Yaa tapi kan kamu tinggal disini. Ini nederland, nggak kaya begitu. Kamu punya anak, kamu kerja, kamu punya kehidupan sendiri, kenapa kamu harus nggak sederajat sama laki-laki. Kamu nggak bisa ajarin itu ke anak-anakmu, itu nggak bagus."

Ggrh giliran aku nih yang nyolot. "Mevrouw, aku nggak ngerasa nggak sederajat sama suamiku. Biarpun aku pake kerudung, biarpun kalo di mesjid duduk di belakang, aku tetap ngerasa sejajar aja ko sama laki-laki."

Walah aku lupa deh urutannya gimana, pokoknya terus si mevrouw ngomong lagi begini.

"Tau nggak aku tuh suka takut ngeliat imam-imam yang berjenggot yang katanya teroris teroris itu."

"Tapi nggak semua orang Islam tuh teroris mevrouw. Islam di Indonesia tuh moderat (*sigh* sambil dalam hati inget FPI dan huru hara di Indo ).

"Ya aku tahu sih. Tapi kamu tau nggak, Quran tuh oude (tua), trus sama aja kan sama bible, dapatnya dari mulut ke mulut. Sebenernya udah ga bisa tuh dipake lagi, itu terbelakang.  " Redaksinya ga begitu sih, tapi kira-kira gitu deh, karena aku juga kadang nggak gitu nangkep omongan si mevrouw.Intinya menurut dia, Quran dan Islam tuh identik dengan keterbelakangan.

"Terus kalian musti sholat lima kali sehari kan? Kamu sholat?" tanyanya lagi.

"Iya,"jawabku.

"Waah kalo aku nggak kebayang deh musti 5 kali sholat, buat apa coba. Aku juga tetep nggak bisa ngerti sama orang yang pake kerudung, dom!"

Hiii bete banget ga sih dengerin dia ngomong dom dam dom dom dam dom berkali-kali.

"Mevrouw, semua itu tuh membuat aku mengalami pengalaman spiritual yang nggak bisa dikatakan. Bahagia yang ga bisa dibilang."

"Spiritual apa? Saya juga pernah ngalamin pengalaman spiritual. Saya pernah kecelakaan,saya udah mau mati dua kali, tapi nggak ada tuh saya disuruh macem-macem sama Tuhan.," sanggahnya.

Huaaa capee deh.

"Setiap orang tuh beda ya mevrouw, ga bisa disamain pengalaman spiritualnya," kataku.

Aku masih pengen ngomong lagi, tapi rupanya kami udah terlalu lama bicara, aku musti lanjutin kerja, dia juga udah gerah kali sebel ngeliat gw yang ngeyel hihi. Akhirnya dia pergi nyiram taneman.

Tapi untungnya nggak lama dia adem lagi ngajak ngomong yang lain. "Kamu dulu di Indonesia sekolah?" tanyanya. Aku ngangguk doang, males ngejelasin. Eeh dia tanya lagi.

"Sekolah apa?"
"Dari universitas," jawabku. Eeh dia ga berhenti tanya.
"Jurusan apa?" Hmm karena aku pernah mewek waktu aku ditanya macam ini dan kujawab jujur (karena aku jadi kangen sama kerjaanku dulu hiks), akhirnya kujawab aja dengan sedikit tidak jujur.
"Obat-obatan."
Dia bengong. "Haa lalu ngapain kamu kerja ginian?"
"Suamiku student Mevrow, uang kami nggak cukup, jadi aku harus kerja, sementara ijasahku disini ga laku, aku harus ngulang sekolah dari awal lagi. Tapi nanti bulan depan aku udah ga kerja lagi koq, karena suamiku udah mau selesai sekolahnya. Aku berencana mau lanjutin sekolahku." Sekalian aja kujawab gituh biar naekin mutu dikit dah.

Tapi tetep aja, bukannya lega, sewaktu pulang aku masih bawa panas di dada. Hmm gitu ya rupanya bule bule itu berpikir tentang kerudung dan Islam, terbelakang?. Karena masih terbawa suasana, waktu ngejemput Malik dan ngeliat orangtua temen-temen Malik yang berjejer duduk berpanas-panas ria, aku menyendiri dan jadi mikir, oo gitu ya rupanya kalian memandang aku. Terserah deh, gw ga butuh pengakuan kalian, kataku dalam hati. Laaah diriku ko malah jadi bete sama semua bule-bule ituh, paraah... men-generalisir sekali duong deh...

Tapi sampe rumah aku udah sembuh koq, ga bete lagi liat bule, apalagi kalo ganteng huahehe dasaar dasaar, bacanda boo..suami gw tetep ga ada duanya dah xixixi.

Dus, moral of the story yang kudapat hari ini adalah, aku jadi bertanya-tanya sendiri ke diriku, kenapa ya aku pake jilbab? Kalau bukan karena sekedar kewajiban lalu apa?  Gimana sebaiknya aku menjawab kalau orang-orang, lagi-lagi bertanya kenapa aku pake jilbab?

Mungkin sebetulnya jawabannya so simple, apa sih yang kita cari di dunia ini Mevrouw, dan mau kemana kita nantinya? Kita hidup mencari kebahagiaan  bukan? dan ingin bahagia seterusnya bukan? Tapi bahagia yang seperti apa? Apakah dengan memamerkan kecantikanku aku bahagia? Apakah dengan merasa sederajat dengan lelaki aku bahagia? Kalau iya, apakah itu yang namanya kebahagiaan sejati? Yang bisa membuat hati damai tentram, dan tergugu karena sebuah nikmat  yang tiada tara. Bukan hanya bahagia semu yang membuat hati kering dan hampa.

Kerudungku ini Mevrouw, dengan segala ketidaksempurnaan  yang ada selama aku memakainya, bagaimanapun telah mengantarkan aku pada sebuah proses pencarian kebahagiaan itu. Semoga saja  bermuara pada surga, kebahagiaan sejati yang rasanya tentu seperti di surga.