Friday, December 22, 2006

Ketika Tirai Menjelma Lentera






Ketika hati bertanya
Dimana, dimana aku

Aku, aku adalah sebuah lentera

Sinarnya menerangi jagat jiwa

Ketika hati bertanya

Dimana, dimana tempat kembalimu

Engkau, aku kamu siapapun itu tak akan pernah tahu

Hingga tabir itu terkuak, terbuka menganga

Aku adalah sebuah pencarian panjang

Hingga maut memisahkan

Aku bukanlah sesuatu yang mudah kau pandang

Ia seperti mutiara di dalam sekam

Ia tak mampu kau buka tanpa kau tertunduk, menggosoknya

Menggalinya, menguak tabir tabirnya satu per-satu


Hingga tabir itu memancarkan lentera

temaram hangat membuai jiwa

Tidak! Tak! Ia tak akan pudar

Ia selalu dan selalu menyala

Memesona mengguncang dunia


Kau tahu betapa semua itu hanya akan membuatmu bisu

Tak mampu berkata-kata

Tak mampu bicara

diam seribu bahasa

Kau, sungguh! Kau tak akan mampu bilang apa-apa

Bibirmu kelu wajahmu pias membiru

Bila kau tahu bagaimana rasanya


Rasa apa?

Rasa ketika tirai menjelma lentera

Kau terpaku, menganga tak percaya

Bahagia itu tak bernama

Bahagia itu nikmatnya tak bisa kau raba


Bila suatu ketika tabir menjelma lentera

Seperti malam mengurai fajar.

Bila masa itu tiba terbuka menganga

seperti cahaya menembus jagat raya

Saat-saat itu akan berbuah juga


Ketika kau berjuang menguaknya

Satu demi satu, berlari berjalan merangkak

Satu demi satu, berpeluh melepuh rapuh

Hingga kerak-kerak itu legamnya tak lagi kelam

Perlahan, seperti angin bertiup tak kencang

Sinarnya merona kemilau menyala

Menghidupkan lentera!

Oh sungguh! tiada asa seindah asa kepada lentera

Oh sungguh! indah itu tak berupa saking luar biasa

Subhanallah! Maha suci Engkau wahai pemilik semesta!


Ingatlah ketika engkau bertanya siapa Tuhanmu

dan kau menjawab," Tuhanku adalah Allah!"

Siapakah dia yang menjawab itu

Aku, ya ,aku sang lentera

Yang dulu menyala dan kini pudar kelam padam


Oh sungguh!..sungguh merugi dia!

Dia siapa? Dia! ya dia!

Dia yang enggan merunduk membuka tabir lama

Tabir itu, kau tahu tabir itu?

Itulah ia yang mengantarkan manusia ke jalan samudra

Jalan-jalan orang yang dimuliakan, disucikan, disempurnakan!

Wahai manusia sungguh tak Kuciptakan bumi dan segala isinya

kecuali hanya dan hanya sebagai bukti perumpaan jagat jiwa.


Manusia oooh manusia, mengapa tak kau buka tabir itu

Sungguh sungguh sungguh! Itu lah jalannya!

Jalan menuju cinta, jalan menuju samudra tak bertepi

Jalan menuju Sang Maha, penguasa jagat jiwa dan semesta


Sungguh bukalah ia wahai jiwa-jiwa!

Sungguh tak ada tempat terindah selain mutiara itu

Mutiara jagat jiwa ketika bersamanya lentera menyala

Hilang hilang sebuah peradaban

Kau tahu mengapa?

Karena tak ada, tak ada! Satu pun tak ada

Satu jiwa yang mau berupaya

Membuka lapisan kerak-keraknya

Hingga kelam menyelimuti jagat jiwa


Oooh tidak! Jangan! Jangan lakukan itu lagi

Cukup. Cukup sudah satu peradaban musnah.

Jangan! Jangan ulangi ia. jangan contoh ia.

Karena sesungguhnya bumi dan semesta bertasbih

Menunggu sebuah peradaban mulia.

Dimana didalamnya lentera-lentera itu menyala

Bagaikan api menembus kelamnya jutaan malam

Sungguh! Pesonanya tiada dua!


Salamun Qoulammirrobbirrhohim

Allahuma sholliala sayyidina Muhammad


Ketika kabut bersahaja


Groningen, 22 Desember 2006








12 comments:

  1. ness...puisinya beraaat ....sampe kudu berkali kali baca nih :D...eh tapi puisinya bagus loh nes...doakan aku juga ya semoga bisa merasakan hangat sinarNya..amiin

    ReplyDelete
  2. iya nih berat
    sampe puyeng sayah
    *dasar mang jago puisi*

    perlu berapa lama seh untuk bisa buat puisi seperti ini? :D

    ReplyDelete
  3. dan aku hanyalah jubah semata.

    thanks for sharing, Nes.

    ReplyDelete
  4. Shubhanallah Nes...
    Tak mampu aku mencerna lentera
    Karena puisimu panjang berbaris kata
    Mulutku hanya bisa menganga.. takjum terpana
    Berapa lamakah puisi ini kau tulis dengan keindahan kata..?
    Cek...cek...cek kau memang hebat....he..he.he..!

    ReplyDelete
  5. Amin. Insya Allah In, semoga kita sampai kepadaNya :-)

    ReplyDelete
  6. Bukan jago mbak, tapi sedang dalam kondisi yang memungkinkan untuk membuatnya. Insya Allah mbak juga bisa :-) Waktunya berapa lama? hmm...tergantung kondisi tersebut hehehe

    ReplyDelete
  7. Dan aku bukanlah apa-apa. Jubah hanyalah mata-mata. Tak bisa berbuat apa-apa. Dan puisi itu hanyalah sebuah tanda, sebuah peringatan bagi sang jubah yang terkadang lupa untuk merunduk dan tak mau lagi menyibak tirai-tirai dalam jagat jiwanya.

    Sama-sama mbak, thanks juga telah menjadi jalan pengingat :-)

    ReplyDelete
  8. Hehehe kehebatan itu milik Allah kak, karena aku hanyalah jubah semata seperti kata mbak eva :-) Tx sudah mampir dan membacanya :-)

    ReplyDelete
  9. puisinya bagus mba...
    tapi harus dibaca berkali-kali baru mudeng..
    thanks for sharing..

    ReplyDelete
  10. Haduuh maafkan aku kalo puisinya bikin puyeng, barangkali cuma aku yang mengerti, ya iyalah karna aku yang buat hehe. Makasih juga karena sudah mau baca ya say :-)

    ReplyDelete
  11. Duh, baguuuuuuuuusnya :-) Mengilahi!
    *sambil melirik puisi2 ku yg jelek, hiks* :-p

    ReplyDelete
  12. baru baca nih mbak, bagus banget, jadi malu dengan puisi sendiri yg asal.... btw pa kabar? wass

    ReplyDelete