Tuesday, May 24, 2005

Rebutan Lagi...Rebutan Lagi...


Rebutan.jpg

Demi keadilan aku rela :-)

Berebut
mainan? Rasanya semua anak pasti pernah melakukannya, apalagi kakak
beradik yang usianya tak terpaut jauh. Malik dan Lala? Hmm...tentu saja
iya, berebut barang sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. 
Bagusnya, mereka jadi belajar berbagi, dan belajar mengendalikan ego
masing-masing. Kabarnya  masa egosentris yang menjadi ciri anak
balita ini, bila tak tertangani dengan baik bisa bahaya akibatnya.
Biasanya, orangtua jaman dulu sering mengorbankan anak pertama supaya
mengalah kan. Alhasil, kakak jadi pengalah, dan si adik jadi semau gue.
Duh, kami sungguh tak mau begitu. Kalau begitu, si kakak jadi
terdzolimi kan.

Selama ini aku dan suamiku mengatasi masalah
ini dengan membuat kesepakatan tentang kepemilikan barang. Warna pink
untuk Lala dan warna biru untuk Malik. Selain itu kami juga selalu
mengatakan bahwa Lala perempuan dan Malik laki-laki. Jadi mainan berbau
perempuan ya untuk Lala, dan laki-laki untuk Malik. Tapi, selalu saja
ada barang lain yang menjadi bahan rebutan. Jadi, tak heran kalau tiada
hari tanpa berebut.

Dulu, kami selalu turun tangan membantu
kalau mereka sedang berseteru. Tapi sekarang, mereka kami dorong untuk
menyelesaikan masalah mereka sendiri. Biasanya mereka main pingsut,
siapa yang menang dia yang duluan pegang mainan itu. Setelah hitungan
ke-10, 20 atau 100 sesuai kesepakatan, barulah yang kalah mendapat
kesempatan. Kadang berhasil, kadang tetap saja kami harus membantu
melerai. Suka duka jadi orangtua deh kalau sudah begini :-) Pusing
hehe. Tapi satu hal yang membuat kami yakin,  masa ini akan
terlewati dengan baik bila kami tetap konsisten. Tapi...kapan ya? Malam
ini, lagi-lagi mereka ribut.

"Hua...hua... Aik mau boneka itu, kalo enggak, Aik mau nangis terus, huaa...huaa!"

Duh,
tangis Aik keras sekali, padahal ini sudah jam tidur. Perkaranya,
apalagi kalau bukan rebutan mainan dengan Lala. Lala punya boneka
Eiffel, oleh-oleh dari Paris. Waktu itu kesepakatannya, Malik dapat
puzzle Eiffel dan Lala dapat boneka Eiffel. Ternyata... namanya
anak-anak, tetap saja rebutan. Lala mau boneka itu dia peluk menjelang
tidur. Malik menangis keras lantaran ia pun ingin memeluknya sebelum
tidur.

"Itu kan bonekanya mbak Lala Ik, Aik pegang boneka lain aja ya"

"Enggak!
Aik mau yang itu huaa...huaa..." Begitulah Aik, memang sedang masanya
tak bisa dilarang atau ditolak. Aku berusaha menenangkannya, meneguhkan
perasaannya. Biar saja Aik menangis, supaya dia belajar bahwa tak semua
yang diinginkan bisa terkabul saat itu juga. Tapi karena Lala kasihan
melihat adiknya menangis terus barangkali, tiba-tiba Lala jadi berbaik
hati.

"Bunda, Ik heb goed idea (aku punya ide bagus)" katanya sambil bisik-bisik ditelinga bunda.

"Bonekanya dikasih pinjem aja ke Aik sampe Aiknya tidur ya bun, kalo Aiknya udah tidur diambil lagi sama mbak Lala"

"Waduh...mbak
Lala baik sekali mau berbagi" sahut bunda surprise. Dan, Aik tentu saja
langsung  mesam-mesem berhenti menangis.

"Aik, Aik boleh pinjem sampe hondred, tachtig ya (100, 80 hitungan maksudnya) Tapi pinjem ya, ini punya mbak Lala ya, Aik pinjem " ujar Lala menegaskan.

"Pinjemnya sampe Aik bobo ya mbak Lala, mbak Lala baik sekali"

"Iya bun" Lala menjawab singkat lalu meringkuk dalam selimutnya.

"Aik bilang apa sama mbak Lala?"

"Bedankt (trimakasih)" kata Aik sambil senyum-senyum

Fffhuuihh...lega...
akur dah, aku takjub juga dengan kebaikan hati Lala :-). Semenit, dua
menit, lima menit berlalu, Aik senang sekali memeluk boneka milik
kakaknya. Tapi tiba-tiba...koq ada suara hiks...hiks... Oo.. ternyata
ada yang tidak ikhlas hehe.

"Mbak Lala nggak bisa bobo kalo nggak peluk boneka hu...hu...hu..."

"Kalo gitu Lala peluk boneka lain aja ya, Aiknya belum tidur mbak"

"Hua...nggak mau, itu kan bonekanya Lala huaa...Aik harus kembaliin huaa..."

Duorr! Pecah lagi deh kamar. Ribut. Rebutan lagi.

Akhirnya
karena sudah larut malam, ayah terpaksa turun tangan. Diambil jalan
tengah, "bunda yang pegang bonekanya ditengah, Aik pegang dari kanan
dan mbak Lala dari kiri, oke."

"Huaa.. tapi itu kan bonekanya mbak Lala...huaa..."

"Iya La, adeknya pengen pegang sedikit boleh kan La, Lala pegang yang banyak oke"

Horee
berhasil! Tapi dalam hati aku geli sendiri. Lucu melihat Malik memegang
ujung boneka dengan tangannya. Lala pun memegang dari arah yang lain.
Dan bunda? "Bunda harus pegang yang putihnya" kata Aik.

Oke
deh...  Jadilah 3 tangan memegangi satu boneka sambil tidur he he.
Dasar anak-anak...ada-ada saja...Dan akhirnya mereka pun
tertidur...Zzz...zzz...



Friday, May 20, 2005

Yang Tak Hilang dari Perjalanan



Ber3-di-metro.jpg

Di dalam metro



Kami baru turun dari metro di Noisy Champ ketika tiba-tiba
seorang anak lelaki negro tersandung dan terjatuh di depan kereta
dorong Malik. Kejadian itu begitu cepat dan tentu saja 
anak-anakku menyaksikan semuanya. Bapak anak berkulit legam itu
tiba-tiba datang. Tanpa ba bi bu ia langsung menampar dan menyeret anak
itu. Tarikannya teramat kasar diikuti dengan teriakan marah pula. 
Aku terkesiap. Ada yang tergores di dada ini melihat wajah kesakitan
anak itu. Kemarahannya seperti si anak habis mencuri saja, padahal
semua tak sengaja. Malik dan Lala hanya bisa melongo, begitu juga aku.
Tapi aku tak  bisa membiarkan kejadian ini terekam begitu saja di
kepala anak-anakku.



"Menurut Lala dan Aik, gimana ya perasaan kakak tadi
dipukul sama ayahnya seperti itu?" tanyaku berjongkok di depan
mereka.

"Sedih" Aik langsung menimpali.

"Sakit nggak?"

"Iya" jawab mereka
dengan wajah bingung

"Ayah dan bunda pernah kayak begitu?"  Mereka
pun menggeleng

"Alhamdulillah ya, Aik dan Lala nggak punya ayah yang
seperti itu"

Anak-anakku hanya diam. Barangkali masih bingung, atau
mudah-mudahan sedang mencerna ucapanku. Semoga saja ini menjadi
pelajaran berharga buat mereka.



Esok harinya, kejadian itu terulang
lagi, tak separah kemarin memang. Di dalam metro, seorang ibu,
lagi-lagi berkulit gelap, duduk di hadapan kami dengan ke tiga orang
anaknya. Anak lelaki kecilnya tak bisa diam, ya namanya juga anak.
Namun, si ibu memarahinya dengan berteriak galak. Matanya pun melotot
sambil tangannya menarik-narik si kecil untuk duduk diam. Anak-anakku
hanya bisa melongo lagi. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati, mengapa
berkulit gelap lagi? Pesan yang sama tak lupa kusisipkan pada
anak-anakku.



Masih di hari serupa, di dalam metro pula, lagi-lagi
seorang lelaki berkulit legam berulah. Dengan jas necisnya ia berdiri
di hadapan kami, karena metro sedang penuh waktu itu. Diambilnya sebuah
permen dari saku jasnya. Permen pun masuk ke mulutnya.
Tapi...O...O...si bungkus permen? Dengan cueknya dia buang begitu saja
ke lantai kereta. Tentu saja anak-anakku melihatnya. Dan tentu pula
hatiku bertanya lagi, negro lagi?"Harusnya sampahnya dibuang kemana
ya?" Pertanyaan itu kulontarkan pada kedua buah hatiku. Pertanyaan yang
tak butuh jawaban, karena aku hanya sekedar mengingatkan.



menunggu-kereta-datang.jpg

Menunggu Kereta Datang



Di
hari lainnya, tempat duduk di ruang tunggu kereta subway sedang penuh.
Anak-anakku duduk di kereta dorongnya, dan kami berdiri menemani. Aku
tersentak kaget dan baru tersadar, sepasang muda-mudi duduk di hadapan
kami. Masya Allah, Malik terbengong-bengong menyaksikan pasangan yang
sedang 'berasyik masyuk' itu. Hebohnya luar biasa pula. Tak cukup
sekedar Frenchkiss yang terkenal saja, tapi merajalela ke sekitarnya.
Di kota ini, pemandangan seperti itu memang sering sekali kami lihat.
Parahnya, lebih liar daripada di kota kami. Frenchkiss yang terkenal
itu betul-betul dilakukan dimana-mana, tak hanya satu-dua pula. 
Hmm...untung  aku tadi melihatnya. Langsung saja mulutku berkata :
"Malik sayang, berciuman itu hanya boleh untuk yang sudah menikah ya,
seperti ayah bunda" Jagoan kecilku cuma diam. Pasti bingung lagi. Tapi
semoga omonganku direkamnya.



Eiffel-kasih-makan-burung.jpg



Anak-anakku
memang sering melongo melihat kejadian-kejadian seperti itu. Tapi
mereka pun banyak tertawa. Seperti sewaktu mereka kegirangan memberi
makan burung-burung di dekat menara Eiffel, juga di museum Louvre.
"Lala bosan ayah bunda foto-foto terus" rengeknya kala kami sedang
berada di dekat menara Eiffel. Beruntung ayah tak kehabisan akal.
Diambilnya roti bekal yang tak termakan. Burung-burung pun berdatangan
dan  mematuki  potongan-potongan roti itu. Anak-anakku
tertawa riang. Dan mereka pun berkejar-kejaran dengan para burung.
Burung-burung itu pasti bilang "Terimakasih Lala, terimakasih Aik
karena sudah memberi makan kami. Allah pasti tambah sayang sama kalian"
kata ayah menirukan suara hati burung.



Lala-dan-badut.jpg



Tawa
yang ini lain lagi. Tawa takjub dan heran, juga kegirangan. Awalnya
mereka ketakutan melihat badut di pinggir jalan. Badut itu berjualan
balon-balon berbentuk lucu, yang dibuatnya setelah anak-anak bersalaman
dan mengucapkan salam. "What is your name?" sapanya ramah. Sambil
bersalaman, diberinya Lala sebuah permen. Lala langsung saja ingin
mengambilnya. Tapi...eit...permennya malah lari ke atas. Tangan Lala
segera menjumput permen ke atas. Eit...koq permennya lari lagi. Tangan
Lala berkelak-kelok kesana kemari bagaikan ular, berusaha mengambil
permen yang dipermainkan oleh sang badut. Tawanya riang sekali. Badut
itu memang  lucu dan pintar. Belit sana, belit sini, balon
berbentuk bunga pun segera siap dipersembahkan, buat Lala seorang.



Aik-badut-permen.jpg



Ha...ha...ha...tawanya
senang. Tawa itu terdengar saat Malik berhasil mengambil permen dari
sang badut. Matanya berbinar heran, melihat sang badut membuat balon
berbentuk binatang. Dipeluknya balon macan itu dengan sayang. "Ik houd van je. Je ben myn beste friendin
(aku sayang kamu, kamu teman baikku)" katanya riang. Tapi esoknya
tangisnya tak kunjung hilang, saat balon macan itu kempes dan dibuang.
"Hu...hu...hu...Je ben myn beste friendin hu...hu...hu..."




Wajah
mereka juga senang sekaligus ketakutan, saat melihat anjing dan kucing
tidur akur berduaan. Anjing dan kucing itu menjadi tontonan bagi
turis-turis yang berseliweran. Dengan iringan musik yang riang, anjing
dan kucing tetap akur, tak peduli pada sekitar. Pemiliknya berkaca mata
hitam, berdiri mematung sambil menunggu sumbangan. Anak-anakku mencoba
mendekatinya perlahan. Tawanya terdengar, tapi tetap saja ketakutan.



Lala-dan-anjing-kucing.jpg



Buah
hatiku tersayang, betapa lugu dan lucu kalian. Perjalanan ini memang
cukup mahal, apalagi bagi kami yang cuma pelajar. Tak cuma uang, kaki dan tanganpun pegal-pegal tak karuan.
Tapi, semahal apapun ongkos yang telah keluar, semua tak tergantikan melihat keriangan kalian. Semua tak terbayar
melihat mata-mata polos kalian. Mata-mata takjub dan heran. Mata-mata
penuh keingintahuan. Semoga semua yang terlihat tetap tercerna indah.
Semoga segala yang terekam tak kan pernah hilang dan akan berbuah
kebajikan. 







Monday, May 16, 2005

Paris I'm In Love




Paris memang cantik, dan banyak sekali tempat-tempat menarik untuk
dikunjungi. Lantaran itu lah mungkin jadi banyak orang bilang, belum ke Eropa
namanya kalau belum ke Paris. Saya yang dulu nggak demen sama pelajaran
sejarah, sekarang malah jadi penasaran dan ingin tahu lebih jauh
tentang sejarah. Apalagi di Paris ini bangunan-bangunan tua yang megah
bertebaran dan semua bercerita tentang sejarah Prancis seperti
Napoleon, Raja Louis, revolusi Prancis dan lain-lain. Anak-anak pun
saya coba jelaskan tentang hal ini, biar mereka nantinya nggak alergi
sama pelajaran sejarah. Seminggu di Paris benar-benar tak cukup
ternyata, masih banyak sekali tempat-tempat indah yang belum sempat
dikunjungi. Rasanya jadi jatuh cinta sama Paris dan pingin balik lagi
someday. Tapi cuma buat liburan ya, kalau untuk tinggal sih lebih
tenang di Groningen, dan tentu aja lebih betah lagi tinggal di Bandung
.



Dan, karena kami demen banget foto-fotoan, akhirnya anak-anak jadi
korban hehe. Untuk bisa berfoto didepan monumen revolusi (Arc de
Triomphe) di ujung Champ
Elysee--yang kata buku petunjuk guide Paris merupakan 'the most world's
famous avenue'-- anak-anak kami tinggalkan di pinggir jalan sambil
kerubutan sarung  (sayang fotonya agak kabur). Soalnya kalau mau
dapat foto bagus, mau tak mau harus berada di tengah jalan kan. Waktu
itu kami saltum alias salah kostum juga. Saat menengok ramalan cuaca,
katanya Paris sudah lebih hangat di musim semi begini. Ternyata kalau
malam tetep aja duingin. Alhasil karena tak bawa selimut, jadilah
sarung buat sholat punya ayahnya dipakai. Hehe lucu juga, mereka jadi
tontonan orang-orang dengan kostum yang seperti itu. Untung nggak ada
polisi lewat, bisa dimarahi kami karena meninggalkan anak dipinggir
jalan. Tapi kan masih eye catching kan, jadi ya sekali-kali boleh lah
anak berkorban demi kesenangan ortu nya .



Oh ya, anak-anak saya yang suka tidur malam ternyata membawa keuntungan
juga. Untuk bisa melihat Eiffel di tengah malam kami harus menunggu
pukul 10 malam, karena hari baru gelap lewat jam itu. Akhirnya demi
melihat Eiffel di malam hari, kami tega aja bawa mereka jalan dari jam
9 pagi berkeliling sampai jam 12 malam. Dan karena mereka belum tidur,
jadinya kami tak perlu repot mengangkut mereka turun naik tangga metro.
Mereka pun dengan senang hati mau difoto di tengah malam. Alhamdulillah
mereka pun baik-baik saja dan nggak sakit. Cuma emak bapaknya aja
nih  pulang-pulang teler berat karena berhari-hari selalu jalan
dari pagi sampai menjelang tengah malam, plus naik turun tangga metro
bawah tanah pula. Aneh juga sebetulnya, kota dengan nama sebesar Paris,
tapi hanya di beberapa stasiun metro besar saja yang disediakan lift,
sisanya tangga menjulang, gempor kan jadinya .



Capek memang, tapi rasanya kalo urusan jalan nggak pernah kapok ya 
Karena menurut kami manfaatnya cukup banyak. Salah satunya menurut
suami saya, travelling itu membuat terjadinya lompatan berpikir, dan
mudah-mudahan bisa memperbanyak sambungan sel-sel syaraf di otak
anak-anak. Memperkenalkan sesuatu yang baru pada anak kabarnya akan
semakin menstimulus otak anak kan. Apalagi kalau diselingi
pelajaran-pelajaran tentang kebesaran Allah dibalik semua kemegahan
itu, semoga akan membuat spiritualitas mereka juga terasah. Jadi, mana
ada kapok, cuma duitnya aja nih yang kapok .



Berminat ke Paris atau menambah info tentang jalan-jalan di Paris?
Siapa tahu catatan perjalanan ini bermanfaat. Silahkan klik di sini.