Wednesday, June 20, 2007

‘Ibu Sebagai’

“Jangan kebanyakan jadi ‘ibu sebagai’!” Kata-kata itu begitu mengusik hati dan tak mau lepas dari ingatanku. “Sudah banyak Ibu lihat contoh, ibu-ibu yang sukses di luaran tapi anak-anaknya nggak beres di dalam. Banyak pula nama-nama Kyai dan ustad-ustadzah, yang nggak perlu lah Ibu sebut namanya, mereka sukses diluaran, tapi keluarganya hancur di dalam,” lanjut Ibu Elly Risman saat memberikan pesan terakhir untuk panitia workshop Salamaa tanggal 3 Juni 2007 lalu.

“‘Ibu sebagai’? Maksudnya?” Pikirku dalam hati. Oh maksudnya itu lho..misalnya ibu Anu yang menjabat sebagai ketua A, sebagai B, sebagai C, sebagai D dan sederet ‘sebagai’ lainnya, alias ibu yang banyak memegang tanggungjawab selain jadi ibu dan istri. “Jadi ibu dan istri saja sudah capek, apalagi kalau harus bekerja, capeknya luar biasa lho! Anak dititip ke pesantren? Diasuh orang lain? Lalu mau anak-anak seperti apa yang dihasilkan? Karena itu ibu selalu menganjurkan keluarga ibu, kalau anak belum 7 tahun, lebih baik dirumah dulu deh. Ibu juga dulu sering ditawari jadi ini jadi itu. Tapi lalu ibu berpikir, apa sih yang kita cari di dunia ini?” Begitu kira-kira ucapan ibu Elly selanjutnya.

Kami, panitia workshop yang sebagian duduk dan sebagian berdiri mengelilingi ibu Elly mendengarkan nasehat beliau dengan seksama. Acara Workshop Salamaa tanggal 1-3 Juni lalu berjalan sukses. Kebanyakan peserta merasa puas, bahkan menyatakan berharap ibu Elly bisa datang lagi ke Belanda. Kami, sebagai panitia tentu juga puas dan senang dengan suksesnya acara ini. Tapi kemudian di perjalanan pulang aku merenung. “Telah sukses jugakah aku membangun keluargaku? Jangan-jangan selama ini aku telah kebanyakan jadi ‘ibu sebagai’. Jangan-jangan tanpa sengaja selama ini aku terlalu sibuk ‘diluar’ dan melupakan tanggungjawabku sebagai ibu. Jangan-jangan selama ini fisik ku di rumah, tapi hatiku tidak bersama anak-anak dan suamiku. Kebanyakan depan kompi, kebanyakan ngenet. Duh ditambah lagi, bukankah selama ini aku sering bilang bahwa aku bukan orang yang bisa ‘duduk manis’ saja di rumah?”

Oh Tuhan! Mengapa tidak Kau buat saja aku menjadi orang yang suka ‘duduk manis’ di rumah? Bukankah semua itu bukan keinginanku? Andai aku bisa merubahnya aku mauu!. Tapi selalu saja aku kesulitan. Memang betul sekali, selama ini aku merasa lebih enjoy melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tak berurusan dengan rumah. Urusan pekerjaan di luar sana bisa aku sikapi dengan profesional, tapi mengasuh anak dan keluarga? Apakah aku sudah bersungguh-sungguh? Padahal ibu Elly selalu berpesan, mengasuh anak itu harus dengan 3 B, Bersungguh-sungguh, Berencana dan Bersengaja! Beliau bahkan selalu membuat goal dan objektif per tiga bulan, per- enam bulan atau per tahun, dalam mengasuh anak-anaknya. Karena urusan pengasuhan anak bukan main-main!

Hmm…bukankah  pertumbuhan dan perkembangan anak-anakku kadang berlalu begitu saja ditelan waktu. Bukankah ‘peer-peer’ ku dalam pengasuhan yang masih menggunung kadang kubiarkan lewat begitu saja. Boro-boro bersungguh-sungguh, berencana dan bersengaja, kesibukan demi kesibukan malah kerap melewatkan waktu-waktu emas anakku yang tak akan pernah kembali itu. Duh! Mengalir dan mengalir saja seperti air, terbawa arus yang entah mengarah kemana. Sejujurnya sejak dulu, tarikan-tarikan di luar sana bagiku memang selalu lebih indah daripada pekerjaan menjadi ibu.

Kenapa ya? “Karena pekerjaan pengasuhan melelahkan jiwa,” kata suamiku. “Siapa sih yang suka mendengar rengekan, tangisan dan lain-lain dari anak-anak, capek hati kan. Dan itu nggak pernah aku temui kalau aku mengerjakan thesis. Karena itu aku bisa ngelembur berhari-hari demi thesis. Aku bisa enjoy sekali dengan pekerjaanku,” lanjut suamiku lagi. Ya mungkin suamiku benar, pekerjaan pengasuhan memang melelahkan bukan hanya fisik tapi juga jiwa. Namun aku sungguh penasaran. Kenapa ya? Kenapa aku dan kebanyakan orang pada umumnya lebih suka pada pekerjaan di luar sana dibandingkan mengasuh anak? Apalagi mengasuh dengan 3 B. Ah aku yakin orangtua yang ber 3 B dalam mengasuh anaknya dijaman sekarang ini sungguh langka. Bukankah kita umumnya hanya berkejar-kejaran dengan pekerjaan, jabatan, masa depan, harta dan entah apa?

Anak-anak kita biarkan diasuh oleh media, harta, tetangga, atau siapapun dia. Yang jelas bukan oleh kita. Waktu untuk anak-anak kita? Twenty minutes parents! begitu kata penelitian di USA. Menurut penelitian tersebut kebanyakan orangtua hanya menyediakan waktu dua puluh menit dalam sehari untuk anak-anaknya. Kita memang ada di pagi hari bersama anak kita. Pulang sekolah, makan malam, menjelang tidur, mungkin kita juga ada. Tapii hati kita tidak bersama mereka! Wajah mengkerut, ingatan pekerjaan di kepala, bentak sana bentak sini, dan selalu dengan tergesa berkata,”Ayo cepat, nanti terlambat. Makannya lama amat! Ayo tidur! Ayo sholat! Ayo beresin mainan!” dan pecutan kata-kata lainnya. Dan kalau anak-anak ingin bermain bersama kita,”Mama capek!” Itu yang kerap kita ucapkan bukan?

Oh..oh..oh…aku harus berhenti sejenak! Merenung lagi, mengingat lagi tugas-tugas pengasuhan ini. Mereka amanahku! Akankah kutinggalkan mereka tanpa bekal yang berharga? Tapi mengapa begitu sulit untuk mau ber-3 B? Aku sungguh masih penasaran. Kenapa? Kenapa pekerjaan di luar sana selalu berwarna lebih indah?

“Karena orangtua kita tidak pernah mempersiapkan kita menjadi ibu dan ayah!” Itu jawabnya! Ibu Elly menjawab pertanyaanku itu saat aku bersamanya seminggu. “Dari dulu, kita tidak pernah disiapkan untuk menjadi orangtua. Akademik..akademik dan akademik, itu saja yang selalu jadi tujuan. Jadi insinyur, dokter, pengacara..dan lain-lain pekerjaan bergengsi lainnya. Itu lah yang dimau kebanyakan orangtua kita dulu. Apakah pernah kita belajar bagaimana menjadi ibu? Apakah pernah ditanamkan dalam diri-diri kita bahwa suatu saat nanti kita harus menjadi ibu dan ayah? Apakah pernah kita diberi bekal untuk menjadi ibu dan ayah? Tidak bukan? Padahal menjadi orangtua itu tidak mudah. Padahal keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan sangat penting. Padahal ayah dan ibu harus menjadi partnership dalam pengasuhan. Apakah kita tahu semua itu? Saya dengan Neno (Neno Warisman-red) bahkan berjanji, bahwa kami akan berusaha semampu kami hingga mati untuk membuat anak-anak laki-laki generasi kini, agar mereka siap menjadi seorang ayah!” Begitu kira-kira penuturan ibu Elly dalam obrolan-obrolan kami selanjutnya.

Ya! Itulah jawaban yang aku cari. Pantas saja aku tak pernah tergerak untuk bersungguh-sungguh, berencana dan bersengaja membangun keluargaku, mengasuh anak-anakku, karena orientasiku dulu memang hanya jadi dokter..ambil spesialis..karir dan karir. Begitu juga dengan suamiku. Belakangan kurubah niatku menjadi ibu, tapi itu pun karena kondisi. Itupun disambi jadi penulis, jadi tukang kue, dan jadi jadi lainnya. Tetap saja prioritas menjadi ibu ini kemudian tenggelam.

Hmm…lalu apakah artinya aku tak boleh bekerja dan beraktivitas di luar sana? Oh tidak, bukan begitu maksudnya. “Silahkan saja, tapi kalau sudah siap mengambil tanggungjawab lain, bagaimanapun, anak tetap amanah kita. Pengasuhan anak tetap jadi prioritas dan artinya kita tidak boleh mengeluh capek! Siapa suruh punya anak?” begitu kira-kira pesan bu Elly lagi. Di sela-sela obrolannya dengan suamiku, bu Elly malah bilang,” Di rumah saya, haram hukumnya bilang capek! Karena anak saya sudah besar-besar, sekarang, ada anak saudara yang saya asuh. Tanpa ganti baju sepulang kerja, saya bahkan mendahulukan mereka. Ngobrol dengan mereka, atau menemani mereka bikin Pe-er.” Bayangkan, bukan anak sendiri saja betul-betul diasuh dengan 3 B oleh bu Elly. Sedangkan aku? Hmm…

Jadi untuk orangtua yang bekerja, bagaimana tipsnya agar anak tetap dalam ‘kendali’ kita? “Quality time yang benar bukan menyediakan 20 menit sehari untuk anak, tapi terpotong-potong. Kalaupun memilih bekerja, minimal sekali, sediakan  dua puluh menit sehari tapi full betul-betul untuk anak. Itu lah yang disebut quality time,” kata bu Elly memberikan tipsnya. “Pulang kerja, muka jangan kenceng. Lakukan sesuatu bukan ‘bersama-sama’ tapi ‘bersama’ anak (jangan melakukan yang lain). Nggak bisa kita bilang,”Mama capek!” saat anak sedang membutuhkan kita. Ketika bersama anak, kosongkan pikiran, buang semua timbunan pekerjaan yang masih menggelayut di kepala, dan lakukan sesuatu dengan anak dengan sepenuh hati.”
 
Tapii… Tidak boleh mengeluh capek? Wadaw! Bagaimana mungkin? Huhuhu padahal sekalipun aku dirumah tapi pekerjaan rumah dan pekerjaan lain-lain itu lah yang membuatku capek. Si capek yang selalu bikin gara-gara, sehingga aku melewatkan saja momen-momen berharga dalam hidup anakku. Si capek yang kerap membuat amarahku tak tertahan dan kesabaranku hilang. Tapi kalau dipikir lagi, iya ya, setiap pilihan mengandung resiko bukan? Kalau mau mengambil tanggungjawab lain (bukan hanya sebagai ibu dan istri), tentu harus siap dengan akibatnya dong ya? Jadi, memang sudah sewajarnya kalau kita tak boleh mengeluh capek bukan? “Geser paradigma!” kuingat lagi pesan bu Elly. Ya barangkali itu kuncinya agar kita tak lagi mengeluh capek.

Ngeles? Mau lari dari tanggungjawab? Boleh-boleh saja, karena hidup adalah pilihan. Tapi bukankah setiap pilihan harus dipertanggungjawabkan? Sekarang tinggal pilih, mau generasi yang lebih baik, tetap jalan ditempat atau berlari mundur kebelakang?”Apa nggak malu, paspor negara kita selalu dipandang sebelah mata oleh negara lain? Ya karena Cuma sebegini lah kualitas manusia-manusia Indonesia yang ada sekarang!” Ucapan Bu Elly itu kerap kudengar untuk menyentil kami. Namun yang terpenting lagi, ketika nanti Allah bertanya,”amanahKu, telah kau asuh seperti apa amanahKu?” Mampukah aku dengan lancar menjawabnya? Ataukah mulutku hanya bisa terbata-bata, kelu bahkan terkunci kaku? Kalau menjadi ibu dan istri saja sesungguhnya aku belum mampu, lalu sanggupkah aku menjadi  ‘ibu sebagai’ lainnya? Argh… rasanya harus kutata ulang lagi hidupku kini!

Pertemuan dengan ibu Elly sungguh seperti sebuah paket spesial dari Tuhan untukku. Ketika aku sedang asik dengan kegiatan baruku dan terlena, lagi-lagi Allah mengirimkan utusannya untuk mengingatkan aku, menegurku dan meluruskan kembali jalan pengasuhanku. Terimakasih ibu, pesan-pesan dan semangat yang kau bawa dalam cerita-ceritamu sungguh membuatku haru. Terimakasih Tuhan, untuk kiriman paket spesial itu. Gerakkan kaki, tangan, hati dan pikiranku, agar tak lagi melalaikan amanahMu.

52 comments:

  1. makasih nes atas tulisan curhatnya :). tulisannya bagus sekali, seperti tulisan agnes lainnya :). kita saling doakan ya nes agar kita mampu menata hati...dan menjaga amanah Dia sebaik baiknya. I luv u nes!

    ReplyDelete
  2. thanks for sharing ya dok... tulisannya bagus banget...*refleksi*

    ReplyDelete
  3. nasihat 'ibu sebagai' ini juga bener2 terngiang2 trus deh mba...
    makasih ya mba dah dicurahkan disini...inspiring sekali:)

    kangen nih ama mba agnes...ga ada lagi teror meneror lewat email bersama kak nina hehhee:p
    gimana mba studi bandingnya? ditunggu ya ceritanya;)
    salam buat lala & aik ^__^

    ReplyDelete
  4. thank you for sharing.....
    tulisannya bagus sekali.....

    ReplyDelete
  5. duh.. bagus banget tulisan mbak diatas.. tamparan juga sih sebenernya..
    mudah-mudahan kita bisa menjaga amanah yang udah dikasih yang Di Atas ya.. amien..

    ReplyDelete
  6. terima kasih sangat atas tulisan di atas ..
    ingin rasanya menemani Alma @home ..
    doakan ya usaha bisnis online yang sedang dijalankan sukses sehingga bila saatnya tiba saya siap menjadi FTM ! ^_^
    amin amiin :)

    -dinar-
    http://Lapak.info

    ReplyDelete
  7. bagus ....trmksh bgt....
    amin,amin,amin .........

    ReplyDelete
  8. thanks mbak Agnes sharenya. Sekalian mengingatkan ku, juga nih :-)

    ReplyDelete
  9. thanks yah mba...aku jadi teringat sama Khairul, tidak terasa dia hampir berumur 1.5 thn, rasanya waktu cepat sekali berlalu, aku harus berusaha keras agar Khairul jadi yang terbaik dimata Allah dan di masyarakat. Amien.

    ReplyDelete
  10. ibu sebagai tukang somay "laris manis"...ibu sebagai nerima pesenan kue brownies" enaaak"....tuh kan sukses bisnis sukses sambil sekalian "mendidik" lala en aik, .tp gpp kan sesekali punya aktifitas diluar, lagian kalo seharian ngurus rumah,suami dan anak..bisa-bisa stress...

    ReplyDelete
  11. makasih buat share nya..huhu..sayang ga bisa ikutan workshop..

    ReplyDelete
  12. dzigg!!! touching n nohok bgt Nes... Iya, kadang aku di rumah seharian tp nyambi ngenet, nonton, baca, telp.. aduh... Txs for sharing ur "special reminder package".

    ReplyDelete
  13. menyentuh sekali tulisannya, thanks ya, aku jadi teringat Kamiilah n harus pulang sekarang, ajak2 Ibu Elly seminar ol di WRM kali ya, moga Mbak Agnes terpenuhi keinginannya..

    ReplyDelete
  14. Trims ya Agnes... tiap baca tulisan Agnes selalu membawa semangat baru dalam mendidik anak... selalu ada semangat disana... untuk menjadi lebih baik....... karena memang mendidik anak adalah pekerjaan pengasuhan jiwa yang melelahkan... karena ini memang jihad seorang ibu.... karena ini memang butuh pengorbanan yang besar... selalu dan selalu harus di beri pupuk agar semangat tak menjadi layu... dan gugur ditelan rutinitas yang melelahkan.....

    ReplyDelete
  15. Huhuhu....jadi deg2an mba...aq sekarang hamil 3 bulan...mudah2an bener2 nanti bisa main bersma anak2 tuh bener2 ga ribut klo berantakan abisnya aq sindrom rapiii terus...jadi deg2an ntar klo punya anak....

    ReplyDelete
  16. mba Agnes..pakabar..jd inget bolak balik imel2an dulu..seru ya mba..:)
    Tulisannya mba bagus banget..makasih ya..aku blom sempet nih nulis2..masih di'kejar' termin lain..:(
    Saling mendoakan ya mba...

    ReplyDelete
  17. Makasih atas sharingnya....semoga dapat menghilangkan kebiasaan bilang capek kalo lagi bersama mereka :) dan bisa menjadi ibu yang lebih baik buat mereka, aamiin

    ReplyDelete
  18. Makasih mom Agnes atas tulisannya, bagus banget. Aku selalu salut dengan para ibu yang berhenti bekerja dan menjadi FTM,. Soalnya aku juga pingin banget jadi FTM,tapi kok masih belum berani aja ya... :((

    Tapi ada pertanyaan yang sering mengganjal, benarkah hanya ibu-ibu rumah tangga yang setiap hari ada di rumah aja yang cuma bisa menghasilkan anak yang baik, santun, pintar dan bermoral? Apakah seorang ibu yang bekerja tidak bisa menghasilkan anak-anak yang berkualitas sama seperti para FTM?

    Trus, kebayang gak sih kalau pendidik (TK-Univ), peneliti, menteri, dokter, suster, pekerja Palang Merah, penyanyi, pemain sinetron, dll yang wanita harus berhenti bekerja semua? Hmmm

    Maaf, kalau komentar saya ternyata salah. Hanya ingin sharing dari pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Boleh kan kita saling bertukar pendapat, supaya menambah ilmu

    Terima kasih :-)

    ReplyDelete
  19. Amin In, saling mendoakan yaa , Tx yaa...luv u too in :-)

    ReplyDelete
  20. Sama-sama, makasih juga dah mampir mba :-)

    ReplyDelete
  21. Hai dian :-) Iyaa kangen ya bener deh jd inget masa2 riweuh dulu, seru ya :-). Btw dikau lagi di finland kan dian, padahal kemaren ketemuan ya. Nanti hasil studi bandingnya klo udah selesai bakal aku publish di smua2 tempat deh hehe. Makasi ya say, sun buat adek majid yg ganteng :-)

    ReplyDelete
  22. Aduuh mbak Syl bikin geer aja neh hehe tulisan mba syil jg bagus2 lho, apalagi foto2nya, wuah ga kuku :-) makasi ya mbaa...

    ReplyDelete
  23. Amiiin. Sama-sama saling mendoakan ya mba. Makasih...:-)

    ReplyDelete
  24. Amiin, aku doakan yang terbaik yaa :-) Tx juga udah mampir :-)

    ReplyDelete
  25. amin..amin amin juga dan makasih juga ya :-)

    ReplyDelete
  26. Iya Shrie sama-sama kita saling mengingatkan yaa :-)

    ReplyDelete
  27. Wah bener mba, waktu memang ga kerasa berlalu, tiba-tiba aja anak2ku dah bukan balita lagi ihiks. Kita sama2 berusaha yang terbaik ya mba :-)

    ReplyDelete
  28. Hihihi nisa buka kartu nih hehe, iya sa, kalo di rumah ga ngapa2in aja sutres, makanya jadi ibu sebagai, tapi kebanyakan jadi ibu sebagai juga repot, anak terlantar, jadi pinter-pinter milih n ngatur waktu aja kali ya :-)

    ReplyDelete
  29. Huhuhu sama Shin, makanya kutulis untuk mengingatkan slalu, karena itu juga yg sering kulakukan. Tx juga udah mampir yaa :-)

    ReplyDelete
  30. Amiin..makasi ya mba Roes :-) Iya mba, asik jg tuh klo WRM bisa ngundang bu elly, insya Allah bermanfaat, ayo mba dikomporin WRM crew n para mommies :-)

    ReplyDelete
  31. Duh teteh bisa ajah :-) Iya teh kadang aku memang suka semangat tapi terus jatuh lagi trus bangun lagi, mudah2an kita sama2 bisa berusaha selalu lebih baik ya teh. Makasih ya teh :-)

    ReplyDelete
  32. Wah selamat ya buat kehamilannya :-) Insya Allah everything will be oke say, apalagi emaknya rajin baca dari berbagai sumber, tinggal rajin diterapkan aja kali ya n klo punya targetan turunkan espektasi dikit biar ga deg2an :-)

    ReplyDelete
  33. Hai Mba fit :-) Iya ya jadi kangen ya klo diinget-inget emang seru mba :-) Wah mba fitri sibuk terus nih hebat deh, banyak jadi ibu sebagai ya mba haha, tapi ga masalah kan, asal bisa manage waktu ajah. Makasih ya mba, Amiiin..iya mba kita saling mendoakan yaa :-)

    ReplyDelete
  34. Ga ada komentar yang salah koq mba :-) Dulu juga aku bertanya-tanya banget soal ini, rasanya arsip diskusi dan tulisanku soal ibu bekerja FTM ini ada di arsip website WRM ya. Sekarang setelah mencari2 dan menemukan jawabannya dgn proses yg lama, baru bisa yakin dengan pilihanku mba. Kupikir mba juga mesti mencari2 terus jawabannya yang sesuai dengan hati dan jiwa mba kali ya :-) sebab menurutku, tiap orang bisa mendapat jawaban dan keyakinan yang berbeda dari pertanyaan mba itu sesuai dengan pengalaman dan background hidup sebelumnya.

    Kalo menurutku, ga ada yang bisa jamin bahwa seorang FTM akan menghasilkan anak yg lebih baik. Memang keuntungannya FTM kesempatannya akan lebih besar menghasilkan anak yg lebih baik kalau dia bisa dan tau gimana caranya. Tapi justru kalo FTM tp uring2an mulu di rumah, ga ngerti gimana cara mengasuh anak, ato ngrumpi mulu ke mall mulu anak tetep diserahkan sama sekolah aja/pembantu aja misalnya juga tentu hasilnya tanda tanya. Tentu akan lebih baik ibu bekerja tapi yg betul2 memanfaatkan quality timenya dengan baik dan benar. Walopun aku FTM anakku jg biasa-biasa aja tuh mba hehe maksudnya setiap anak jg unik ya punya karakter sendiri apalagi kalo yg berkekhususan, segimana pun baeknya jd FTM tetep aja tiap anak jg mesti ada kurangnya, ga semua bakal jd bintang hehe krn tiap anak jg punya destiny sendiri ya.

    Lalu kalo semua perempuan berhenti bekerja smua jg ga mungkin kali ya mba hehe, karena tiap org punya destiny beda2 jg, dan pilihan tiap orang jg beda-beda. Mungkin masalahnya gimana mengatur prioritas, kapan dan dimana bekerjanya supaya ilmunya ga tersia-sia. Kalo aku sepakat sama bu elly, 7 thn pertama lebih memilih focus ke anak karena 7 thn pertama memang pondasi banget ya. Tapi klo disaat2 itu mau bekerja jg ga masalah asal yg ptg ya itu, tau resikonya, saat pulang tau bahwa resiko bekerja adalah capek, tp walau capek, sbg ortu yg bertanggungjwb, kita tetep dituntut untuk memberikan kualitas pengasuhan yang baik kalau memang mau anak kita lebih baik. Kira-kira begitu mba pendapatku. Wah jadi panjang deh, memang diskusi soal ini ga ada abisnya ya tetep seru hehe.

    Makasi jg buat komentarnya ya mba :-) Kudoakans smoga mba mendapatkan keyakinan untuk memilih yg terbaik, pilihannya ga harus jd FTM lo :-)

    agnes

    ReplyDelete
  35. Bagiku tulisan mba Agnes ini juga merupakan paket, yang bisa menyemangati dan kembali meluruskan tujuan pengasuhan anakku.
    Jazakillah mba..
    Semoga kita bisa menjaga amanah yang diberikan-Nya padakita dengan bersungguhsungguh, berencana dan bersengaja. Amin

    ReplyDelete
  36. Susah emang jadi perempuandan ibu...maar Alhamdulillah kita dikasih tanggung jawab besar dan berat...tapi imbalannya pun jauuuuuuuuh lebih besar dari itu...syurga, amiiin...

    ReplyDelete
  37. subhanaLlah bagus bangeet... makasih ya sayang udah berbagi disini...alhamdulillah dapat masukan dan nasehat dari sini sekali lagi dank u well jazakiLlah!

    ReplyDelete
  38. makasih sharingnya mbak agnes ........jadi masukan buat para ibu

    ReplyDelete
  39. Duh, tulisan Mba kali ini bener2 membuatku speechless, sampe gak nafas pas bacanya! Baik Mba Elly dan Mba sama2 hebatnya di mataku :-)
    Terus bersyukur, mengambil ibrah dan menulis ya Mba *hugs* :-p

    ReplyDelete
  40. Amiin..kita sama2 berusaha ya mba :-) Tx lo dah mau baca :-)

    ReplyDelete
  41. Amiin insya Allah ya mba asal ikhlas :-)

    ReplyDelete
  42. Aduuh teteh bikin geer ajah hehe, yg bagus itu bu elly nya teh, aku cuma menyambungkan suara blio aja, ya ga teh :-) Sama-sama makasi jg ya teh :-)

    ReplyDelete
  43. Sama-sama mba, semoga bermanfaat buat kita smua ya :-)

    ReplyDelete
  44. Hadududu Ima segitunya deh bikin geer aja neh ima :-) Eh ma bu Elly itu dah ibu2 punya cucu, jd kayanya ga pantes klo dipanggil mba Elly hihi lucu dengernya, si ibu seru banget deh dia hebat Ma, aku mah ga ada apa2nya lah Ma. Tx ya say *hugs juga* :-)

    ReplyDelete
  45. Tulisan2 mbak Agnes mengingtakanku dan membuat aku harus bertanya pada hati nurani, apa yg menjadi prioritas hidup, ibu sebagai atau keluarga, huhuhu... , btw makasih banyak ya mbak...

    ReplyDelete
  46. ...... speechless.... let's find what we can do for our children yah mbak....

    ReplyDelete
  47. Lam kenal,..
    tulisan mba jadi batre buatku untuk selalu semangat didepan anak anak, ..
    tahu nih bawaannya ko pengen santai tiduran sambil nonton sinetron kalo uda cape seharian kerja ketimbang ngeladenin anak,..
    moga mulai sekarang upayain minimal 20 menit bener2 maen sama anak, ga fokus ke tv atau yg laen,..

    ReplyDelete