Wednesday, November 5, 2008

RUU Pornografi? Buat Apa sih?


Anak-anak adalah asset bangsa, lagu lama ya? Tapi kenyataannya, kita tak bisa sangkal, masa depan bangsa kita (yang sedang carut marut ini) memang ada di tangan anak-anak ,  iya kan? Bayangkan kondisi ini. Ketika anak lelaki kita berusia 12 tahun, kelas 6 SD. Kita sudah berusaha membentenginya dengan menyekolahkan ia di sebuah SD Islam ternama misalnya ( Walaupun mungkin, alasan kita menyekolahkannya disana karena kita orangtuanya  terlalu sibuk bekerja dan tak sempat mengajarkan pendidikan agama dan pendidikan seks sejak kecil di rumah). Lalu tiba-tiba, suatu hari, masuk laporan dari guru sekolahnya bahwa anak kita tertangkap basah sedang menonton video porno lewat handphone, hardcore porn pula! (video porno yang isinya aduhai menjijikan sekali buatku). Dan parahnya ia tertangkap basah menonton video itu bersama 12 orang temannya. Bayangkan! Kita, ibu yang melahirkannya, dan ayah yang sama bertanggungjawabnya terhadap anak itu (karena bikinnya sama-sama kan ;-)). Bagaimana perasaan kita?

Belum cukup sampai disitu. Ketika seseorang yang memergoki bertanya pada anak kita.

“Apa yang kamu rasakan dengan menonton video itu?”               

“Senang.”Jawab anak kita.

“Terus kamu mau melakukan itu?”

“Mau, saya senang koq.”

“Kalau mau, sama siapa kamu mau melakukannya?”

“Sama siapa aja yang mau.” Jawabnya cool tanpa dosa.

“Lha nanti kalau perempuan itu hamil gimana?” penasaran si penanya.

“Kalau punya uang ya tinggal gugurin aja.” Jawab anak kita enteng.

Astaghfirullaah! Bayangkan! Anak kita bicara seperti itu! Berkeping-keping. Hancur kan perasaan kita? Lalu kemana selama ini hukum-hukum tentang zina dan ajaran moral yang sudah berusaha kita ajarkan padanya? Kemana perginya? Oke, selama ini soal pengajaran moral kita angkat tangan dan menyerahkannya saja kepada guru di sekolah. Lalu kenapa ajaran guru itu tidak ada yang menempel di kepalanya? Kenapa?

Contoh di atas bukan khayalan. Tapi nyata diceritakan oleh bapak anggota DPR Hilman Rosyid Lc yang kebetulan diundang bicara tentang RUU pornografi di Groningen semalam. Dan itu baru satu kasus, di satu sekolah. Aku jadi ingat cerita ibu Elly Risman Psi. dari yayasan kita dan buah hati yang sangat concern soal ini. Seminarnya tentang ‘Bicara seks pada Anak’ selalu menginspirasi sekaligus membelalakkan mata kita tentang betapa ngerinya kondisi penyerangan ideologi pornografi di Indonesia terhadap anak-anak kita, terutama di kota besar.

Ketika beliau menjelaskan tentang bagaimana proses kehamilan terjadi dengan mengumpamakan rahim dari buah pir, dan organ lain dengan buah lain, anak-anak SD kelas 5 dan 6 asuhannya menertawakannya.”Ha haha..itu sih kuno Bu!” kata mereka. Ya tentu saja, karena mereka sudah terbiasa melihat aslinya langsung dari gambar-gambar dan situs porno. Aku dan teman-teman peserta seminar waktu itu terkaget-kaget ketika beliau menceritakan temuannya melihat sekumpulan  anak wanita SMP yang saling mempotret kemaluannya dengan telepon genggamnya dan memperlihatkan hasil jepretan mereka ke teman-teman laki-lalkinya dengan bangga.Duh!

Ah..banyak sekali contoh-contoh mengerikan yang pernah aku dengar dari beliau yang membuatku miris. Kita memang tidak akan tahu inti permasalahan kalau kita tidak mencari tahu kondisi yang sebenarnya. Dari bu Elly, aku juga baru tahu bahwa kasus pornografi ternyata bukan sekedar pornografi. Kasusnya tidak sesederhana itu. Ada agenda besar dari penyebar ideologi pornografi untuk menghancurkan moral masyarakat. Mereka bekerja dengan cerdas, sistematis dan berusaha masuk dari berbagai celah. Mereka sengaja mentarget anak-anak, karena anak-anak adalah pasar masa depan bagi mereka. “Ada temanya, incest misalnya,” kata pak Hilman. “Nanti tentang incest ini lalu ada filmnya (produksi hollywood), lalu muncul di film Indonesia, sinetron, komik, manga, game dan lain-lain.” Lanjut pak Hilman. Bu Elly juga pernah mengatakan yang sama. Parahnya komik-komik tersebut dijual sangat murah dengan akses yang sangat gampang pula di sekitar sekolah. Bahkan karena keaktifannya menyuarakan tentang pendidikan seks sejak dini dan melaporkan hasil-hasil temuannya tentang pornografi pada anak-anak, ibu Elly pernah meminta perlindungan khusus dari pemerintah. Ya, beliau mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang dirugikan tentu. Artinya, musuh itu ada bukan?

Oke, jadi apa hubungannya dengan Undang-undang pornografi dan apa perlunya?” Kalau kasusnya seperti di atas, itu sih cukup orangtuanya saja di rumah mengajarkan pendidikan seks, atau pihak sekolah, kenapa harus pake Undang-undang segala? Begitu kan pertanyaan sebagian orang.

Hmm…kenyataannya apakah segampang itu mengajarkan pendidikan seks pada anak di rumah dan di sekolah? Dan berapa banyak sih orangtua yang concern untuk mengajarkan soal pendidikan seks sejak dini? Di sekolah-sekolah di Indonesia? Rasanya masih menjadi wacana. Bukankah soal ini masih dianggap tabu dan saru?

Aku sering mengompori temanku untuk mulai bicara seks pada anak sejak kecil. Tapi apa tanggapannya?”Iih ga tega deh Nes. Gimana ngomongnya? Enggak Ah!” Dan ketika aku ajak untuk ikut seminar bagaimana bicara seks sejak dini ke anak, banyak yang tidak melihat pentingnya. Mungkin kejauhan, tidak perlu ikut seminar, membaca artikelnya saja, atau membaca bukunya. Tapi apakah dipraktekkan? Padahal pendidikan seks tidak bisa dilakukan borongan dan instant, harus dicicil pelan-pelan. Bukannya hendak membanggakan diri, tapi aku saja yang sudah mendapat pencerahan dari ibu Elly, sering mencari info-info seputar bagaimana mengajarkan seks sejak dini pada anak, dan mencoba untuk mempraktekkannya pada anak-anakku, kadang masih tergagap-gagap dan cemas dengan hasilnya. Bagaimana dengan yang sama sekali tidak concern dengan hal ini. Dan jumlah orangtua yang concern? jangan ditanya, hanya segelintir dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia!

Sejak anak-anakku mulai bisa bicara, aku mengajarkan pada mereka untuk menyebut kemaluan dengan nama aslinya, vagina dan penis. Awalnya aneh, tapi lama-lama terbiasa. Ketika anakku batita dan aku sering memandikannya, sambil mandi, aku sebutkan nama-nama organ tubuh mereka. Aku katakan bahwa nanti suatu saat akan tumbuh rambut di ketiak dan kemaluan mereka. Ketika anak lelakiku sering memegang-megang penisnya aku katakan padanya.”Say, enak ya, geli ya. Iya bunda tau pasti enak dan geli kalau penisnya dipegang-pegang, tapi ga usah dipegang ya sayang, nanti lecet.” Ketika mereka balita dan melihat cicak kawin, aku katakan pada mereka,”Cicaknya menikah, nanti mereka punya anak. Titik.”  Semua itu contoh pendidikan seks sejak dini pada anak yang pernah aku dapatkan dan coba aku terapkan.  Gampang? Phfh…perlu perjuangan tentunya untuk melenturkan lidah yang kelu dan otak yang beku ketika hendak mengatakannya.

Dan kini selepas masa balita, aku sering tergagap dengan pertanyaan-pertanyaan mereka. “Bunda, apa ini?” Tanya anakku ketika melihat sebuah kondom. “Itu kondom Sayang.” Buat apa?” Itu alat KB. KB itu apa? Dstnya. “Bunda, gimana bisa ada bayi di perut?” Ketika aku menjelaskannya lewat buku dan menceritakan tentang sel telur dan sperma, pertanyaan berlanjut. Gimana masuknya?” Haa?! OMG! Bagaimana aku harus menjawabnya? Meski aku punya senjata ‘KISS’ (Keep information short and simple), tapi tetap saja jantungku berdegup kencang dan cemas menanti pertanyaan apa yang selanjutnya bakal keluar dari mulutnya? Untungnya sampai sejauh ini semua berjalan lancar karena ternyata anak-anak adalah anak-anak yang akan berhenti bertanya ketika keingintahuannya sudah terpuaskan. Dan keingintahuan mereka betul-betul sejalan dengan usia. Kini, makin besar mereka, peer ku makin banyak. “Apa itu penyakit kelamin, apa itu AIDS?” tanya mereka. Saat ini aku hanya menjawab dengan sederhana. Namun suatu saat aku harus menjelaskan pada mereka apa bahayanya zina. Aku ingat pesan bu Elly,” Dengan menunjukkan gambar-gambar penyakit akibat seks bebas, mereka biasanya sadar sendiri dan ga berani macem-macem. “  Aku harap begitu adanya sambil dalam hati aku cemas, apakah benteng yang kuberikan sudah cukup kuat untuk menghalau serbuan yang luar biasa?

Ya! Serbuan pornografi pada anak-anak di Indonesia, di kota besar terutama, kini sangat luar biasa. Berapa banyak orangtua yang concern? Hanya segelintir! Berapa banyak lembaga yang peduli untuk mengedukasi orangtua soal pendidikan seks sejak dini? Segelintir. Sementara serangan ideologi pornografi setiap hari menggurita. Anak-anak diserang dari berbagai penjuru. Film, sinetron, iklan TV, internet, game, komik, majalah, handphone..agrh…mereka sungguh seperti diteror. Diantara segelintir anak yang terbentengi, berapa yang bebas lepas merajalela? Diantara orangtua yang peduli, berapa yang berpikir ‘emang gw pikirin, yang penting kerja dapat duit?’ Sementara raksasa penyerang bergembira terus melancarkan aksinya disana.

Bila lalu pemerintah mensahkan Undang-undang pornografi dengan tujuan utama untuk menjerat raksasa industri pornografi ini, apakah lantas kita masih tidak setuju? Bayangkan kalau kita sudah membentengi anak kita sedemikian rupa tapi kemudian dia diperkosa dan disodomi karena lingkungan yang kacau balau. Hii..amit-amit, naudzubillah. Ah..masa urusannya hanya karena anak-anak lantas dibuatkan undang-undang! Menyepelekan masalah anak-anak? Jangan lupa, target raksasa industri pornografi itu memang utamanya anak-anak! Bayangkan kalau sebagian besar anak-anak dan remaja Indonesia telah memiliki mental model porno akibat keseringan mengakses hal-hal porno sebelum matang usianya. Menurut penelitian Judith A. Reisman, candu pornografi bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen! Meski penelitian tentang kerusakan otak permanen ini oleh sebagian orang dibantah dan dianggap hanya kampanye anti pornografi, tapi secara common sense saja, jelas anak-anak yang sudah addict terhadap pornografi, tentu akan dipertanyakan kualitasnya kelak. Bagaimana akibatnya terhadap cara berpikir dan perilaku mereka nanti? Bayangkan dampaknya 5 atau 10 tahun lagi ketika mereka sudah beranjak dewasa. Dan jumlah mereka memenuhi sebagian besar rakyat Indonesia, bayangkan! Kualitas manusia seperti apa yang akan tumbuh di Indonesia?

Begitulah akibatnya kalau sang raksasa dibiarkan merajalela, sementara sungguh sedikit anak-anak yang terbentengi. Terlalu berlebihan? Silahkan ulik sendiri. Aku sendiri malu, sempat mempertanyakan tentang pentingnya RUU ini dan protes sana sini padahal aku tak tahu dasarnya, tujuan utamanya, dan apa yang terjadi di kalangan atas sana. Ternyata ada masalah besar disana. Jadi buat apa UU pornografi? Bertanyalah pada hati nurani! Dan yang lebih penting lagi, akankah kita berdiam diri?

63 comments:

  1. aduh miris bacanya, diwarnetku sini banyak anak kecil2 yg kukirain main game, begitu aku pantau ( diserver operator bs nge-remote apa aja yg dibuka user kita ) astaghfirullah... rasanya pengen aku marahin bener2 tuh anak. Tp pikir lg kyaknya gak ngefek coz ga disini pun, dia bs dgn mudah akses dimana... dilematis pokoknya... Amit2 deh.. *pny anak cewek dijagain bener deh*

    ReplyDelete
  2. stuju dgn ruu itu....biar lebih aman...

    ReplyDelete
  3. jangankan sekarang, Nes...aku ngajar waktu masih gadis tahun 2000 yang lalu aja anak-anak smp rata-rata udah pernah nonton film porno...tapi bener juga...ketika dikasih gambar yang memperlihatkan bagaimana bayi dalam kandungan....trus bagaimana bahayanya kalo digugurkan... mereka ternyata merasa ngeri juga....malah ada yang baru tau, seperti itu yang akan terjadi kalo hamil itu...gawat kan...padahal hubungan seksnya mereka udah tau duluan, efeknya gak pernah tau... memang bekal dari rumah lebih penting...ah...masih panjang ya, nes, perjuangan kita

    ReplyDelete
  4. Satu hal yang saya catat dari tulisan di atas juga menjadi point saya dalam diskusi-diskusi sejenis. Argumentasi membiarkan pendidikan seks kepada elemen pribadi atau keluarga memang terkesan bijak dan populis, namun buat saya terlalu menyederhanakan masalah.

    Argumentasi lain yang sering saya dengar:
    Serahkan masalah moral kepada kitab suci dan agama, tak perlu UU. Logika sederhana saya, kalau begitu tak perlu ada semua UU bikinan manusia (tak hanya pornografi) karena moral adalah ide dasar sebuah kitab suci, diharapkan manusia melakukan aktifitas apa pun dengan ide moral tersebut, semuanya akab berjalan lancar dan baik, kurang lebih begitu maksudnya.

    Namun, dunia tidak sederhana itu. Ide moral kitab suci dan pendidikan keluarga terbukti tidak mampu total meredam keburukan manusia, termasuk pornografi. Kitab suci adalah ide moral yang perlu dibahasakan dalam bahasa umum manusia dalam tataran praktis. Reward punishment Tuhan dalam kitab suci belum mampu menggerakkan manusia karena loyalitas dan pemahaman manusia terhadap moral kitab suci berbeda-beda. Dengan demikian perlu ada perangkat reward and punishment dalam tataran praktis yang dimengerti emua orang.

    Bicara korupsi, juga begitu. Moral semua agama mengajarkan anti korupsi. Namun tetap saja korupsi terjadi. Untuk itu dibuatlah perangkat hukum terkait korupsi, misalnya.

    Mengembalikan tanggung jawab moral kepada setiap individu sekali lagi berkesan bijak dan populis. Namun manusia adalah mahluk lemah dengan segala tingkah polah-nya. Fakta yang berbicara di lapangan adalah individu (khususnya anak-anak) yang cenderung terseret bahaya pornografi. Di lapangan tidak ada lagi tanggung jawab moral individu. Di lapangan, semua bahasan moral masuk ke kantong baju para pelaku bisnis pornografi.

    ReplyDelete
  5. Seremm bacanya mba. Pergaulan di sekolah juga udah 'lampu merah' ya mba. Anaknya temenku disini, yang udah 8 dan 10 taun, di sekolahnya biasa banget liat kakak kelas mereka pelukan dan ciuman selepas bel sekolah. Kalo udah liat orang ciuman gini, besar kemungkinan mereka penasaran untuk ngintip hal2 yang berbau pornografi.
    Anakku masih di playgroup, belum liat yang begituan, tapi nggak tau nanti kalo udah masuk sekolah beneran...

    ReplyDelete
  6. Setiap aturan, memang seperti sekeping mata uang ada dua sisi yang berbeda.

    Soalnya, sudah terkondisi kalau ada peraturan, selalu dimanfaatkan oknum untuk memeras.
    Hampir semua peraturan selalu begitu, coba ajah lihat aturan soal makanan: aturannya, susu expired dimusnahkan. Tapi pabrik ndak mau rugi. Dijual ke pihak lain untuk dioplos, dan dijual lagi. Pulisi tahu, lantas di'tangkap', tapi tujuannya cuma mau ngutip 'denda'. Soal tilang sama saja. Pilih mau damai atau pengadilan? Nanti bisa saja UUP juga dibegitukan oleh 'oknum'-2. Pusing lagi ya? :D)

    ReplyDelete
  7. Yang penting: saya setuju:). Kalau mau dibuat panjang bisa 3 halaman hehehe...
    Alasan seni? Kebetulan Tuhan saya bukan seni, jadi mohon maaf saja.

    ReplyDelete
  8. Apalagi yang udah pernah terjun langsung menangani kasus-kasus sebagai dampak pornografi...contohnya di Komnas Anak, bagaimana si "Mr. Parno Material" itu :D menjadi pemicu tindakan asusila yang korbannya banyak ditangani oleh komnas anak...sangat menyayat hati dan memilukan...

    ReplyDelete
  9. Saya barusan menghapus worl visitor map di MP saya karena situs penyedia layanan map tersebut promote pornografi. Saya cek beberapa situs yang menyediakan free world visitor map sebagian besar mencari uang dengan menjual pornografi juga. Jaringan pornografi menyergap dari segala penjuru.

    ReplyDelete
  10. Nes... menurutku selama UU itu implementasinya ga jalan ya susah, selain itu yang namanya undang-undang bahasanya musti ada pembatasan yang jelas, sehingga pelaksanaan maupun peradilan dan hukuman yang dijatuhkan juga terukur.
    Lha.... bukan pesimis. Tapi ternyata kesimpulannya kembali ke prinsip dasar bahwa keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama dan utama. Selain itu setuju sama Agnes, pendidikan seks sudah mendesak untuk diterapkan sebagai bagian pendidikan di Indonesia,bukan hanya dari pihak orang tua saja. Diluar masalah moralitas, disini aborsi legal, tapi angkanya kecil sekali, di Indo ilegal, tapi angkanya sangat besar. Naaaah.. emang bukan saatnya lagi menabukan pendidikan seks.

    ReplyDelete
  11. Nes...bikin buku Nes bagus nih tulisan..... *ngomporindotcom

    ReplyDelete
  12. Eeh Mae, punya anak cowo juga kudu dijagain bener lho, anak co jg bisa disodomi ato menghamili hehe. Ya paling engga kita mulai dari sendiri aja ya Mae, ayo kita galakkan pendidikan seks sejak dini :-)

    ReplyDelete
  13. Bener ya berarti sus, dengan gambar akibat seks bebas dan akibat gugurin kandungan bikin sadar ya, smoga deh, banyak peer nih kita :-)

    ReplyDelete
  14. wah tx mas eko tambahannya, bener2 melengkapi :-)

    ReplyDelete
  15. Jadi siap2 ya say, ayo kita galakkan pendidikan seks sejak dini ke anak :-)

    ReplyDelete
  16. Mudah-mudahan sekarang oknum juga bisa ditindak ya Om. Dan bener om setiap pilihan pasti ada resiko. Tapi diantara sekian oknum yang jahat pasti masih ada yang baik, hukum alam kan Om ya ga :-). Moga2 aja makin lama oknum nya makin berkurang. Dan buat aku mendingan kita ngorbanin soal per oknuman dp ngorbanin mental anak2. Uang bisa dicari, tapi pola pikir dan kesalahan mental gimana ngobatinnya, lebih susah lagi. But ya hidup memang pilihan ya om :-)

    ReplyDelete
  17. hehe tos mba :-) Apa kabar nih mba yg sibuk sekolah :-)

    ReplyDelete
  18. wah sepertinya aku harus bersih2 juga nih mba, tx infonya ya :-)

    ReplyDelete
  19. Duh ngebayanginnya aja udah ngeri mba, harusnya disosialisasikan juga ya akibat2 ini, ayo mba ditulis :-)

    ReplyDelete
  20. Ta, kenapa harus pesimis, perubahan kan bagaimanapun harus dimulai dengan segala resikonya, ya ga :-). Klo prinsipku sih segala niat baik kenapa ga kita tanggapi dengan positif dulu, ga langsung apriori. UU ini ga terus menyuruh org2 untuk jd kerudungan koq hehe, sori guyon lho :-) soalnya aku pernah denger ada yg takut soal ini. tujuan utamanya memang industri pornografi. Klo dengerin pak Hilman semalem,Soal UU itu urusan legislatif dan implementasi urusan eksekutif (pemerintah). Memang klo balik lagi ke pemerintah hopeless ya. Tapi yang penting sekarang kita punya payung hukum. At least misalnya kita liat ada tayangan porno di TV yg ga mendidik kita bisa nuntut, diajuin ke pengadilan, klo dulu kan engga.

    Masalahnya kenapa dari rumah dan pendidikan seks aja ga cukup, kita yg melek pendidikan bisa dengan gampang nyari info soal itu, gimana dengan yg di desa-desa. Yg di kota aja pengalamanku Ta, udah ikut seminar, udah dikasih tau caranya, tetep tuh susah mraktekin pendidikan seks, gimana dgn ibu2 di desa ya ato ortu yg memang krn tuntutan ekonomi sibuk cari makan ga ada wkt buat anaknya, hrs ekstra keras ngajarinnya. Memang ini hal yg mendesak diterapkan dlm pendidikan di Indo, tp kenyataannya ga segampang itu. Klo ngobrol sama bu Elly, dia sering banget deh udah usaha ke atas ngomong soal pentingnya pendidikan seks ini tapi dicuekin, dan kenyataanya ortu yg udah ikut seminar dan melek soal pendidikan seks pun paling berapa org yg bertahan untuk mempraktekannya di rumah. Belulm lagi klo diliat jumlahnya, sedikit banget Ta. Karena memang bicara seks pada anak tuh ga gampang, perlu ekstra tenaga dan kejernihan pikiran ceile.

    Sementara klo ngeliat jorjorannya usaha industri porno itu yg menggurita itu ngeri deh (moga-moga someday Tita bisa ngobrol sama bu Elly ya, spy tau spt apa perjuangannya dan pengalaman2 dia dlm memperjuangkan soal pendidikan seks ini ke org atas :-)). Apalagi di desa2 pun udah kena, ini tambah ngeri. Jdnya usaha dr ortu dan sekolah melawan industri raksasa porno ini, kaya kejar2an kereta sama orang naek sepeda gitu loh Ta, ga nyandak :-), padahal anak2 makin banyak korbannya. Jd klo ada usaha UU spt ini kenapa harus kita tolak, meski implementasinya ge jelas, itu tgt usaha masy jg kan, klo kita banyak sosialisakin soal ini, kali akan banyak yg bantu biar implementasinya jelas, lagian kan lebih enak klo semua jln bareng bersama, UU ia, usaha dari rumah ia, sekolah ia, mendesak pemerintah jg iya, usaha dgan segala cara deh pkknya, ya ga:-) Sekarang kita tinggal usahain jg desakan pendidikan seks sejak dini ini, mudah2an someday semuanya bisa maju bareng2. Amin.

    ReplyDelete
  21. wah bukan bidangku teh, nyerah deh klo buku mah hehe

    ReplyDelete
  22. setujuuuu bunda agnes tulisannya mantab
    TFS yaaaa

    *kangen*

    ReplyDelete
  23. makasi dah sharing mba...sayang ga bisa ikutan dengerin ust Hilman kmaren ya
    itu cerita di awal2 ttg anak SD beneran ya mba? astaghfirullah...serem banget ya:((
    aku baru 3 mingguan disini rada shock juga setelah lama ga liat TV..mall2..gempuran materi2 itu udah ga beda jauh ya mba sama di luar negri..apalagi skarang internet tambah gampang diakses.
    jadi..mbesarin anak di indonesia bukan jaminan juga ya?

    ReplyDelete
  24. Terus terang punya anak beranjak remaja, kecemasanku makin memuncak, segala media informasi amat gampang diakses oleh mereka, bagaimana dengan kondisi di Groningen mbak ? Kelihatannya lebih aman atau lebih bikin deg-deg an ?

    ReplyDelete
  25. Subhanallah teh..seandainya ita sepintar teteh dalam memberikan argumen atau alasan kenapa kita setuju dengan RUU pornografi ini. Maka Insya Allah pesan akan sampai..amien. Segelintir para ibu yang kehidupannya berkecukupan..tinggal di menara gading mungkin...dengan lingkungan yang kondusif..mempertanyakan apa perlunya RUU ini di buat. Dan pada akhirnya hanya masalah hak asasi..ngurusin ranah privat...ngerusak kebhinekaan yang terungkap dan makin heboh ketika para selebritis mengiklankan penolakan mereka. Sedih melihat statement mereka entah karena bodoh atau apa..yang di bahas hanya masalah akan banyaknya orang yang make tank top, yang pake koteka dst..yang akan di penjara, tidak masuk di akal...
    Bila kita menengok dengan hati nurani...masihkah kita menolak RUU ini setelah merajalelanya kasus perkosaan, sodomi, free seks...dan kebanyakan anak anak yang menjadi korban dan targetnya. Ataukah bila musibah itu harus terjadi dulu ke kita..baru kita menyadari dan menyesalinya....Nauzubillah...
    sedihhhhhhhhhhh...sedihhhhhhhhh...

    ReplyDelete
  26. kami para ibu mengharapkan..mendoakan..setelah adanya ruu ini para aparat tidak lagi kebingungan mempertanyakan payung hukum bila mau memberantas majalah majalah playboy ...film porno.. yang dijual di lapak lapak, sinetron sinetron gelo yang para pemainnya selalu bilang di televisi "ah..kalau anak saya saya larang menonton sinetron atau film yang saya perankan, dirumah saya melarang anak anak nonton sembarangan..."..mengapa..karena merekatau akibatnya..jadi cukuplah yang rusak itu anak orang..anak sendiri di bentengi...ggrhhhhh...

    ReplyDelete
  27. secara umum aku setuju dengan isi RUU ini apalagi jika dikaitkan dg pendidikan sex seperti yang ditulis sama mbak agnes. Cuma khawatir dengan diberinya wewenang kpd masyarakat utk ikut memberi pembinaan kpd pelaku pornografi. Khawatir kalau "pembinaan" dilakukan dg cara anarkhis seperti yang sering terjadi sekarang ini & membuat masyarakat makin tidak harmonis.

    ReplyDelete
  28. ahh... syereeem... harus mulai lebih giat nih cari info soal sex education... dan tentunya doa ya mbak...gimanapun kita ga bisa ngawasin anak 24 jam...

    ReplyDelete
  29. tx jg komennya Ian :-). Waah asiik ada yg ngangenin hehe. Klo aku kangen Ian, tinggal baca komen2mu di milis sehat hehe.hebat deh dirimu masih istiqomah disana, aku dukung :-) Aku dgn segala pertimbangan emang udah cuma jd pengamat aja di semua milis..eh siapa yg nanya ya hehe

    ReplyDelete
  30. Iya beneran Dian, melongo ya dengernya :( Wah besarin anak di indo emang bukan jaminan koq, inget ga kata bu ely dulu, malah enakan besarin anak di LN, musuhnya jelas :-)

    ReplyDelete
  31. Di Groningen sp sejauh ini lebih aman mba hehe, soalnya TV anak2 jg ada khusus, internet game, anak2 alhamdulillah dr dulu dibatesin dan stl diajak ngobrol alesan2nya, mereka mau denger malah matiin sendiri TV klo udah jamnya abis ato ga ngeklik yg ada tulisan seks dan tutup mata klo liat yg porno2 :-) Mungkin deg2an klo mereka udah beranjak remaja jg ya mba, sebab katanya kan masa sulit kedua setelah terrible two ya :-). Krn itu dr sekarang aku dah suka ngomong ttg soal puber dan apa yg nanti mereka rasakan klo puber, moga2 ntar mrk jd ga kaget dan berbuat ga tll aneh2, duh worried ya emang mba memasuki dunia ABG.

    ReplyDelete
  32. Ya biasanya ngomong dan protes memang lebih gampang ta, tanpa cari tau ujung pangkalnya dulu, aku jg suka gitu hehe ngaku, aplg artis, coba aja diulik lebih jauh ditanya lebih dlm soal UU ini kebanyakan mesti mereka ga baca detil ato ga ngobrol sm ahlinya dulu, lgs reaktif aja. Aku bs ngomong gini jg setelah mendengar pencerahan dr pak Hilman dan trus jd inget lg sm seminarnya bu ely ta :-) Klo kita lg dlm kondisi gelap emang harus diterangin ya ta, klo dlm kondisi gelap tp nekat jalan, ato dikasih lampu tetep ga mau nyalain ya mesti nabrak2 ga jelas, ya kan :-)

    ReplyDelete
  33. amin ta :-) artis emang sok pikasebeuleun nya hehe, makanya dulu aku ga mau jd artis halaaah hihi

    ReplyDelete
  34. iya wit kuatir memang ya :-) cuma itu bagian dr resiko kali ya :-). Dan menurut aku dampak dr anarkis kan keliatan bgt, lebih gampang lah ngatasinya, berdarah2 keliatan, polisi mesti lgs sigap nangkepin. Yg anarkis masuk penjara, dll. Mesti ada, mudah2an ga banyak ato makin berkurang pelan2. Tapi klo anak2 yg doyan gituan tuh ga tampak mata, cuma beberapa aja yg kepergok.klo anak2 yg udah jd korban, mentalnya udah rusak, duh ngeri wit. belom lagi dampak meningkatnya perkosaan, sodomi dll wah. Ya bagaimanapun kita tetep musti milih salah satu setuju ato tidak dgn segala resikonya, ya ga :-) Klo bisa kita ikut berbuat sesuatu biar resiko itu bisa diminimalisir, plg engga membantu mensosialisasikan yg bener deh.

    ReplyDelete
  35. yup setuju, ujung2nya setelah usaha kita emang cm bisa berserah diri ya mba :-) Yg ptg jgn pasrah dulu sebelum usaha hehe

    ReplyDelete
  36. Dalam Ilmu Hayat (Biologi) yang diajarkan di sekolah (SD,SMP, SMU, PT) ada bab reproduksi, baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia. Intinya adalah pertemuan antara bibit sel betina (sel telur) dg. bibit sel jantan (sel spermatozoa), untuk meneruskan generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan sex sejak dini memang penting. Sex, bahasa Indonesianya adalah kelamin. Kelamin, ada jantan/laki2, ada perempuan/wanita. Istilah pendidkan sex, kok sepertinya kata sex kedengarannya mengarah ke porno atau rangsangan kegairahan atau birahi. . Apa lebih baik kalau istilahnya adalah pendidikan reproduksi?.Salam IBArka.

    ReplyDelete
  37. ya allah,, serem banget deh denger critanya. atutt,,,, gimana klw nanti punya anak nih!@#%^

    ReplyDelete
  38. wuiih ketinggalan postingan mba neh...kalo ga baca di milis mah ga tau..hihi
    walah cerita mba mengingatkan aku saat aku ngajar..murid2ku 2 sma bawa kondom dan kutanya buat apa ya jwb nya buat 'main'..atau pas aku denger ada suara aneh 2 anak ce dan co di kamar mandi siswa.(padahal saat itu daku lom nikah..hihi keduluan tah)
    dan miris banget ketika ortunya kami panggil dan ortunya yakin kalo anak2nya di rumah anak yg baek dan maniz dan ga percaya dgn bukti yg ada:(
    artinya si ortu di rumah udah ngasih bekel agama dll pokoknya yg terbaik buat bekal anak..tp bener kata mba serangan raksasa pornografi lebih besar.

    ReplyDelete
  39. mbak ijin ngopy article tuk di share di mail temen kantor ya ...... jazakillah .....

    ReplyDelete
  40. Wit ada tambahan yang bagus nih dari bang Ade Armando soal anarkisme, ternyata memang kekuatiran2 yg timbul sebenernya krn kita ga tau aja detilnya ya, aku jg baru tau nih :-) Semoga bermanfaat :-)

    "Para pengecam menuduh bahwa RUU ini akan membuka peluang bagi tindak
    anarkisme masyarakat, mengingat adanya pasal 21 yang
    berbunyi: "Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan
    terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi."

    Tuduhan ini agak mencari-cari, karena dalam pasal berikutnya, RUU
    menyatakan bahwa "peran serta" masyarakat itu hanya terbatas pada:
    melaporkan pelanggaran UU, menggugat ke pengadilan, melakukan
    sosialisasi peraturan, dan melakukan pembinaan terhadap masyarakat.
    Dengan kata lain, justru RUU ini memberi batasan yang tegas terhadap
    kelompok-kelompok yang senang main hakim sendiri bahwa dalam alam
    demokratis, peran serta itu tak boleh ditafsirkan semena-mena."

    ReplyDelete
  41. Ta, ada tambahan penjelasan nih dr bung Ade Armando yg lebih ahli, aku soalnya bukan ahlinya pan hehe, aku posting disini sekalian siapa tau bermanfaat buat yg lain, krn kebetulan materinya cocok dgn yg menjadi pertanyaan Tita :-)

    " Menurut Ade Armando: Salah satu kekeliruan carapandang :RUU Pornografi tidak perlu, yang diperlukan adalah mendidik masyarakat.

    Para pengecam menganggap bahwa sebuah pornografi tidak diperlukan
    karena untuk mencegah efek negatif pornografi yang lebih penting
    adalah memperkuat kemampuan masyarakat untuk menolak dan menseleksi
    sendiri pornografi. Jadi yang diperlukan adalah pendidikan melek
    media dan bukan Undang-undang.

    Argumen ini lemah karena bahkan para pendukung mekanisme pasar bebas
    pun, lazim mempercayai arti penting aturan. Bila pornografi memang
    dipercaya mengandung muatan yang negatif (misalnya mendorong perilaku
    seks bebas, melecehkan perempuan, mendorong kekerasan seks, dan
    sebagainya), maka negara lazim diberi kewenangan untuk melindungi
    masyarakat dengan antara lain mengeluarkan peraturan perundangan yang
    ketat.

    Di Amerika Serikat, sebagai contoh sebuah negara yang demokratis,
    terdapat aturan yang ketat terhadap pornografi yang dianggap masuk
    dalam kategori cabul (obscene). Di sana pun, masyarakat tak diberi
    kewenangan untuk menentukan sendiri apakah mereka mau atau tidak mau
    menonton film cabul, karena begitu sebuah materi pornografis
    dianggap `cabul', itu akan langsung dianggap melanggar hukum.
    Pendidikan untuk meningkatkan daya kritis masyarakat tetap penting.
    Namun membayangkan itu akan cukup untuk mencegah efek negatif
    pornografi, sementara gencaran rangsangan pornografi berlangsung
    secara bebas di tengah masyarakat, mugnkin adalah harapan
    berlebihan."

    ReplyDelete
  42. Sebetulnya istilah yang lebih tepat adalah pendidikan seksualitas pak :-) Jadi yg diperlukan adalah pendidikan seksualitas sejak dini, cuma sering disingkat pendidikan seks aja. karena itu harus dicicil dri kecil karena menyangkut aspek yang sangat luas. Ini saya kutipkan detilnya dr BKKBN, sengaja saya copy sekalian disini biar saya sendiri gampang klo mo nyontek :-). Tx buat komennya pak :-).

    Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat
    luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Seksualitas dari
    dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin,
    termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal
    organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2006).
    Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
    menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas peran atau jenis
    (BKKBN, 2006).
    Dari dimensi sosial dilihat pada bagaimana seksualitas muncul
    dalam hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam
    membentuk pandangan tentang seksualitas yang akhirnya membentuk
    perilaku seks (BKKBN, 2006).
    Dimensi perilaku menerjemahkan seksualitas menjadi perilaku
    seksual, yaitu perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan atau hasrat
    seksual (BKKBN, 2006).
    Dimensi kultural menunjukan perilaku seks menjadi bagian dari
    budaya yang ada di masyarakat (BKKBN, 2006).

    ReplyDelete
  43. ga perlu jd takut lah say, yg ptg banyakin ilmu biar tau gimana cara nangkalnya sambil banyak2 berdoa tentu aja, ya ga :-)

    ReplyDelete
  44. wah cerita yang menarik nis :-) klo dikumpul2 cerita2 soal ini bisa jd cerpen sendiri hehe. Nah kan itu padahal taun berapa tuh kejadiannya, gimana sekarang coba :(

    ReplyDelete
  45. teh ita mau ngelink atau copy pastenya....

    ReplyDelete
  46. bundaagnes,
    saya gembira dengan gol-nya RUUP menjadi UUP, tapi di saat yang sama miris pada teman2 terutama yang perempuan dan punya anak, tapi malah tidak senang dengan RUUP/UUP ini ... apapun alasannya ...
    :-(

    ReplyDelete
  47. Masalah pornografi dan masalah kekerasan sebenarnya adalah indikator ada yang tidak beres dalam pendidikan anak anak kita. Jika akar permasalahan ini tidak dibetulkan, masalah ini tidak akan pernah selesai.Pendidikan tentang seksualitas mungkin membuka wawasan bagi anak tentang ilmu reproduksi, tapi hal itu belum cukup menjadi benteng jika hati dan jiwa anak belum terdidik. Nes, kalau kamu menganggap ini masalah yang cukup penting, ayo kita diskusi. http://wisewisdamianti.multiply.com/journal/item/12/Membenahi_Pendidikan_Anak

    ReplyDelete
  48. TFS Mbak..
    serem bacanya..
    btw, kajian 'bicara seks pada anak' itu ada makalahnya ga.. minta link-nya kalo ada ya.. (atau kirimin dong ke email) makasiiih..

    ReplyDelete
  49. Pihak yang terkait sudah perlu mengambil tindakan tegas terhadap semua tayangan TV dan posting ke internet yang menjurus ke persoalan Pornografi. Hal ini agar anak-anak kita di usia 'belasan' tidak lagi bisa mendapatkannya. Seingat saya, ketika kita kecil dulu tidak pernah menemukan acara TV yang menjurus. Maklum waktu itu cuman ada TVRI ya. Dan Internet juga masih menggunakan sistem BBS.

    Seiring dengan tugas para pihak-pihak terkait, marilah kita sebagai orang tua, dan juga para pendidik disekolah mulai secara terus menerus tanpa henti menanamkan budi pekerti dan moral yang baik kepada anak-anak. Orang tua, mulailah membudayakan komunikasi sebagai langkah penanaman akhlak kepada anak walau hanya sejam dalam 1 hari. Para pendidik, bidang pelajaran apa saja, sisipkanlah pelajaran budi pekerti kepada murid-murid walau hanya 5 menit. Seperti misalnya ketika sang guru mengajarkan pelajaran berhitung untuk anak kelas 1 SD, luangkan waktu 5 menit untuk bercerita untuk menanamkan moral, namun yang masih berkaitan dengan mata pelajaran berhitung.

    Semoga kita semua bersatu padu menjaga anak-anak kita. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menanamkan budi pekerti kepada anak-anak sejak usia dini? mereka adalah aset terbesar yang kita miliki.

    ReplyDelete
  50. Eh,.... salam kenal buat bunda Agnes. Sukses selalu dengan aktifitasnya dan salam kreatif selalu.

    ReplyDelete
  51. duh, umur segitu aku lagi berlari2 mengejar mimpi deh..

    ReplyDelete
  52. bunda lam kenal dari bekasi.
    Ceritain yg unik2 di belanda yah.

    ReplyDelete
  53. "Dan kini selepas masa balita, aku sering tergagap dengan pertanyaan-pertanyaan mereka. “Bunda, apa ini?” Tanya anakku ketika melihat sebuah kondom. “Itu kondom Sayang.” Buat apa?” Itu alat KB. KB itu apa? Dstnya."

    Jadi pingin ketawa, hihihi

    ReplyDelete
  54. Sepakat Mbak Agnes. btw kumpulan artikel yang dibukukan tentang anak berbakat karya Mbak Agnes dkk bagus loh.^_^

    ReplyDelete
  55. Maaf ya, Jeng, saya numpang menggerutu.

    Saya cuma mau menggerutu bahwa logika dari para pelaku 'pabrikasi + internasionalisasi birahi', maaf, barangkali: birahi enggak ada habisnya. Begitu terpuaskan, reda, berselang waktu, maka hasrat berikut akan timbul kemudian. Logika mereka lebih ekspansif dari penjual makanan kering: rangsanglah publik dengan stimulus 'korosif' yang lebih berbahaya dari sekadar boraks atau vetsin, rutinkan di media-media pop dan agen-agen budaya dangkal macam televisi, lalu petiklah profit maksimal dari industri rekaman, film, fesyen dan kosmetika.

    ReplyDelete
  56. assalamu'alaikum. salam kenal.
    saya tertarik nimbrung buat sharing/diskusi. pendidikan seks penting buat anak banyak yang setuju. tapi format yang bagaimanakah yang tepat, saya rasa bisa berbeda-beda pandangan. saya pernah mengikuti seminar sejenis dg pembicara psikolog faudzil adhim dan dari yang saya baca makalah yg ditulis oleh Zulia Ilmawati Psikolog, Pemerhati Masalah Anak dan Remaja (bisa di-searching) yang dalam hal ini fokus: pedidikan seks anak dr perpekstif islam. sekedar sharing saja.
    saya pernah baca ada ortu yg memberikan pendidikan seks dg cara mandi bareng dan menjelaskan alat reproduksi punya anaknya dan ortu ybs. (maaf bukan maksud vulgar) disampaikan punya adik kecil kalau sudah besar ditunjukkan punya papanya.
    hal ini berbeda dari perpekstif islam yang mengenalkan konsep rasa malu, aurat (laki dan perempuan), menjaga pandangan (sehingga anak sejak kecil dah tau menjaga pandangannya terhadap aurat orang lain termasuk aurat ortu), baligh ( haid dan mimpi basah), membersihkan kemaluan, memisahkan tempat tidur sejak batita dst.
    dan segala informasi diSESUAIkan dengan usia anak.
    jadi dlm pendidikan seks tdk sekedar memberitahu anak apa dan bagaimana ttg seksualitas (yg dimaksudkan agar tidak kebablasan atau menyimpang dlm pertumbuhan dan perkembangannya), tapi dlm pendidikan seks diperlukan keTERPADUan dg pendidikan keimanan.
    karena banyak juga kan yg tau tetap melakukan, mungkin salah satu alasannya "kan, ada kondom" yg populer dipromosikan mencegah penularan penyakit kelamin. atau juga karena tidak punya rasa malu dan tidak takut dosa, biar tau tetap melanggar.
    semoga keluarga kita terjaga dari penyimpangan2 spt itu.

    ReplyDelete
  57. nuju naon teh...kangennnnnnnn luv you...

    ReplyDelete
  58. Baju blog BundaAgnes jadi nambah pinter nih..

    ReplyDelete