Thursday, June 2, 2005

Inikah Yang Namanya Syukur?


Bagi sebagian kalangan, mendampingi suami sekolah di luar negri
barangkali tampak selalu nikmat dan mengasyikkan. Memang sih banyak
sukanya juga, bisa kumpul sama-sama, bisa jalan-jalan dan banyak dapat
pengalaman. Tapi jangan salah, dukanya juga segudang. Salah seorang
temanku yang dulu bernasib sama di Inggris pernah bilang "Tenang Nes,
bukan cuma Agnes koq yang ngalami begitu, aku malah happynya cuma tiap akhir pekan aja. Temanku juga ada yang kerjanya nangiis aja pas awal-awal datang" begitu tulisnya dalam email.



Nah lho, ternyata memang tak mudah kan." Ah, nggak bersyukur kali,"
kata sebagian orang. Hmm, yang namanya bersyukur itu sebetulnya
bagaimana ya? Rasanya sudah setengah mati diri ini bilang syukur dan
meyakin-yakinkan diri bahwa aku harus bersyukur dan bersyukur. Tapi
kalau kenyataannya masih terasa berat dan tak bisa menahan air mata
bagaimana? Dan ternyata, setelah aku survey, yang terutama merasa berat
mendampingi suami di luar negeri adalah mereka-mereka yang dulunya di
Indonesia tak bisa 'diam' alias hobi berkegiatan.



Tapi Allah memang Maha Penyayang. Ketika sedang merasa 'down' begini,
selalu saja ada sesuatu yang bisa membuatku bangkit dan bangkit lagi.
Entah itu nasehat seorang kawan, atau tiba-tiba membaca sesuatu yang
mencerahkan. Kadang aku berpikir, mungkin Allah memang membuatku
mengalami ini semua, supaya aku bisa menjadi orang yang tahan banting.
Untuk tahan banting memang tak gampang bukan?



Seperti kali ini. Sudah 3 hari ini aku bergadang, sangat kurang tidur.
Ya, bagaimana lagi, sudah kadung janji, tulisanku harus kelar minggu
ini. Alhasil aku limbung. Aku terserang radang tenggorokan, disertai
panas
badan. Badanku linu, dan lemas sekali. Obat sudah kuminum, tapi tetap
saja keluhan hanya sedikit berkurang. Duh, rasanya ingin sekali cuma
tiduran saja di pembaringan. Tapi mana mungkin. Hidup sendirian tanpa
sanak saudara begini, apapun yang terjadi, the show must go on. Suamiku
tak mungkin bolos kerja, dan anak-anakku pun tetap harus sekolah. Aku
tetap harus mengantar jemput mereka. Aku tetap harus memasak untuk
mereka. Dan, aku pun tetap harus melayani rengekan-rengekan mereka.



Jarum panjang sudah tepat di angka 12 siang, tapi badanku rasanya
tetap enggan untuk digerakkan. Padahal anakku pasti sudah menunggu jemputan.
Ya Allah, beri aku kekuatan. Hanya itu yang bisa kukatakan. Dan,
pergilah aku menjemput anakku tersayang.



Sampai disana, ternyata anakku berulah. Dia tak ingin pulang, karena
masih ingin bermain serodotan. Ya sudahlah, dengan lemas dan
sakit-sakit badan, aku duduk saja menunggunya bermain. Eh, ternyata,
seorang perempuan datang menegurku "Anaknya nggak boleh main disitu bu,
ini buat anak besar, nanti kalau kedorong anak besar gimana" katanya
dalam bahasa Inggris.



Aku mulai kesal. Gregetan. Biasanya juga tak pernah ada yang larang.
Anakku selalu bermain disitu setiap siang. Iya sih mungkin dia benar
dan  tentu maksudnya baik, tapi tetap saja aku kesal. Kesal karena
tahu Malik pasti bakal mengamuk tak mau pulang, lantaran biasanya tak
pernah dilarang. Apalagi ini waktunya dia tidur siang. Wah, sudah pasti
akan terjadi kehebohan.



Dan ternyata benar, dia meraung habis-habisan waktu kubawa pulang.
Tenagaku yang sudah lemas ini rasanya tak mampu menahan marahnya.
Kekesalanku pun makin menggunung jadinya. Aku bawa dia naik kereta
sepeda, tapi kakinya malah kelojotan. Dia tetap berlari ke arah tempat
mainan sambil menangis tak tertahan.



Saking kesalnya tak tahu lagi harus bagaimana, aku datangi perempuan tadi, dan aku katakan padanya "Please tell him what do you want, he don't want to go home. Tell him in Dutch, he will be understand". Dia bilang "sory
lalu menjelaskannya pada Malik. Tentu saja tangis Malik makin keras.
Tapi setidaknya Malik yakin bahwa apa yang kukatakan benar--dia
harus pulang karena dilarang bermain di tempat itu.



Berakhirkah perjuanganku? tentu saja tidak. Malik tetap tak ingin
pulang dan menangis kelojotan. Ya, dia memang selalu begitu kalau
sedang mengantuk dan keinginannya tak dikabulkan. Akhirnya aku buat
kesepakatan, "Satu kali lagi naik serodotan ditemani bunda, habis itu
pulang" Oke. Deal. Setelah itu barulah Malik mau diajak pulang.



Selesai? Hmm sayangnya belum juga. Setelah menarik sepeda layaknya
abang becak--karena kereta sepedaku memang mirip becak :-)-- sampai di
depan rumah Malik tertidur. Terpaksa aku harus menggendongnya ke atas.
Sepedaku pun terjatuh saat aku mengangkat Malik. Flatku terletak di
lantai 2. Ya aku memang cuma harus menaiki 2 lantai. Tapi mengangkat
beban seberat 14 kg dalam keadaan sakit begini, tetap saja gempornya
minta ampun.



Tiba di kamar, aku betul-betul ngos-ngosan. Hatiku pun tak karuan.
Rasanya jadi ingin sekali  pulang. Ingatanku tentang kehidupanku
dulu malah semakin membuat hatiku tak karuan. Kalau
di Bandung, aku tinggal naik mobil, tak perlu mengayuh sepeda hingga
ngos-ngosan begini. Kalau di Bandung, dalam kondisi begini pasti bapak
ibuku dengan suka rela  menjemput anakku dan mengasuh mereka
. Hmh, buat apa pula aku mengingat itu semua, membuat hatiku tambah kesal saja.



Sambil menidurkan Malik, kutarik napas perlahan, berharap kekesalan ini
segera hilang.  Lamaa kutarik lagi dan lagi napas ini, tapi tetap
saja kekesalan itu tak mau pergi. Sampai akhirnya ingatanku kembali
pada cerita ibunda mbak Virrie di postingan WRMom kemarin. Ya Allah,
apa yang kualami belum seberapa dibandingkan dengan ibunya mbak Virrie.
Aku masih memiliki suami yang bisa kuajak berbagi. Aku tak perlu kerja
setengah mati demi sesuap nasi. Tapi beliau? Hiks. Ada yang menetes dari mata ini.
Kekesalanku hilang perlahan, berganti dengan syukur yang mendalam. Inikah yang
dinamakan syukur Tuhan?















19 comments:


  1. Alhamdulillah. Itu memang sebagian dari syukur nikmatmu, say...:)
    Jazaakillah sudah berbagi :)

    ReplyDelete
  2. Kayak kemarin itu saya capek luar biasa, badan sudah nggliyeng sementara anak-anak masih minta ini-itu. Saya bilang ke Jasmine ,"Jasmine...don't ask anything to Ibu anymore, Ibu almost die...". Rupanya Jasmine took it seriously, dia langsung menangis meraung-raung sambil bilang bahwa dia ingin pergi ke Indonesia, ikut grandma saja.

    ReplyDelete
  3. Waa...senengnya didatangi mbak Helvy :-). Makasih ya mbak udah mampir. Iya mbak, semoga aja ini bagian dari syukur nikmatku...

    ReplyDelete
  4. Huehehe Jasmine...Jasmine ada-ada aja. Emang suka duka ngasuh anak begitu ya mbak. Suamiku kalo lg kesel ama anak, sambil becanda suka bilang gini "Bocah...bocah...senengane nuntuuuut wae" :-)

    ReplyDelete
  5. ihik ihik... kubantu nangisnya ya Agnes... cup cup cup... mari... mari sama emak....Wah wah... ini baru setahun Agnes, nanti kalau 10 sudah kapalan narik becak becakan... hi hi hi.. .. Heh, yang begini daku sudah ngerasakan bho... Dan ngerasain pulang melahirkan dengan operasi masih musti nyuci popok, bangun malam ngasih minum susu, eh masih masak nasi... uhuk uhuk...Dan masih seabrek dongeng lagi yang sama. Tapi itulah nikmatnya toh?

    ReplyDelete
  6. He he he,berarti mbak Julia ini udah bukan tahan banting lagi, tp udah kapalan ya mbak :-) Untungnya aku nggak bakal sampe 10 mbak, 4 taon sajah cukup dah. Tapi bener mbak memang sengsara selalu membawa nikmat koq :-)

    ReplyDelete
  7. Mbak Agnes, iya sabar ya mbak... Evi juga kadang suka merasa jadi yang paling sedih mbak, cuma Alhamdulillah share cerita sama teman bikin nyaman:) Jangan segan berbagi cerita ya. Salam sayang tuk Malik.

    ReplyDelete
  8. wah... masak saya ditinggal, saya gak bisa balik lagi nih, sudah gak bisa menyesali lagi nih...

    ReplyDelete
  9. Makasih ya mbak Evi. Iya makanya aku seneng banget ketemu WRmom dan ketemu multiply jg (kalo yg ini makasihku esp buat mbak Mamiek yg udah invite aku :-)) Baca2 curhat, sharing mommies, n tulisan2 di multiply ini membuat aku nggak merasa sendirian, banyak dpt semangat baru, dapat perhatian dan dapat sahabat2 baru yg baik2 bgt. Pokoknya thanks buat semua yaa...

    ReplyDelete
  10. Makanya surga disebutkan dalam sabda Nabi mulia berada dibawah telapak kaki para ibu (yang sabar dan perkasa). Hadis ini selalu membuat iri para lelaki lho Mba :-)

    Namun anehnya, entah kenapa kekerasan terhadap perempuan angkanya tetap saja tidak turun2, malah kecenderungannya naik... apa mereka tak sadar tiket mereka ke surga ada dibawah telapak kaki para 'perempuan' ibu itu :-)

    ReplyDelete
  11. Tapi mo gak mao paling enak kalau lagi pulang ke Indo, bener benar terasa LIBURAN deh.... makan disediain, anak ada yang momong sa-mandi-mandinya dan makannya, kita tinggal jalan-jalan.... waaahhh... uenaaakkke lho serasa NYONYA BESAR..... (padahal kayak Nyai Dasime kali ye?)

    ReplyDelete
  12. Berbahagialah mba Agnes,
    Justru rasa bahagia yang datang setelah rasa syukur padaNya....singah di hati...

    ReplyDelete
  13. Hai mbak Ima, salam kenal ya :-)
    Makasih ya sudah mengingatkan aku ttg surga ditelapak kaki ibu, jd tambah menguatkan :-). Hadis itu tetap abadi ya mbak, tp org2 yg nggak ngerti itu biasanya kan mikirnya gini "Ah, surga neraka mah kumaha engke, yang penting sekarang gw bisa hidup enak" he he gitu kan mbak biasanya :-). Soalnya aku sering bgt denger org ngomong kayak gini. Dulu aku bbrp kali ketemu ibu2 yg minta gugurin kandungan anaknya. Kalo dibilangin alasannya jg begitu "Ah sabodo teuing lah rek ka naraka oge bu. Nu penting mah ayeuna abdi nteu rieut ngurus budak," kitu ceunah mbak. Ngerti nggak ya? :-) moga2 ngerti. Maap ini bahasa sunda agak2 kasar krn aku nyontoin persis kalimat si ibu itu hehe.

    ReplyDelete
  14. Iya mbak Hen, alhamdulillah, memang didunia ini nggak ada yang gratis ya. Kalo mau dapat bahagia ya harus ngerasain pahit dulu, gitu kali ya :-)

    ReplyDelete
  15. gimana mbak kabarnya..?? udah sehat kan sekarang..???
    ternyata nggak cuman saya yg pernah punya perasaan seperti mbak Agnes, antar pen marah, nangis plus nahan sakit.
    Terkadang klo udah gitu bawaannya jadi tambah kacau nggak karuan, apalagi biasanya saya atau Aras sakit kalo suami nggak ada di rumah, cuman berdua tanpa pembantu. Terakhir waktu kemaren saya sakit & nggak bisa bangun malah Aras yg nggak mau deketin saya, begitu saya samperin dia sedang menangis dibalik selimutnya, begitu saya tanya kenapa dia cuman jawab " bunda jangan mati, jangan sakit, i love u so much, please don't leave me"....
    walahhhh.. abis gitu malah gantian saya yg mbewek kenceng banget.... hehehehe

    ReplyDelete
  16. hiks... hiks..hiks... jd terharu nih... ga

    Btw, emang nih.. namanya manusia..punya keterbatasan... gitu juga aku seringnya ngeluh n ngeluh... but kalo ada org ngeluh pasti deh sok menghibur... n bilang 'di balik smua itu pasti ada rencana yg indah dr Allah".... ya gimana lagi... namanya juga manusia.. aku sendiri juga pengen sih itu terjadi....

    But, habis baca crita2 n postingan di WRM kmaren trutama critanya Mom Virrie n jurnal ini.. aku ngerasa gak sendirian lagi... n mataku jd kebuka kalo masih banyak juga org2 yg punya beban berat sperti aku...

    So, pengen sih ... brusaha mulai BERSYUKUR apa yg udah Allah berikan....

    Thx, Mom Agnes... buat sharingnya..smoga bisa buat pencerahan aku..

    GBU,all!

    ReplyDelete
  17. He he he, nggemesin banget ya si Cinta mbak. Emang kalo anak2 kita udah ngeluarin kata2 ajaibnya, kadang2 yg tdnya marah atau sedih malah bisa bikin kita melt sampe air mata tumpah2 ya mbak hehe. Melt nya ngalahin bapaknya dulu nggak ya :-)

    Alhamdulillah mbak, sekarang udah baekan, walopun semalem akhirnya anak2 cuma makan indomie telor pake baso doang. Masakan favorit tuh kalo lg kepepet2 :-)

    ReplyDelete
  18. Sama-sama mbak Uci, makasih juga yaa... Iya bener bgt, sama2 sharing2 kayak gini bikin kita ngerasa nggak sendirian n jd lebih kuat yaa...

    ReplyDelete
  19. Insya Allah di dalam setiao kesempatan Allah memberikan nikmat kesyukuran kita padaNya......gimana Mbak Agnes masing ngedorong becak-becakannya?

    hani

    ReplyDelete