Sunday, March 21, 2010

Getting Old

Getting older isn’t nice, is it? I’m always happy if someone said that I’m still like a teenager or a student. My heart always flies if my new friends were surprised and said “ What? Do you already have two big children? Are you kidding? You look so young!” I smiled gleefully when I walked with my children, met with other people and they said,”Are they your nephew and niece?” Or even worse they would said,”Are they your brother and sister?” What? My children? Brother and sister? Oh come on, I’m not that young, they are my children, indeed! Even though I was a bit insulted but there was a pleasant feeling crept, deep in my heart.

But, if I looked at the mirror, saw a white-hair in my head, my heart would trembling. If I touched and noticed a large lump under my belly skin, my heart would screaming. If I realized that the age of forty is crawling to me in the upcoming years, I was scared. All of those fact saying that being young always makes me glad, but being old is a nightmare. I wish I could live forever young. I wish I could drink every pills that could prevent my aging time.

Sometimes, when I woke up and realized that I’m getting older, I sat still and pondered,”Where am I now? What I have been doing in my life? I just feel like I was still studying and enjoying my youth, but that was 15 years ago. And it seems that I just married and was cuddling my first baby, but that was 10 years ago. Hmm, the next 10 years my children should be in the university and the next 15 years perhaps I will have a grandchild. Oh God, how fast time flies! Then, my heart pounded and my stomach lurched. I sank in an anxiety feeling, the fear of being old.

Terrible, isn’t it? But, that is women. Ups, oke, not all of women of course. At least, that is me, a woman who suddenly have those feeling on her birthday. Luckily, I’m surrounded by love so I can get out from my worry. My husband always ‘wake’ me up and my children always cheer me up. When my daughter made a wish for me, she said,”Ya Allah, I hope my mom will still alive after her thirty six years old.” And my son continued,” Ya Allah, I hope my mom can still kind and beautiful always.Amin.” I smiled and giggled, what a beautiful wishes. I couldn’t imagine it came out from the lips of my two babies who look so mature now. Then, they made a small party for me. Each of us threw a balloon up with our left hand and the other hand tried to fall down others balloons. We jumped, ran, screamed and laughed! I laughed and felt so grateful. “Hmm, being old with all of what I have is not bad, actually,” I murmured.

A while later, when my children had slept, I lied in my bed and remembered what was happened a day before at 12 o’clock in the night. Here came besides me, a man whom I shared all of my live in the last 12 years. “Happy birthday Honey, I wish your dream come true. I don’t know why, but with our happiness and sorrow that we have been going through, with your struggling to live with me here that I know is so hard, day by day, I love you more and more. I wish we will always be together, forever.” My heart was melting. My tears was hovering in my eyes. We hugged to each other so fast as if we will never be apart. Then, we talked about our past time that we have been going through together. We smiled at our sweet memories; tears of our sorrow, difficulties when nurturing our kids, our traveling, our spiritual journey and our age that getting older, and then I said, ”You are the best birthday present in my live, I’m so grateful to have you. I never regret spending my last 12 years with you, even though there are a lot of bitterness, but there are always sweetness in the end.”

That night was so sweet as a happy ending story in an Indian movie. But our conversation then make me realize that being old together with him, raising my children together with him, watching our children growing together, and reaching our dream together is a bless. How if I should live alone and getting older without someone besides me? Having a family is a gift because not everybody can build a family. I should thankful with what I have. So why should I worry about getting older then? Yes of course, because I’m not a holly man that have no worried about the future. But, well at least, I realize more now that my family is my germ. I shouldn’t worry about being old, I should worry if I’m getting old but I can’t be a good spouse for my husband and a lovely mom for my children. As Plato said,” The spiritual eyesight improves as the physical eyesight declines,” getting older means that I should be a better person inside even though I loose my beauty outside.

So now, am I happy if my belly getting bigger and there is no more people say that I’m look young? Uhm..I’m afraid…I’m not that good. Again, I’m not a holly man who doesn’t care about more wrinkle and the tummy fat. But, well at least, now I can say that getting older is a fact but looking older and getting rotten inside is a choice. And I choose not to look older nor get rotten inside. I hope, I’ll try…

Monday, March 15, 2010

Lala dan Malik bicara ‘vrijen’ (hubungan suami istri)

Kapan hari sepulang sekolah, Malik, 8 tahun, tiba-tiba nggremeng sendiri sambil nyanyi-nyanyi, ngomong gini,”Ik heb seks met Liane, Ik heb seks met Liane.” What?! Langsung dong telinga ku berdiri dengernya. Waduh, anak gw mulai ngomong-ngomong soal ginian, pasti dari temen-temennya nih, mulai panik dong diriku, kuatir temen-temennya udah meracuni dia yang enggak-enggak. Aku yang ada di lantai dua sampe turun tangga dan mencoba mendengarkan lagi baik-baik takut aku salah denger. Tapi enggak tuh, Malik bener-bener ngomong gitu, dan aku tahu banget, Liane itu satu-satunya temen perempuan sekelas Aik yang dianggap temen sama Aik. Temen perempuan lainnya kata Aik bukan temen, bener-bener cuma Liane seorang. Jadi menurut Aik, temen Aik itu adalah temen laki-laki yang deket sama Aik (ada 10 orang) plus Liane, padahal ada 30 orang anak di kelas Aik.

Hmm…aku langsung tuing-tuing lah, suara sirene gawat darurat mulai meraung-raung di telingaku, wah ini ga bisa didiemin aja nih. Aku lalu turun pura-pura ke dapur terus nyamperin Aik dan Lala (10 tahun) yang lagi baca di ruang tamu.

“Ik, tadi dari atas Bunda denger Aik ngomong tentang Liane, Aik bilang apa Ik?”

Iets, (ngomong dikit),” jawab Aik singkat, sambil matanya tetep ngeliat lego di depannya.

“Ngomong apa tuh Ik?”

Niks (nothing),” Aik  tetep cool maenin legonya di meja.

“Oh Bunda tau, aik tadi bilang ‘Ik heb seks met Liane kan.”

Aik nyengir malu. “Itu Alex yang bilang Bun, Aik cuma ikutin temen Aik.”

“Mm..seks itu apa sih ik?”

“Ga tauu.” Aik jawab cool  sambil tetep maenin legonya.

Ik heb seks met liane itu artinya aik menikah sama Liane, aik samen slapen (tidur bareng)  sama Liane.”

Wat?!Owh..” Aik nyengir kuda sambil kaget dan rada malu. Rupanya AIk bener-bener sekedar ikut-ikutan.

Lalu aku cerita ke suamiku  malemnya, tapi kata suamiku,”Ga mungkin deh dia taunya cuma dikit, pasti dia tau lebih banyak dari temen-temennya itu, anak Belanda gitu lho.” Akhirnya aku sepakat sama suamiku bahwa sudah saatnya kami harus diskusi lebih jauh soal ini sama anak-anak, pelan-pelan, karena sadar umur mereka sudah beranjak besar dan kami mau mereka tahu soal itu bukan dari temen-temennya, takutnya malah ngawur. Kami pengen orangtuanya dulu deh yang jelasin, dengan catatan ya harus dengan yang ringan dan lucu dong, biar anak-anak ga ragu dan malu ngomong soal gituan sama orangtuanya.

Malamnya, kebetulan kami lagi liat majalah anak-anak bareng, ada cerita tentang valentin, anak ABG lagi jatuh cinta dan ciuman. Mulai deh suamiku mancing-mancing  Aik sambil ngajak maen-maen.

Ik heb seks met Aik, Ik heb seks met Aik,” kata suamiku sambil belagak joget-joget dan nyengir.

“Ayah! Itu ga boleh! Ga boleh toh Bunda?” sengit Aik.

“Iya itu namanya homo dong. Seks itu harus menikah dulu kan, sebelum samen slapen.”

“Aik juga samen slapen sama ayah, sama bunda.”  jawab Aik polos tersenyum manis sambil meluk ayahnya.

Hwalaah hihihi, si Emak mulai bingung dah, jawabnya pegimane ye.

“Hehe, maksudnya samen slapen yang sampe bisa bikin anak gitu Ik.”

Si Emak ketar-ketir, kuatir anak lakinya ini tanya lebih jauh lagi. Eh tapinya terus Aik diem aja, ga nanya lebih lanjut dan ga tertarik. Sip, berarti bahasan soal ini bisa berhenti dulu deh.

Hari berlanjut, sejak itu ga ada lagi pembahasan yang bikin ketar ketir itu, sampe tadi setelah makan malem. Tadi itu, suamiku masih nemenin aku di dapur dan Lala nemenin juga di meja makan sambil baca buku (Duh, perasaan kalo nulis soal Lala, pasti lagi baca buku mulu hehe), sementara Aik, lagi asyik maenin bola.

Nah ceritanya, aku tuh lagi ngajak suamiku ngerumpi, biasa deh emak-emak, urusan ngerumpi susah bener insapnya, ampyuun! Kalo suamiku nolak dengerin, terus ngingetin ga boleh ngomongin orang, eeh aku malah bete.”Hii ayah, kan cuma diomongin ke ayah doang, diambil hikmahnya dong Yah, masa ga boleh. “ Akhirnya si Ayah yang ga doyan ngerumpi terpaksa nurut daripada dibetein bininya xixixi. Dulu-dulu sih acara ngrumpi-ngrumpi di depan anak-anak tuh selalu tenang dan damai, mereka ga pernah pengen tau. Tapi setelah keduanya beranjak besar, mereka pengen tauuu aja, wuaduh, tanda-tanda si Emak kudu insap ngerumpi kali yee hehe.

Jadi pas aku lagi seru-serunya cerita ke suamiku, anak-anak ribut nanya,”Apa Bun, apa?” Siapa Bun, siapa?” Hoalaaah, gawaaat! Terpaksa deh si Emak nyeritain dengan versi lain yang kudu ada moral of the storynya dong biar  si Emak tetap tampil baik, bukan tukang ngerumpi gitu loh, judulnya si Emak ga tau malu xixixi!

“Itu lho Nak, ada temen Bunda, yang vrijen, padahal belum menikah.” Aku ngomong vrijen dengan enteng aja ke Lala, karena Lala suka baca buku dan waktu itu aku tanya vrijen dia bilang dia udah tau, meski aku ga tau sejauh apa dia tau.

“ Pokoknya ya, nanti mba Lala kan perempuan nih, udah mau puber, kalau mba Lala verliefd (jatuh cinta) ya nggak boleh pegang-pegang, cium-cium apalagi samen slapen sebelum nikah. Ada lho yang masih SMP atau SMA belum nikah, vrijen, terus hamil, gimana coba anaknya kan kasian, terus sekolahnya juga jadi ga bener. Aik juga nanti kalo udah besar, laki-lagi ga boleh bikin hamil sebelum nikah. Oke?”

Lala yang aku tahu lebih tertutup dan ga se-open Malik dalam ngomongin apapun, cuma ngangguk. Aik terus pergi maen di ruang tamu yang ga jauh dari dapur. Hmm..syukurlah Aik ga tanya lebih jauh, artinya kupikir dia memang taunya belum dalem-dalem amat dan ga terekspos yang buruk-buruk amat dari temen-temennya.

“Mba..mba…,” Aku lanjutin topik ke Lala, ga mau nyia-nyiain golden moment ceritanya. “Mba Lala kan sebentar lagi grup 8 (kelas 6 SD) dapet pelajaran seks dari sekolah kan. Nanti mba Lala cerita sama Bunda ya, mba lala diterangin apa aja di sekolah, biar Bunda bisa kasih tau mana yang kita ga boleh. Soalnya kita beda sama orang Belanda La. Orang Belanda boleh-boleh aja vrijen belum menikah, kalo kita kan ga boleh.”

“Oke Bun.” Lala cuma jawab gitu doang, terus balik lagi melototin bukunya.

“Ntar..ntar…by the way..Vrijen itu apa sih La? Emang mba Lala tau?“ Hehe Bunda nyengir rada ketar-ketir sambil berharap mba lala mau terbuka.

“Iya tau.” Lala nyengir malu-malu.

“Apa sih, Bunda pengen tau?”

“Ya itu Bun, aku ga bisa jelasin,” kata Lala. Waduh nih anak bikin si Bunda meraba-raba kebingungan.

Vrijen itu neuken,” Aik yang lagi maen di ruang tamu tiba-tiba nyaut.

“Hahaha neuken in de keuken (di dapur),” kata ayah. Duh si ayah saruu!

Aku kedip-kedip dong sama suamiku, wah ternyata bener, Aik tau lebih banyak!

“Apa itu Mba?”

“Ya itu yang dibilang Aik hehehe.” Lala nyengir lagi.

“Apa itu Ik?”

“Ya itu Bun.”

Halaah susah amat ngoreknya. “Itu apa sih Ik bunda ga ngerti nih, bahasa Indonesianya gimana, coba coba kasih tau Bunda.”

Vrijen itu kalo pegang-pegang aurat,” sahut Aik lagi.

Hwaaa Aik beneran tau lebih! Aku tambah kedip-kedip lagi sama suamiku.

“Wah iya Ik, Aik betul!” kataku. Terus Aik nyamperin kami ke meja makan mau ambil sesuatu. Eh tiba-tiba, Aik menggerak-gerakkan badannya  kaya orang nari, sambil telapak tangannya megang-megang perut, dada dan  bagian tubuh yang lainnya, terus dia meliuk-liukkan pinggangnya. Sambil nari-nari bergaya penari stiptis gitu, Aik cengar-cengir berulang-ulang ngomong gini.”Ik vrijen met mijn self, Ik vrijen met mijn self.”

Bwhahahaha kontan kami semua ngakak ngeliat gayanya Aik plus omongannya yang kaya gitu hihihi. Karena vrijen = pegang-pegang aurat, berarti vrijen met mijn self itu = vrijen megang-megang aurat sendiri hahaha! Duh gimana gw ga ngakak coba xixixi.

Tapi meski sambil keketawaan gitu, lumayanlah aku jadi tahu sejauh mana pemahaman anak-anakkku soal vrijen ini dan anak-anak mudah-mudahan tetep mau ngomong soal ginian tanpa sungkan, terutama buat anak gadisku yang karakternya tertutup itu. Yang jelas, peer selanjutnya masih menunggu dan masih banyak pastinya, Welcome to the jungle of puber time deh Mak!

Wednesday, March 3, 2010

My second book: 'Family Traveler'

Finally, my second book, selengkapnya di : 'Family Traveler'

“Sesungguhnya, buku ini kutuliskan sebagai salah satu bentuk syukurku pada Allah, pemilik ragaku. Dia, dengan segala kuasaNya, telah memberi aku kesempatan menjelajahi negeri-negeri orang, yang sebelumnya tak pernah terbayangkan. Menuliskannya, bagiku sama seperti membuat peer (pekerjaan rumah) dari Tuhan.”

Demikian penggalan dari pengantar penulis yang kubuat dalam buku ‘Family Traveller’. Sudah lama memang aku ingin menuliskan kisah perjalananku selama traveling di beberapa negara di Eropa dan ketika gayung bersambut, aku selesai menulisnya, aku sungguh lega. Ternyata tak butuh waktu lama, empat bulan setelah naskah kuserahkan pada penerbit, bukunya sudah selesai cetak. “InsyaAllah Jumat ini (5 Maret 2010) udah ada di semua toko buku besar, seperti Gramedia, Gunung agung, TM Bookstore,” kata penerbit. Waah senangnya!

Selasa, tanggal 23 February lalu, tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba aku diwawancara radio Ranesi Belanda, dan akhirnya aku lebih banyak ditanya soal buku ini. Salah satu pertanyaannya menarik,”Apa hubungannya dan apa manfaatnya pengalaman jalan-jalan di Eropa untuk masyarakat Indonesia?” Aku sempat merenung sejenak mengingat apa yang telah kualami dan kutulis. Tapi akhirnya, aku dengan yakin menjawab bahwa buku ini sangat berkaitan dengan masyarakat Indonesia, karena aku menuliskan hikmah dari perjalananku, tips-tips bagi yang mau traveling murah di Eropa, kritik-kritik sosial berkaitan dengan Indonesia, tips agar bisa berlibur dengan fun bersama anak-anak, juga menyimpulkan bahwa kalau yang dicari kebahagiaan, sesungguhnya liburan bersama anak itu tidak harus jauh dari rumah dan mahal. Kalau bisa ya Alhamdulillah tapi kalau enggak….gimana?

Penasaran kan? So, tunggu apa lagi, segera hunting dan selamat membaca bukunya yaa!