Tuesday, August 16, 2005

Ayah, Kau Begitu Berharga


Saat kau tak ada, dunia kami terasa hampa. Tak ada lagi gelak
tawa dan jerit mungil anak-anak kita. Tak ada lagi cekikik geli mereka.
Mereka rindu wajah anehmu ketika kau menjadi hamtaro yang lucu. Mereka
rindu rentetan peluk ciummu yang kadang berlebihan dan membuat mereka
kesakitan. Mereka rindu diputar-putar, mereka rindu dikejar-kejar.
Mereka rindu suaramu yang bisa mengecil dan membesar. Mereka rindu
wajahmu yang bisa berubah menyeramkan. "Aik miss ayah, mbak Lala kangen
ayah," begitu mereka berujar, hampir setiap malam. Ayah, kami sangat
rindu padamu. Kau begitu berharga. Tanpamu, dunia menjadi begitu
berbeda.



"Para ayah memiliki pengaruh luar biasa terhadap anak-anak mereka. Gaya
permainan ayah kepada anaknya yang  sangat heboh dan kadang kasar
justru merupakan cara yang penting untuk membantu anak belajar tentang
emosi. Ayah yang secara emosional terlibat dalam pengasuhan
anak-anaknya terbukti memberi kontibusi khusus bagi tumbuh kembang
mereka. Studi psikologi bahkan menunjukkan bahwa Anak-anak yang ayahnya
kerap meneguhkan perasaan mereka dan memuji prestasi mereka memiliki
hasil yang lebih baik dalam prestasi akademis dan dalam hubungan dengan
teman sebaya," kata John Gottman dan Joan DeClaire dalam bukunya
'Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional'.



Ayah. Sosok yang jarang berada di rumah. Tapi kehadirannya kadang
membuat rumah kami  bagaikan panggung sirkus bagi anak-anakku.
Kadang ia seperti badut yang menghibur penontonnya, tak jarang pula ia
bagaikan pemimpin sirkus yang menggiring pemainnya untuk berlaga ini
dan itu. Selepas kerja, anak-anak selalu menyambutnya dengan
kegirangan. Lala selalu ingin naik di pundak ayah, dan Aik selalu ingin
mengajak ayah bermain. "Main monster-monsteran yah," pintanya lucu.
Dengan kedua tangan diangkat keatas, badan bungkuk, berjalan
patah-patah, ditambah mata melotot dan wajah dibuat menyeramkan,
anak-anak berlari ketakutan, menghindari monster ayah yang hendak
menangkap mangsa.



Begitu  tertangkap, mangsa tak lagi bisa bergerak. Pipi kanan,
pipi kiri pasti habis diciumi ayah. Ciuman yang kadang nyeri, karena
kumis ayah yang datang bertubi-tubi. Belum lagi kalau monster itu
menjilati mangsanya." Hiii...ilek...! Ayah ih! Jijay bajay!" seru bunda
protes saat melihat sang monster menjilati hidung dan pipi mangsanya.
"Biarin Ma, monsternya gemes sama anak-anak kecil  ini," sahutnya
sambil tetap melanjutkan aksinya. Dan anak-anak? Tentu saja mereka
berteriak ampun-ampunan sambil berteriak geli campur kesakitan. "Ampun
monster, ampuuun!" teriak mereka bersamaan. Monster pun
menjawab,"monsternya baru mati kalo mangsanya berdoa." Dengan sigap,
tangan si mangsa menengadah dan membaca surat al-fatihah,"Gimana Bun
doanya?" kata Lala minta bantuan. Setelah selesai membaca
doa,"Agrhhhh...panas..panas...monsternya matii...!" seru monster sambil
tergeletak jatuh pura-pura mati.



Selesai? "Lagi yah...lagi...lagi monster...lagi!" suara-suara mungil
mereka tak pernah bosan meminta ayah bermain lagi. "Ayah capek sayang,
nanti lagi ya," ujar ayah kelelahan. Tapi rengekan anak tersayang
membuat ayah tak bisa diam. "Oke sekarang hamtaro ayah mau mengejar
mangsa lagi," seru ayah mulai kembali beraksi. Hamtaro adalah boneka
lucu milik anak-anakku. Si ayah memang sering menjadi apa saja semau
dia. Berlagak seperti orang-orangan sawah, tangan lurus kesamping,
dengan telapak tangan digoyang-goyang, mimik muka bodoh, bahu kedepan
dan jalan sempoyongan, hamtaro ayah mulai mencari mangsa. Anak-anak
berlarian sambil tertawa cekikikan, lucu memang.



Bila tak dilarang, mereka pasti keterusan, kasihan ayah kan, capek
bukan kepalang. Tapi walaupun capek, ayah tak pernah bosan. Setelah
makan malam, ritual sebelum tidur tetap  dijalankan. Bergantian
dengan bunda, kadang ayah bercerita seru, atau membacakan buku. Sambil
terangguk-angguk menahan kantuk, ayah berusaha membacakan buku
anak-anaknya. "Ayah nggak boleh tidur!" teriak Aik protes saat melihat
ayah yang mulai tertidur. Dan ayah pun mulai membacakan buku lagi.



Semua keceriaan itu hilang ketika ayah pergi. Walaupun ritual tidur
tetap berlangsung seperti biasa, tapi suara tawa lepas anak-anak tak
pernah terdengar lagi. "Aik miss ayah Bun, hu hu hu...mbak Lala kangen
ayah...," suara dan tangis mereka tentang kerinduan pada ayahnya hampir
terdengar setiap hari. Lucunya, suatu hari, saat makan malam bertiga,
tiba-tiba mereka bergantian menjadi ayah. "Mama, ayah mau makan," suara
Lala yang dibesar-besarkan terdengar dari kursi ayah. Setelah itu ia
tertawa kegelian,"Mbak Lala jadi ayah Bun," katanya lucu. "Sekarang
Aik, sekarang Aik! Aik mau jadi ayah," kata Aik tak mau kalah.
"Anak-anak makan ya...," kata Aik dengan suara besar di kursi ayah.
"Kek..kek..kek....sekarang hamtaro suruh jadi ayah," sahut mereka
kegelian sambil meletakkan boneka hamtaro di atas meja.



Aku geli sekali melihat ulah mereka. Tampaknya mereka betul-betul
kehilangan, sehingga berusaha untuk menggantikan sosok ayah di meja
makan. Tapi pernah juga tiba-tiba Lala bersuara girang,"Yes, sekarang
bunda nggak bisa ngobrol lagi sama ayah!" Tentu saja aku heran,"Lho
memangnya kenapa La, Lala nggak suka ya kalo bunda ngobrol sama ayah?"
Oh, rupanya Lala memang tak suka dengan kebiasaan ayah bunda yang
selalu ngobrol berdua setelah makan. Kalau ayah bunda ngobrol, Lala
merasa tak diperhatikan mungkin, jadilah dia begitu senang karena bunda
tak lagi bisa ngobrol dengan ayah hehe.



Di malam yang lain, saat hendak tidur, Aik ingin memeluk boneka tikus,
tapi karena tak ada, bunda menyuruh Aik untuk memilih boneka yang ada
saja. "Aik pilih ayah," katanya yakin. Hah, ayah? bunda bingung, oh
rupanya Aik mengambil boneka hamtaro, Aik bilang itu ayah he he. Dan Aik pun memeluk 'ayah' sambil tidur. Bunda
langsung tertawa geli, rupanya anak-anak berusaha menggantikan sosok
ayah dengan boneka hamtaro karena ayah beberapa kali sering menjadi
hamtaro ayah, hehe. Duh, anak-anak memang polos dan lucu.



Esoknya, bangun tidur, Lala dan Malik tiba-tiba berseru,"Bunda, tadi
mbak Lala mimpi ketemu ayah," kata Lala senang. "Aik juga, tadi Aik
mimpi dipeluk ayah," sahut Aik tak mau kalah. Hmm...betulkah mereka
bermimpi? Yang pasti, mereka betul-betul merasa kangen tampaknya.
Bahkan semalam, sebelum tidur, tiba-tiba Lala berdoa,"Ya Allah, semoga
aku bisa mimpi ketemu ayahku. Amin." Dan Aik, tentu saja tak mau
ketinggalan."Ya Allah, Aik kangen ayah, Aik mau mimpi ayah," bisiknya
pelan.



Selain itu, ada satu hal yang membuat mereka sungguh senang, kartu pos!
Ya, ayah mereka memang mengirimkan kartu pos spesial untuk mereka dari
Edinburgh. Saat baru saja dibuka dari kotak pos, mereka langsung
berebutan mengambilnya dan minta dibacakan. Kartu pos itu dibawa-bawa
kemanapun mereka pergi hingga beberapa jam. Dan saat kartu pos itu
hilang, tergeletak entah dimana, mereka pun kesal tak karuan. Setelah
bosan, barulah mereka tak lagi menghiraukan kartu pos itu. Waktu mereka
ingat lagi, sebelum tidur pun mereka meminta dibacakan apa yang ayah
tulis di kartu pos. "Mbak Lala tau Bun, itu patung James Watt, di deket
sekolah ayah,"kata Lala sewaktu dibacakan kartu pos dari ayah. " "Ha
ha, laki-laki pake rok, " tawa Aik dan Lala saat melihat gambar
seseorang berseragam khas lelaki Scotland--Gambar kartu pos kiriman
ayah untuk Aik. Hanya sebuah kartu pos, tapi barang itu kerap bagaikan emas bagi mereka.



Ayah, kehadiranmu begitu bermakna. Lihatlah mereka, begitu merindu dan
kehilangan. Permainanmu yang lucu dan mendebarkan, telah memberi mereka
kejutan dan kecerian. Kesabaran dan ucapmu disaat kau kelelahan, telah
menguatkan ikatan yang dalam. Sungguh tak heran bila para ahli
menyatakan bahwa ayah memiliki pengaruh luar biasa terhadap
anak-anaknya, karena hubungan ayah dengan anak ternyata memang
menimbulkan emosi yang sangat hebat dalam diri anak-anak. Kami semua
mencintaimu ayah. Hiks...











15 comments:

  1. Ganbatte ya anak-anak, Bunda...
    Sabar ya..sampe ayah kembali...
    Terharu bacanya..nggak kebayang deh nanti di Ina Jilan kudu berpisah sama papanya juga untuk urusan kerja...,blum pernah sih...
    Tapi di Ina ada keluarga besar, agak beda kali ya...?(mengira-ngira)

    Thanks for sharing...

    ReplyDelete
  2. Anak-anak jarang ditinggal bapaknya dalam waktu lama. Paling setahun sekali, itupun maksimal seminggu. Jadi belum pernah berkangen-kangen:)...
    Terima kasih sharingnya Mbak Agnes...

    ReplyDelete
  3. hiks...ceritanya bikin terharu....
    hhuhuhu....

    jadi pengen nikah... :">

    ReplyDelete
  4. semoga malik dan ais segera bsia ketemu ayah yaa..beberapa hari lagi kan insya allah jalan jalan ya sayang :)

    ReplyDelete
  5. Wah mbak Heni kapan pulang nih, fare well party dong kita mbak :-). Iya mbak kalo di Indo sih beda, dulu juga kami pernah ditinggal 7 bulan, tp krn ada nenek kakek dan sodara, anak2 baek2 aja, cuma emak nya aja yg suka mewek sendirian hehe... Kabar-kabari kalo mo pulang yaa... jgn lupakan daku dan teman2 multiply...wadoooh kayak mo ditinggal kemane aje :-)

    ReplyDelete
  6. Ini jg ayahnya cuma 2 minggu mbak, tp nggak tau tuh krn sendirian di negeri orang kali ya, jadi berasa banget. Pokoknya bener2 menghitung hari deh. Eh mbak Mamiek kan jg lg menghitung hari ya :-), jgn lupa kabari ya kalo udah lahir, semoga lancar dan sehat semua, amin...

    ReplyDelete
  7. He he...dek Titin sayang, buruan nikah deh, uenak tenan lho :-), maksudnya enak ada shoulder to cry on gitu...ditunggu yaa kabarnya, siapakah gerangan pria beruntung itu :-), eh salah siapakah si nemo hehe aku baca jurnalmu, seru ya :-)

    ReplyDelete
  8. Iya In menghitung hari neh, pgn cepet jalan juga, udah suntuk banget nih di rumah hehe... Thanks supportnya yaa...

    ReplyDelete
  9. Mbak Agnes, apa kabarnya? Lama nggak 'denger' suaranya. Tulisan bagus dan benar ya adanya:) Salam sayang utnuk anak-anak, Evi.

    ReplyDelete
  10. Mbak Agnes, aku termasuk yang sering ditinggal, malah pernah pisah kota selama 2.5 thn. Wah berasa bener .. mana tiap bapaknya berangkat, yg gede nangis-nangis, jadi harus saat dia tidur. Karena cukup sering, sekarang anak-anak gak nangis lagi kalo bapaknya pergi... cuma kalo malem rumah rasanya sepiiiii banget ...:D

    ReplyDelete
  11. Nes, anakku ngalamin yang lebih parah waktu pisah sama ayahnya dulu di tahun 2003. Mereka belum pada bisa ngomong banyak kayak anakmu sekarang. Yang kecil Hasya, selama beberpa bulan hampir tidak pernah tersenyum, sampai foto buat permohonan visa pun cemberut abis, pokoknya nggak ceria seperti layaknya bayi-bayi. Yang besar Hanif, selama berbulan bulan tidak pernah mau makan sampe bela-belain beli madu yang dari Teh Nia tea, baari teuteup we, nggak mau makan. Baru menjelang kebreangkatan balik ke Jepang dia bisa makan enak di rumah mbahnya di Jakarta. OOO segitu hebatnyakah sang Ayah? nggak tahu juga deh!. Pokoknya selama kita bisa ngumpul sama suami sebaiknya emang ngumpul ochre?? (beda kasus ini mah nya,..hehehe)

    ReplyDelete
  12. Hai mbak Evi, pa kabar juga, iya nih sudah sekian lama multiply aku anggurin, maklum mbak sok sibuk hehe. Salam sayang juga buat Adam sama Rania ya :-)

    ReplyDelete
  13. Iya mbak Liza bener banget sepiii banget ya, keueung mun kata orang sunda mah ya, makanya anak2 aku suruh ngungsi tidur sama aku semua, padahal sebelumnya udah sukses pisah kamar, tp ya gimana lagi drpada nggak bisa tidur. Wah kebayang mbak Lisa 2,5 thn. aku mah mau ngintil aja ah mbak kemana suami pergi he he... , moga2 bisa terus ya...

    ReplyDelete
  14. Eh iya bener Min, tak perlu diragukan lagi cie :-), pan udah terbukti sama Hasya n Hanif Min hehe. Bukti penelitian tentang kekuatan sang ayah, kata si buku itu jg banyak, asal ayah yg bener we bukan yg cuek dan suka marah2 ato malah manjain berlebihan kali ya, seperti ayah anak2 kita lah ha ha sok iyeh pisan. Tp bener lah suami para mommies mah pasti oke2 lah ya, pada sayang dan peduli sama anak, malah pas diskusi di milis katanya ada yg lebih sayang sama anaknya dp sama istri, wah nggak mau kalo yg ini mah hi hi saingan ma anak nih :-)

    ReplyDelete