"Bunda sekarang udah ngga suka marah lagi," kata Lala pagi tadi. Ayah langsung nyolek-nyolek bunda sambil kedip-kedip mata dan bilang,"Tuh liat, anakmu tuh," goda ayah. Bunda langsung mesam-mesem deh.
Wuah ternyata...sebagai ibu, kita memang selalu butuh 'batre' baru dan butuh suasana baru untuk mengingatkan lagi dan lagi agar kembali ke jalur yang benar dalam urusan parenting. Jatuh bangun dalam pengasuhan rasanya nggak jauh beda sama naik turunnnya iman. Jadi, 'batre' itu sangat-sangat membantu untuk kembali bangkit.
Karena 'roda' dalam rumahku bulan belakangan ini kembali berputar kencang, aku terbawa arusnya. Bekerja sebagai cleaning service di rumah sakit, walaupun hanya 2,5 jam saja sehari, cukup menguras tenagaku. Walaupun sekarang aku mulai terbiasa, dan malah menganggapnya sebagai suatu kegiatan olahraga, tapi awalnya aku sering sekali pulang dalam keadaan capek. Capek artinya gampang naik darah. Ditambah lagi, sejak beberapa minggu lalu, aku pun kerja pagi di thuiszorg. Kerjaku membersihkan rumah orang-orang tua yang sudah tidak berdaya, sakit karena tua dan tak bisa lagi membersihkan rumahnya. Aku kerja pagi saat anak-anak sekolah, walaupun tidak setiap hari, tapi rupanya fisik aku belum terbiasa. Karena itu lah segala teori parenting gampang sekali lenyap dari kepala. Yang ada, pulang kerumah aku lebih banyak diam dan gampang tersulut.
Akibatnya, Lala, yang sangat pintar membaca bahasa tubuhku, jadi gampang menangis. Walaupun akhirnya kami selalu berpelukan dan bermaaf-maafan, tapi aku sadar, aku sudah 'out of control'. Dan beruntungnya, tanggal 24 dan 25 November kemarin, Ibu Rustika Thamrin, psikolog dari yayasan Kita dan buah hati datang ke Belanda. Beliau memberikan training "Komunikasi dalam Pengasuhan Anak" untuk ibu-ibu di Amsterdam.
Dulu sekali, sebelum aku datang kemari, aku sudah pernah mengikuti pelatihan ini. Saking kepinginnya bisa ikut training ini sebelum pergi ke Belanda, aku mau bela-belain mengkoordinir acara itu. Aku bekerjasama dengan sekolah Bumi Limas milik mba Luna, mencari peserta, supaya acara bisa berjalan dan ga nombok. Alhamdulillah bisa terkumpul 15 orang untuk memanggil trainer dari yayasan kita dan buah hati Jakarta untuk bicara di Bandung.
Sesampainya di Belanda, aku mencoba mempraktekkan hasil pelatihan itu. Mencoba menghindari 12 gaya populer komunikasi (memerintah, menyindir, menyalahkan, mengancam, meremehkan, membandingkan, mencap, membohongi, mengkritik, menganalisa, menghibur, menasehati) yang sebetulnya tidak baik dampaknya buat anak. Aku pun mencoba untuk mendengar aktif , mendengar anak dengan mata dan hati, menerima mereka apa adanya, mengenali perasaan yang muncul dan memberi nama perasaan tersebut, mencoba 'piknik' ke pikiran dan hati anak, dan lain-lain.
Berhasilkah? Hmm...aku ga tahu. Semua proses. Tetap saja kadang aku terlupa. Dalam kondisi capek, marah, sibuk, lagi-lagi telunjuk bermain, lagi-lagi ancaman keluar, lagi-lagi memerintah, menyindir, masih saja kerap kugunakan. Setelah bu Elly Risman datang ke Belanda, dan semangatku kembali bangkit, aku mulai membetulkan lagi cara-cara komunikasi yang salah dengan anakku.
Tapi begitulah...setiap roda kembali berputar kencang, mudah sekali aku kembali terlupa. Mengapa? Aku tahu, karena belasan tahun aku dididik dengan 12 gaya komunikasi yang sudah sangat populer itu, tentu tak mudah untuk merubahnya. Memori itu sudah merekat sangat kuat, sehingga dia akan berloncatan dengan sendirinya ketika diriku sudah 'out of control'. Beruntung 'batre' baru kerap dihadirkan dalam hidupku.
Saat pelatihan, aku kembali diingatkan bahwa anak-anak adalah pembaca body language yang sangat pintar. Bahasa tubuh yang kita tampilkan, 90 % pesannya lebih terbaca oleh anak. Isi pesan hanya 7 % saja sampainya ,sedangkan, suara hanya 3 %. Jadi, senyum yang dipaksakan ke anak, maaf yang hanya basa-basi, sungguh dampaknya nggak baik buat anak.
Aku juga diingatkan lagi, bahwa 'sungai' emosi kita tak boleh terbendung terus menerus oleh karung-karung pasir. Kalau itu terjadi, dampaknya biasanya akan terlihat saat usia mid life. "Karena itu banyak orang depresi, bercerai dan lain-lain di usia midlife," kata bu Tika. Dampak ke anak, anak lah yang biasanya jadi korban emosi kita yang terbendung itu. Anak salah sedikit aja, marah kita hebohnya luar biasa. Dampak lebih jauhnya lagi, anak yang kerap diabaikan perasaannya, yang hubungan komunikasi dengan orangtuanya buruk, tentu akan menjadi anak yang rapuh. Mereka jadi tak bisa berempati, gampang terpengaruh, tak mandiri, tak bertanggungjawab, tak bisa menjadi problem solver dll.
Padahal, jaman sekarang, pengaruh dari luar, seperti banjir. Kalau kita ga bantu anak untuk mandiri, mempunyai internal motivation dan konsep diri positif, akibatnya bisa berabe. Apakah generasi produk masa lalu harus kembali terulang? Padahal kita tahu sendiri hasilnya seperti apa. Ya seperti kualitas manusia Indonesia kebanyakan yang ada sekarang ini (termasuk diriku tentunya :-)).
Gimana caranya supaya 'sungai' bisa lancar mengalir? Karung-karung pasir itu harus disingkirkan, baik orangtua maupun anak. Keluarkan emosi negatif kita sendiri dan dengarkan perasaan anak agar anak juga bisa menyalurkan emosi nya. Marah, asal ga berlebihan, ga masalah. Kalau udah nggak tahan, cukup katakan bahwa kita sedang marah. Kalau perlu 'Time Out' dulu, cari waktu buat menenangkan diri sebentar, setelah itu baru lanjutkan pembicaraan dengan anak. Dengan mengeluarkannya, anak akan belajar mengenali perasaannya, peka terhadap perasaan orang lain dan juga belajar memanage emosinya.
Buat aku, yang masih sering terlupa adalah mengungkapkan emosiku sendiri ke anak. Untuk mempermudah mengingat, gunakan 'Pesan Saya'. Rumusnya begini: Bunda merasa ....kalau....karena....(konsekuensi) Contoh kalimatnya begini,"Bunda ga suka, bunda terganggu kalo aik main-main terus sambil makan, karena .....atau Bunda lama-lama kesal kalau lala dan aik lama sekali pake bajunya karena...bisa terlambat sekolah." Biasanya yang aku lakukan kalau sedang dalam kondisi capek, aku mengeluarkan kalimat seperti ini: "Ayo makannya cepet, ga usah main2! Ayo cepet pake bajunya nanti telat!"
Dengan cara seperti itu anak tidak belajar bahwa apa yang dilakukannya berdampak buat orang lain. Dia ga tau bahwa mamanya akan kesal, orang lain terganggu dan lain-lain.
Sebaliknya kalau anak sedang bermasalah, kita harus bisa 'mendengar aktif'. Kuncinya dengan kalimat ini," Kamu....(perasaan) ...karena....(alasan)". Misal Lala nggak bisa bobo udah malem padahal besok sekolah. Tapi sebenernya dia juga udah kepengen bobo. Biasanya aku bilang gini," Ayo mba bobo, coba deh merem, besok kalo telat bangun gimana."
Mestinya kita coba piknik ke dalam dirinya dan bicara dengan kalimat begini,"Mbak lala lagi bersemangat mikirin sesuatu ya, jadi susah bobok." Gara-gara kemaren aku ngomong begitu lala lansung bilang sendiri,"Mbak lala hari ini ga terlalu capek bun, makanya mbak lala jadi ga bisa bobok." Terus dipeluk sebentar bobok deh.
Intinya, aku jadi diingatkan kembali untuk respek sama anak, untuk mendengar dengan mata dan hati, menamakan perasaan anak dan mencoba mengembangkan internal motivation dalam diri mereka. Tapi selain itu anak juga harus belajar disiplin. Ini bisa dilakukan dengan rumus 'pesan saya' tadi. Wah panjang deh pokoknya ceritanya. Kesimpulannya kalo disiplin dan kasih sayang kita lakukan secara seimbang, 'pesan saya' dan 'mendengar aktif' kita lakukan secara seimbang, insya Allah...komunikasi kita dengan anak akan terus hangat, anak akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, bertanggungjawab, bisa jadi problem solver dan kita akan mudah melewati masa-masa sulit pengasuhan.
Oya pas di Amsterdam aku mengorek-ngorek cerita ibu-ibu yang anaknya udah mulai ABG. "Wuaah bener Nes, isinya beranteem melulu aku sama dia," kata temenku. "Iya sejak umur 11 tahun dia jadi pendiam, suka rahasia-rahasiaan," kata temenku yang lain. Pokoknya seru deh, malah katanya lebih seru dari terrible two.
Usia 11-17 thn dalam psikologi memang dikatakan sebagai usia terberat (selain terrible two, dan mid life) dalam fase kehidupan manusia. Terjadi lagi 'gonjang-ganjing' dalam tubuh anak remaja, yang bakal membuat ortunya senewen berat. Dan dengan komunikasi yang oke, masa sulit ini akan jauuh lebih mudah untuk dilewati, begitu kata ibu Tika. Sekarang lala udah mau 8 tahun, 3 tahun lagi...hmm..welcome to the jungle! Moga-moga dengan sering-sering mendapat ' batre' aku jadi bisa lebih siap memasuki 'jungle' itu.
bagus banget nih nes.. gw copy paste dan kirim2 ke temen boleh yaaa..
ReplyDeleteSenang banget bisa baca tulisan ini, sekaligus jadi disergap kangen sama keluarga yang sedang jauh.
ReplyDelete* garuk-garuk *
Nes, tulisannya alus pisan & gue berharap sama supaya gue, orang yang membaca & tentu yang menulis, bisa berangsur-angsur mengubur 12 gaya ngobrol yang negatif.
Seperti makan bakmi komplit baca tulisan ini. Orangtua mesti seperti ini ke anak kecil & juga kita manusia, seharusnya selalu seperti ini kesiapa aja.
Gaya bahasa, intonasi bahasa tubuh, sering lebih jauh lebih berpengaruh dari "isi" & maksud dasar.
Terimakasih sudah berbagi.
Ngomong-ngomong, kalau tulisan ini mau dikutip, boleh gak?
:-)
Dua orang masuk, pertanyaannya sama:
ReplyDelete"Boleh dikutip, gak?"
Hehehe.
TFS mom Agnes
ReplyDeletehmmm 12 gaya komunikasi itu ada artikelnya?
ReplyDelete"baguus tulusanya Nes :),nuhuunnya"
ReplyDeleteTFS ya Agnes...berguna sekali buat single mom ;) Khawatir juga ya, semoga sampe gede nanti anak-anak teteup bisa terbuka sama aku :(
ReplyDeleteyup alhamdulillah... batre saya pun kena charge lagi nih. TFS ya...
ReplyDeletembak, ma kasih bgt ya tulisannya
ReplyDeletesadar bgt nih aku masih sering menjadikan anak jd pelampiasan emosi.. keselnya sama siapa jd sumbu pendeknya ke anak :(
mama: makasih ya mbak... mesti aware terus ya berarti....aku juga kadang lupa sama teori2 gini, untung diingetin, sekali lagi makasih mbak...
ReplyDeleteTerimakasih untuk selalu mengingatkan... :))
ReplyDeletembak Agnes makasih bgt ya.. jadi nyadar deh klo aku jg suka ngelampiasin emosi ke anak, apalagi klo pas capek plg ktr ato pas ada masalah..
ReplyDeletemungkin butuh batre juga nih, bagi2 lagi ya mbak ilmunya :)
Agnessssss, thx ya say..
ReplyDeletejd serasa di-charge nih batereku...
makasih ya Nes, udah ngingetin.
ReplyDeleteMakasih Mbak Agnes, jadi semangat lagi untuk berusaha 'sabar'..:-D
ReplyDeleteMbak, ttg 12 gaya populer komunikasi, saya pingin tanya: Kalau misalnya kita mengancam sekaligus memberi kabar gembira pada anak, kira-kira dampaknya bagus gak ya?
Seperti begini, Rara (anak saya) malas sekali memakai Kaus Kaki tebal saat musim dingin begini. Nah, terus kita mau jalan-jalan ke pasar. Dianya masih gak mau pakai Kaus Kaki. Nah, kita bilang: Ayo pakai kaos kaki dulu, nanti kalau udah, baru boleh ikut kepasar..:-)
Ini termasuk mengancam ya? :-D
Selamat ya, udah full bat dong! Tq dah bagi2 batre nya!
ReplyDeletemba Agnes.... TFS banget.. nget.. nget.. klo ada stok lagi jng lupa bagi2 ya... daku menampung ilmu neh, meski blom punya anak, tp ponakan bejibun, hehe.. soale daku sering *ketiban sampur* jd penitipan keponakan neh..
ReplyDeletewah.. mbak agnes sih emang TOP
ReplyDeletememang intinya pengendalian diri yang tiada henti ya.Tapi.. ibu juga manusia...
Tapi pasti bisa kok ya, kalau mengingat anak adalah berlian kita.
Baterenya pake energizer ya, Nes. "Keep going, keep going, keep going!!" Begitu slogan iklannya, hehe.
ReplyDeleteHai meu, monggo aja klo mo di share, smoga bermanfaat ya, tx lo dah mau baca :-)
ReplyDeleteWah komen patrick bikin geer aja hehe. Tapi kenyataannya ga semudah yang dibayangkan untuk menerapkannya Pat, aku kudu jatuh bangun ampe sekarang juga, tp ya harus dicoba kan :-) Oya silahkan pat klo mo dikutip2, smoga bermanfaat, selamat berkangen2 ria ya dgn opi dan nara :-)
ReplyDeleteSama-sama mba :-)
ReplyDeleteMm..artikelnya kayanya ga ada deh mas, kudu ikut pelatihannya biar tambah ngeh, sok atuh mas ikutan *kompor mode on* :-)
ReplyDeleteTapi untuk teteup konsisten nu hese mah niez :-) nuhun jg dah mo baca :-)
ReplyDeleteSama-sama mba :-) Wah ga kebayang deh mba jd single mom kaya apa,hebat banget emang nih ibu satu ini :-). Tapi aku yakin klo momy nya kaya mba Sofie mah everthing will be oke mba :-)
ReplyDeleteWah nular nih mba batrenya hehe, alhamdulillah :-) Sama2 makasih jg ya mba :-)
ReplyDeleteBener Wit kadang kita suka gitu ya, klo kata bu tika, itu karena dulu kita tidak diajarkan anger management, jdlah skarang kita kesulitan. But...insya Allah pelan2 moga bisa ya, walopun setengah mati deh rasanya daku hehe. Sun buat vari yaa duuh tambah cantik aja tuh anak :-)
ReplyDeleteSama2 mba, kita saling mengingatkan ya :-)
ReplyDeleteSama-sama teh :-)
ReplyDeleteSama banget ienk sama aku, aku jg suka gitu, moga2 batrenya sekarang tahan lama nih :-)
ReplyDeleteNyetrum ya batrenya :-) Tx jg ya ci :-)
ReplyDeleteWalah buat mba eva mah sebenernya udah ga pake acara diingetin2 mba hehe, malah kudu ngingetin aku terus benernya :-) Tx jg mba...
ReplyDeleteKebeneran kemaren dikasih tau bedanya mengancam dan memberi tau konsekwensi mba dy. Jadi katanya, klo mengancam itu ga ada hubungannya antara perilaku anak sama tindakan yg kita berikan. Misalnya anak terlalu deket nonton TV, terus kita bilang, :Kalo kamu nonton TV deket banget gitu, bunda kuatir matamu sakit, nanti kamu harus pake kacamata. Pake kacamata itu ga enak, berat dll." Naa itu konsekeunsi, jd oke.
ReplyDeleteTapi klo bilangnya gini,"Kalo kamu nonton TV nya deket banget gitu, ntar bunda jual lho TV nya!" naah itu berarti ngancem, karena kejauhan :-) Kira-kira gitu mba dy. Jadi silahkan ditebak2 pake feeling antara pake kaos kaki sama ke pasar kejauhan ga :-) Sebenernya menurutku ga terlalu jauh, cuma ada yg mis aja kali ya. Mungkin lebih enak klo gini "Bunda seneng klo rara mau pake kaos kaki, krn di luar dingin sekali. Klo kita ke pasar rara ga pake kaos kaki, bunda kuatir rara kedinginan, nanti sakit..bla.bla.." Gitu kali ya :-)
Tapi sebenernya cara2 MA dan PS itu, ga harus selamanya digunakan koq, cape kali ya kita hehe, kalo bisa sih lebih bagus. Cuma yg paling penting itu kalo anak lagi bermasalah dengan emosinya, begitu jg dengan kita. Klo lagi sama2 happy, sesekali pake 12 gaya populer masih gpp koq :-) Smoga membantu ya mba dy :-)
Teh doakan mudah2an batrenya tahan lama ya teh :-)
ReplyDeleteWaa hebat, lom punya anak udah rajin baca2, ntar pasti klo dah punya anak sendiri dah jago deh :-) Jd selamat ketiban sampur ya hehe
ReplyDeleteBener mba, memang harus jatuh bangun, ibu bukan superman jeh, tp klo inget anak tuh amanah kita ya, biasanya bisa bangun lg, ya kan mba :-)
ReplyDeletehehehe bisaa aja nih mba dian, tp bener mba, kudu sambil ngomong keep going terus kali ya biar batrenya full terus :-)
ReplyDeletembaaa makasih banget udah sharing disini...sayang bgt kemaren ga bisa ikutan:(
ReplyDeletesharingnya mba agnes ini jadi batre buatku juga loh..makasi ya mba:)
salam buat lala & aik dari adek majid;)
eh lupa..mba aku ijin co-pas yaa...tentu disertakan nama penulis kok...
ReplyDeletenuhun mba:)
hiks..hiks...teu sempat maca...senen ajahh..soalna atos jam lima...cium ajah ah ...muahhhhhhhhhhhhhh...teteh yang ntu tuh...ntar ajah curhatnya he...he..he..
ReplyDeleteaskum mbak, duh lain yah kalo penulis......hehehe.....bagus banget mbak, sukses ya....
ReplyDeleteYa Allah Robbi...ita juga ikut parenting ini entah berapa taun yang lalu...baca diary ini jadi instropeksi...masih di gunakan apa tidak...hiks...hiks..kadang kadang iya...tapi banyak lupanya. Namun Subhanallah ita Insya Allah udah rada metik hikmahnya...itu kaka alief paling seringgggggggg banget ngomentarin bahasa tubuhku, "mah...kenapa sih mamah diam aja..trus cemberut gitu"..lain kali.."mah..aku enggak usah di marahin kayak gitu...aku enggak suka"....abis itu maafan lagi..pelukan lagi...tapi minimal ada yang sudah mengingatkan ita kembali. Teh..dirumah yang sensi tuh alief...klau di marah dikit gampang sekali keluar air mata....
ReplyDeletediary teteh lagi lagi ngingatkan aku juga...rasanya baru aja ikut parentingnya bp novian TJ...masalah komunikasi juga...baru hari ini ita sadar..belum di praktekkan malah sudah lupa lagi...Astagfirullah hal Adzim...susahnya mo jadi orang tua yang baik teh ya..banyak lupanya..banyak marahnya...hatur nuhun teh...udah ngingetkan kan lagi .....
teh...Alhamdulillah dinner berdua kemaren lancar...mo nulis diary..badan dan mood keburu layu...de Rizqy udah dua hari ini demam...batuk..pilek..artinya udah dua hari ini de Rizqy n mamahnya tidak nyenyak tidurnya....itamah suka trauma kalau ngeliat baby sakit kayak begini..sedihhhhhhhhhhhhh....nyungkeun du'a na teh nya..
ReplyDeleteBener Ne, daku sudah muali mempraktekkan hasil training ke marin walaupun belum semuanya, ada perubahan juga ternyata. Annisa menjadi anak manis, sekali ngomong saja dah langsung dikerjain ga perlu pake ngomel2 jauh sekali bedanya. Dan dia juga bilang mama lieef...he..he...!
ReplyDeletewah, smoga yang kuhadapi nggak harus jungle, forest aja deh.
ReplyDeletetapi alhamdulillah Nes, tinggal-sementara di Padang ini banyak memberi hikmah.
lingkungan yang sama sekali beda malah bikin si sulung bisa lebih terbuka curhat padaku.
Nes....ternyata hese kalo udah dipraktekin...balik deui ke 12 gaya tea.... weleh.. saya juga kudu di charge nih...
ReplyDeleteTFS ya mbak Agnes. Melengkapi pemahaman saya yang sedang menata sebagai ibu dari dua anak laki2 (13 & 10,5 th). Salam kenal :-)
ReplyDeleteJempol deh buat mb Agnes..oke punya nih tulisannya.
ReplyDeleteSaya senang baca tulisan ini karena ada hikmah yang saya petik *langsung praktek komunikasi sebab akibat nih* hehehe....
Makasih banyak yah mbak...
TFS ya mbak Agnes, saya harus banyak banyak membekali diri dari sekarang nih mbak, semoga belum telat ya..
ReplyDeleteBeruntung ya saya.. udah dapet ilmu sebelum punya anak.. makasih ya mbak.. ups.. salam kenal dari saya.
ReplyDeleteoooh...begitu tho?....wah ini ilmu yang "pertamax" betul!!!! Hebatlah....
ReplyDeleteMba Agnes,. salam kenal... aku bundanya Uni Mayla dan Mas Abim... selama ini aku berusaha selalu untuk memberikan jawaban yang bukan jawaban yang bohong,.. dan selalu memberikan sebuah konsekuensi terhadap apa yang dilakukan... Alhamdulillah, terutama anak pertamaku (3,5 tahun) sudah mulai mengerti, kalau anak keduaku belum terlalu karena masih umur 14 bulan.. dan jika meminta sesuatu harus dibarengi dengan sebagai hadiah atas apa yang dia telah lakukan....dan komunikasi adalah sarana yang paling baik untuk aku, anak juga suamiku... namun, sebagai seorang ibu yang bekerja, kadang kala saya suka lepas kontrol, karena kelelahan.. namun saya selalu berusaha kembali normal lagi... mudah2an apa yang mba tulis bisa membuat batere ku isi lagi.... karena kodrat saya tetep sebagai seorang ibu walaupun lelah, capek, stress, tetapi ketika melangkahkan kaki kerumah... harus kembali kodratnya.... tetapi saya sangat bahagia menjalaninya....
ReplyDeleteApakabar Bu dokter?
ReplyDeletemasih sibuk
Mbak Agnes yang baik, salam kenal, aku seneng banget baca tulisan ini, jadi ada masukan nih. putriku bulan depan 11 tahun, tapi rasanya aku udah mulai kewalahan menghadapi berbagai tingkah laku dan pertanyaannya. TFS 12 Gk-nya.
ReplyDeleteNes...kok sepi-sepi aja...sibuk bikin buku lagi ya....
ReplyDeleteBener....!!! makasih ya udah ngingetin untuk terus nge-'chass' batre kt sbg ibu...
ReplyDeleteperasaan pernah denger nama Agnes Tri Haryaningrum...dimana ya....
ReplyDeleteeeeh pas liat cover buku KItchen Table Melody.... da eta mah buku yang adj beli dari Femmeline???? tuuuh ada di meja....
euleuuuuuh ternyata geuning ini orangya...
Teh, salam kenal ya!
buku teteh jadi kado ultah buat temen adj yang diem wae di rumah, gak mau ngapa2in, tapi ngeluh terus, merasa buntu sebagai Bu RT :-)
postingan yang ini adj save ya. Buat dibaca-baca ulang pas lagi nge-charge diri....
Buat adjeng, mba echyart, bundanya Mayla dan Abim, mba ratna salam kenal juga yaa :-), maaf telat banget jawabnya, moga2 blum basi ya. Makasih udah mampir dan kasih sharing disini, jgn kapok ya :-)
ReplyDeleteBuat temen2 yg say tx makasi kembali n makasi jg buat komennya, maaf ga bisa dibales satu-satu soalnya udah basi kali ye, kelamaan hehe