Monday, October 22, 2007

Penaklukan arogansi Intelektual

Ada fase baru dalam hidupku kini. Studi suamiku hampir usai sudah. Menjelang pulang sama dengan pembengkakan. Ya, apalagi kalau bukan pembengkakan uang. Belum lagi mimpi-mimpiku masih melambai tak mau terbang. Aku ini doyan jalan. Turki, Maroko, Umroh, duh sungguh sayang kalau tempat-tempat itu dilewatkan. Impianku untuk sekolah lagi pun masih terbayang, tentu saja uang pun dibutuhkan. Ongkos pesawat Amsterdam-Jakarta mahalnya bukan kepalang. Apalagi biaya sekolah.Terlepas akan kemanakah Allah hendak membawa kami menetap nantinya, tetap saja kami harus sejenak pulang. Sejak tiba di negeri ini pertengahan tahun 2004, kami belum pernah sekali pun pulang.

Awalnya aku bimbang. Betulkah aku akan mencari biaya tambahan? Kenapa tidak? Anak-anakku sudah cukup besar. Toh kerja part time disini tak membutuhkan waktu seharian. Aku bisa pilih jam kerja saat anakku sekolah atau setelah suamiku pulang. Dua atau 3 jam saja sehari kan lumayan. Aku pun masih bisa menulis dikala luang. Uang yang kudapat tak seberapa memang, tapi ketimbang sama sekali tak ada tambahan, ya jelas lumayan. Apalagi setahun belakangan aku mendapatkan visa yang memperbolehkan aku bekerja. Berapa banyak TKI ilegal yang datang kemari untuk mencari pekerjaan? Aku sungguh beruntung bukan?

Dalam kepalaku, pertanyaan selanjutnya seperti gasing berputar. Kerja apa? Ijasahku dulu, disini sama sekali tak laku. Paling-paling schoonmaken (tukang bersih-bersih), jadi oppas (jaga anak orang) atau kerja kasar lainnya. "Ah, apapunlah, yang penting ada tambahan," pikirku. Akhirnya aku pun mencoba melamar, jadi opas, jadi schoonmaken, jadi koki, geen problem, aku jadi rajin cari kerjaan.

Kadang aku gamang. Betulkah memilih untuk kerja part time ini sesuai dengan maunya Tuhan? Aku paling takut berjalan diluar 'ijin' Tuhan. Aku lakukan doa-doa panjang agar Allah menentukan jalan. Hingga masanya tiba. Pekerjaan itu dihadirkan di depan mata, begitu mudahnya. Pagi hari aku melamar, sorenya aku langsung diminta datang. Aku memang mengiyakan, tapi jangan heran kalau hatiku sempat kembali goyang. "Apa yang kucari? Uang? Berapa banyak sih yang kudapatkan? Bekerja capek-capek berbulan-bulan lalu habis dibawa pulang? Wadaw, rugi amat! Jungkir balik aku bekerja pun biaya sekolah di luar negeri masih saja tak kan mampu kukejar. Toh tanpa bekerja sebenarnya aku dan keluargaku masih bisa makan, juga masih bisa sedikit jalan-jalan. Lalu buat apa? Tukang bersih-bersih lulusan fakultas kedokteran? Haa? Apa nggak malu?Kemana larinya itu si makhluk yang bernama harga diri?"

Pertanyaan-pertanyaan itu bagaikan tupai berlompat-lompatan. Hmm..harga diri? 'Makhluk' itu memang seperti singa pongah, yang tak pernah mau kompromi dan tak mau kalah. Ingatanku kembali pada masa-masa sulitku, saat aku harus meninggalkan profesiku untuk sementara waktu. Terlalu banyak pelajaran yang sudah kulewatkan. Mengapa ia, sang 'makhluk', harus kembali datang? Apa kata Tuhan kalau aku masih saja tak bisa belajar?

"Go beyond that! Kalau tidak, semua tentu tak ringan," suamiku bilang. Kalau memang ini dari Tuhan, pasti ada pelajaran lain yang hendak Ia sampaikan. Aku lalu terdiam. Kemana kita akan pulang? Apa sesungguhnya maunya Tuhan? Apa sejatinya yang harus kita bawa dikala 'panggilan Tuhan' datang? Profesi? Titel? dokter SpAK? Jabatan? Bukan?! Pertanyaan-pertanyaan klise memang. Tapi semua itu berkelebat dalam ingatan. Tuhan, tolong bukakan hati dan pikiran, agar semua menjadi lapang.

Kemudian, Tuhan seperti mengirimkan SMS panjang. "Kadang intelektual perlu sejenak ditaklukkan. Karena ia, sering tak tahu aturan. Atas nama intelektual manusia kerap jadi arogan. Atas nama intelektual manusia kerap melupakan tugas utama dari Tuhan. Lupa? Bahwa sejatinya manusia lahir kedunia bukan untuk mengejar harta, tahta, atau dokter SpAK. Lupa? Bahwa sesungguhnya  misi utama manusia turun ke bumi adalah untuk mengenal jati dirinya, mengenal Tuhannya.  Bagaimana bisa kenal Tuhan, kalau arogansi  masih merajai hati dan pikiran? Bagaimana bisa tunduk pada Tuhan, kalau ego masih saja diberi 'makan'! Padahal bersama kepahitan kadang Tuhan lebih mudah untuk dikenal. Dalam kerasnya kehidupan, kadang Tuhan seperti merengkuh dalam buaian. Bekerja lah untuk mengenal Tuhan maka segala beban akan menjadi seperti kapas terbang, ringan!"

Dan seperti daun-daun musim gugur yang sukacita beterbangan, sore itu aku melangkah dengan riang. Aku memasuki sebuah rumah sakit besar, rumah sakit impian bagi para calon dokter-dokter tenar. Impianku tiba-tiba melayang. Andai aku berada disini, dengan jas putih kebesaran, tentu aku akan melambung ke awan. Ah pikiran, jangan kau kelabui aku. Aku tahu lagi-lagi kau hanya menyuruhku berangan-angan agar aku tak bisa mengenal Tuhan bukan? Pstt...dengar, namaku dipanggil. Aku ditempatkan di poliklinik anak-anak! Hmm...bukankah tempat ini yang dulu kuidamkan? Mengapa semua serba kebetulan?

"Apa nggak ada orang lain lagi?" tanya seorang perempuan Belanda menyipitkan matanya. "Ya, cari saja yang lain dalam daftar itu." Stephanie, mandor cantik berdandan seronok bak Birtney Spears, yang berdiri di sebelahku menyodorkan kertas miliknya. Hmm...rupanya perempuan Belanda itu tak ingin bekerja bersamaku. "Karena kerudungku? karena badanku kecil, tak bisa diandalkan?" batinku. Ah sudahlah...mengapa langkah riangku ke tempat ini harus terhenti hanya gara-gara omongan perempuan itu. Merasa dilecehkan? Terlupa lagi bahwa Tuhan kadang lebih mudah dikenali dalam kepahitan? Ingat! Semua akan ringan kalau si ego tak diberi 'makan'. Aku bekerja bukan untuk si mevrouw (nyonya). Aku bekerja untuk Tuhan!

Langkahku kembali riang. Aku mendorong gerobak besar berisi alat-alat kebersihan, plastik sampah dan beberapa ember lengkap dengan lap masing-masing. Aku mencoba mengingat-ingat pesan si 'Birthney'. Lap merah untuk toilet, lap biru untuk wastafel dan lap hijau untuk meja, kursi serta peralatan kantor. "Jangan lupa, kalau ada tumpahan kopi kamu harus mengepelnya dengan kain yang basah. Kamu juga harus membuang semua kotak sampah dan mengganti plastiknya dengan yang baru. Gagang telepon, meja, kursi jangan lupa dilap ya. Begitu juga dengan toilet. Bersihkan tutup atasnya, juga bagian bawah." Dengan sepatu hak tingginya, si 'Birthney'  berkeliling menjelaskan ini itu padaku.

Aku mulai menggosok wastafel, melap cermin, meja, kursi, gagang telepon, membuang sampah, menyapu lantai, mengganti tissue yang habis dari satu ruang ke ruang lain, termasuk ruang toilet. Setengah jam kemudian Stephanie mengontrol."Agnes, kamu harus lebih cepat, masih banyak ruangan yang harus kamu bersihkan!" Glek! Aku melirik jam tanganku. Sedikit panik, karena waktuku hanya tersisa satu jam, sementara belasan ruangan belum aku bersihkan, termasuk ruang tunggu pasien yang luasnya bukan alang kepalang.

Sebetulnya aku hanya harus membersihkan tempat yang sudah bersih. Harus sekinclong apa cermin itu sehingga aku harus menggosoknya lagi? Tapi semua itu tugasku. Tapi waktu pun memburuku. Ini performence pertamaku. Apa jadinya kalau pekerjaanku tak selesai. Lalu aku segera berlari, gosok sana-gosok sini, buang sampah ini, buang sampah itu. Aku berpikir cepat.Tempat-tempat yang sudah sangat bersih tak kusentuh lagi. Keringatku bercucuran. Tanganku mendadak pegal-pegal. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul delapan malam. Phfuih...akhirnya!

Cukup melelahkan. Tapi aku bersepeda pulang dengan riang. Rasanya hatiku melayang, ringan. Rumah sakit tempatku bekerja itu memang tak akan membawaku menjadi dokter terkenal. Bagaimana mungkin wong aku cuma bekerja di bagian kebersihan. Tapi ditempat itulah aku merasa semakin mengenal Tuhan. Saat ego kutundukkan, saat kepongahan intelektual tak kubiarkan merajalela dalam diriku, tiba-tiba saja aku bisa bekerja dengan cekatan tanpa beban. Bukankah segala yang membuat hati tentram berasal dari Tuhan? Bukankah hatiku semakin bisa merasakan rahimnya Allah, Arrahman-nya Allah, maha Kuatnya Allah, dan sifat-sifat Allah lainnya? Munculnya rasa-rasa yang tak terkatakan ini, tak terbilang dengan uang. Sungguh, pelajaran emas ini, tak akan kudapatkan di fakultas kedokteran paling bergengsi sekalipun. Kini aku paham, fase baru dalam hidupku ini rupanya  membawaku pada satu pesan: kadang arogansi intelektual memang perlu ditaklukkan agar kita bisa semakin mengenal Tuhan!












60 comments:

  1. huaa seru mbaa ceritanya..
    ko di ceritain kalo mba juga pernah jd yuff jaga anak2 makan..duuh lupa tah dan nrima pesenan kue2...
    duuh kebayang liat mba bawa dorongan alat-alat kebersihan :(...nu pentingna dengan izin allah smoga bisa jalan2 ke turki..hidup jalan2!!!!...sukses ya mbaa

    ReplyDelete
  2. intelektual mesti ditaklukkan, yak betul Nes, pengalaman membuat bathin kehidupan kita kaya

    ReplyDelete
  3. Betul, banyak lho warga kita yang masuk dan bertahan illegal di negara lain demi cari hidup. Di AS, persentasenya sangat tinggi; beberapa dikejar-kejar petugas imigrasi, selalu khawatir..... Kalau kebetulan legal, mengapa tidak kan Mbak, asal halal....salam....

    ReplyDelete
  4. I'm proud of you, honey.
    Whenever we go beyond what our eyes can see and our mind can think, we will see the True reality.

    ReplyDelete
  5. gerimis membaca diary mu ini teh...ditambah supportnya si akang. Subhanallah....makin kaya lah perjalanan bathin mu teh...Insya Allah ....Allah akan memudahkan urusanmu...melapangkan jiwa mu..selapang ruangan yang tengah kau coba bersihkan kini... bahkan lebih. Saat ita lulus kuliah dipikiran kerja..cari uang buat makan karena mamah sudah tidak bisa kirim lagi. tukang nyuci..jaga bayi..dll sempat ku lakoni. Hanya motivasi kita beda ya teh...akumah karena keadaan...tetehma lebih mulia lagi..menaklukkan arogansi intelektual tadi..he..he..Insya Allah tingkatannya lewih tinggi teteh. I Love you teh...SALUTTTTTTTTTT

    ReplyDelete
  6. ma kasih byk mbak, mencerahkan sekali buat aku
    selama ini aku sering merasa bahwa pekerjaan yg aku jalani skg tidak cocok utk-ku, tdk ada tantangan, tdk membuat aku jd semakin pintar, tdk ada hubungannya sama sekali dg pendidikanku...
    baca tulisan mbak agnes benar2 membuka mata-ku. thx ya

    ReplyDelete
  7. setuju Mbak...kepuasan manusia itu memang tak terbatas, makanya kita harus tahu diri, thanks for sharing..........

    ReplyDelete
  8. bunda agnes, coba hijrah ke jepang atuh,.. ngelamar sekolah, banyak lho sekarang para dokter muda ina lanjut sekolah di jepang salah satu anggota pengajian bersama suamiku dokter juga ambil spesialis kandungan di sini. klau mau nanti saya tanya emailnya sama suami. Bioteknologi kedokteran miosalnya kan berkembang juga? kalau ambil S2, ada juga yg gitu jalurnya..

    so salut berat deh dengan aktivitasnya, saya pernah takj teruji dengan kerja kasar di jepang ketika saya harus mencari kerja dalam waktu singkat agar anak tetap bisa sekolah, namun akhirnya ada jalan lain. Pertama saya campakan semua ego, tapi sejenak berfikir akankah ijazah Ph.D buat kerja beginian, saya pun mulai semangat untuk menemukan kerja yang sesuai......

    ReplyDelete
  9. saluttt... dengan mbak Agnes. semoga ini semua ada hikmahnya, insya Allah.

    Oh ya, saya ada teman di Fra mbak, dia dokter spesialis anak. dia ke jerman ikut suaminya yg juga dokter di sebuah rumah sakit di Fra. denger2 waktu itu dia jg nyambung sekolah lg. cuman aja denger2 dia hrs ngulang beberapa pelajaran anak s1 dan spnya gak diakui. tp ya dia lakonin aja, yg penting setidaknya nantinya dia bisa kerja ato praktek. Klo di Belanda lanjut lagi gimana mbak, setidaknya biar dapat izin kerja atau izin praktek? Maaf lho kalau tidak berkenan...

    ReplyDelete
  10. Wah, hebat Nes :) Semoga bisa menemukan hikmah di mana saja ya...

    ReplyDelete
  11. Kerja kalau dari hati, apapun bentuknya serasa damai. Nggak perduli mau bertitel apa kek, kalau pekerjaan yg paling sederhana bis amembuat kita bahagia dan puas, enaknya dijalani dgn hati terbuka. Good luck Agnes!

    ReplyDelete
  12. Bekerja punya arti...bekerja. Selamat bekerja, Mbak sayang. Tapi hati-hati ya, Mbak, jaga kesehatan :-)

    ReplyDelete
  13. mama: thanks mbak atas ceritanya yang menggugah hatiku. membuat aku makin merasa perlu bersyukur(hmm, kalau dituruti, ada aja nggak puasanya sama kerjaan yg dilakuin sekarang...). Good luck ya mbak...

    ReplyDelete
  14. Mbak Agnes, aku kok menitikkan air mata ya baca ini....
    I thank to God that you have shared us this. God bless you!

    ReplyDelete
  15. Nes, terharu bacanya..sungguh suatu perjuangan yang mengagumkan, semoga dinda menemukan apa yang diinginkan sukses ya...

    ReplyDelete
  16. Waduh Nes.. hebat deh.. dan kamu termasuk orang yang beruntung dengan cepat mendapat hikmahnya... ntar Lala n Aik pasti akan sangat bangga dengan orang tuanya... hebatlah....

    ReplyDelete
  17. Subhanallah...... hebat nya teh Agnes..... :D
    aagh hidup di negri yang mulai dingin ini rasanya hangat ditemani cerita pengalaman hidup teteh, nuhun pisan
    mohon maaf lahir dan batin

    ReplyDelete
  18. Mbak....seandainya mbak Agnes besok sungguh menjadi SpAK.. (dan pasti someday itu terjadi, i'm sure), pasti pengalaman ini membuat mbak Agnes lebih berpihak pada yang lemah. Seperti anak-anak yang orang tuanya tidak mampu menyentuh akses untuk menunjang pertumbuhan perkembangan anaknya. Bravo....

    ReplyDelete
  19. subhanallaah Agnes.....asli terharu bacanya....! Dan asli teh Lin'k mah yakin ga akan bisa sehumble Agnes klo Teh Lin'k harus kerja seperti itu. Masih sulit super duper teh Lintang mah menaklukan si arogansi intelektual ini teh (kawas nu abdi teh nyaan wee pinter....berani2nya arogan...hiks...!komo sholeh mah..jauuuh....:((). Nuhun ya say untuk pelajaran yg luar biasa berharganya ini....*peluukk* (jadi teringat teh Iffah-another humble person that i know and whom i look up to-yg pernah kerja schoonmaken juga). Bismillaah, semoga Agnes terus istiqomah dan Allah akan selalu memudahkan dan melancarkan semua urusan Agnes sekeluarga, aamiin, aamiin, aamiin.
    Udah, seriusna udahan, sekarang mo bisik2: "Psst...setelah ini mo hijrah ke mana lagi Nes.....?Babarengan yuuuk...."...hehehe....

    ReplyDelete
  20. hebat mbak, tfs pengalamannya memberikan hikmah yg dalam buatku, aku sekarang mau coba menaklukan arogansi intelektualitas, smoga mbak agnes dan kel diberikan jalan terbaik dari Allah SWT

    ReplyDelete
  21. hehe bener nis hidup turki! :-) Ari juf overblijv n jualan kue mah gaya keneh nis, klo ini mah asa kumaha kitu tah awalna. Tapi ayeuna mah enjoy, asik juga ternyata :-)

    ReplyDelete
  22. Aduh mba dina jgn gitu ah, kayanya klo mba dina di posisi aku pasti melakukan hal yg sama jg deh :-) Apa kabar mba, kangen deh :-)

    ReplyDelete
  23. Iya bener banget mba, ga tergantikan dengan uang ya mba :-)

    ReplyDelete
  24. betul pa agus yg ptg halal ya :-) Seru jg ya di amrik, tx ceritanya pak :-)

    ReplyDelete
  25. Ah dear, tanpamu, aku ga akan bisa. Luv u :-)

    ReplyDelete
  26. Aduuh ita sayang, ga ada lah yang tingkatannya lebih tinggi dan mulia, dimata Allah mah pasti sama. Justru kalo ga ada pilihan lain tapi masih bisa ikhlas dan bersyukur jempol pisan pasti dari Allah :-) nah aku mah masih bisa memilih, cetek eta mah meureun ceuk Allah teh nya :-). Luv u ta nuhun nyaa :-)

    ReplyDelete
  27. Wah moso iyo tho wit, aku baru tau, alhamdulillah klo ada manfaatnya wit. Tx jg dah sharing kerjaannya wiwit ya. Sun buat vari jg ibunya :-)

    ReplyDelete
  28. hehe makasi mba sarannya, tp kayanya aku ga minat ke jepang deh mba, aku dah menikmati sekali hidup gaya eropa yg 'nyantai', kayanya klo ke jepang bakal sutres hehe, tp sebenernya aku minatnya ngikut suami aja mba, rumahku adalah dimana suamiku berada mba :-). Mudah2an nanti di tempat suamiku kerja aku bisa gantian sekolah, aku yakin hidup pasti ada fasenya masing2. Aku cuma harus sabar aja kali ya mba :-)

    Btw, mba bukannya tak teruji saat itu mba menurutku, tapi emang cuma dikasi kesempatan ngrasain sejenak kali mba sama Allah, buktinya sama Allah lgs dpt kerjaan yg lebih pas, ya ga mba :-). Tx dah berbagi critanya ya mba :-)

    ReplyDelete
  29. Mba inci klo aku akan menetap terus disini, pasti aku akan melakukan hal yg sama dengan teman mba. Tapi masalahnya, kami ga berniat menetap lama disini, bagaimanapun kami cinta endonesia dan akan pulang hehe. Klo disini mau lanjut jd dokter, ijasah dari indo, kepake sih, tp kudu ngulang dari tahun kedua, glek ga sih mba hehe . Itu sih sama aja kaya jd anak kuliahan lagi semester 3 alias kudu kuliah 5 thn lagi untuk bisa diakui jd dokter disini. Jd klo cuma untuk tinggal sementara, belum lulus dah keburu balik di indo dah mba hehe. Syaratnya kayanya sama ya sama di jerman, jd klo disini musti lulus ujian negara bahasa belanda namanya NT2, habis itu baru boleh kuliah. Tapi ya itu, kita musti ngulang dari semester 3. Kasian ya lulusan Indo ga diaku :(.

    ReplyDelete
  30. wah ya ngga hebat lah mba, cuma bakat aja, bakating ku butuh hehe. Iya mba memang hikmah itu sebenernya ada dimana2 ya :-)

    ReplyDelete
  31. whoa pasti pengalaman pribadi nih ya mba dian :-) Makasi ya mba :-)

    ReplyDelete
  32. Makasi ya cha :-) Btw, teriring doa buat gaga, keep kontak yaa :-)

    ReplyDelete
  33. Sama-sama mba, alhamdulillah klo ada manfaatnya, ini jg ditulis biar ngingetin aku terus untuk slalu bersyukur mba. good luck jg yaa :-)

    ReplyDelete
  34. Aduh mba, ga pantes rasanya aku dikasih jempol :-), aku yakin klo mba dlm posisi aku jg pasti melakukan hal yang sama :-)

    ReplyDelete
  35. Aduh kak, ga mengagumkan lah, aku yakin org lain banyak yg melakukan jauuh lebih berat dari aku, cuma bedanya mereka ga ditulis aja hehe

    ReplyDelete
  36. Ga hebat lah sin wong ini krn sikon yg memang mengharuskan begini aja hehe. Pasti anak-anak shinta jg bangga lho punya orantua kaya shinta :-)

    ReplyDelete
  37. Aduuh chan, koq daku dibilang hebat sih, ga aah aku ga kaya gitu lho, yg hebat mah Allah, bikin skenario kaya gitu hehe. Tapi syukur atuh ari bisa menghangatkan mah :-) Maaf lahir batin jg ya say :-)

    ReplyDelete
  38. Amin mba :-) Aku jg yakin koq mba, aku cuma harus disuruh bersabar, hidup pasti ada fase2nya, ya kan mba :-). Btw, jd sekarang udah apal ya lap merah untuk apa xixixi :-)

    ReplyDelete
  39. Aduh aduh teteh sayaang, engga ah aku ga sehumble itu ah..teteh jg pasti klo dalam kondisi aku melakukan hal yang sama deh. Ih teteh mah sakitu sholehah na bilang bilang jauh dari sholeh, tuh teteh nu humble pisaan ato teteh merendahkan diri meninggikan mutu nih hahaha, sori teh kidding :-). Pkkna mah, teteh sholehah pisan titik. lho koq maksa ya daku hehe. Iyaa aku tau teh iffah teh, wah teh iffah mah lebih berat teh kerjanya, aku mah ga sekuat teh iffah. Teh nuhun pisannya piduana *peluk* jg teh, duh jd terharu deh punya teteh kaya teh lintang.

    Bisik-bisikna:"Pstt....aku jg mau pisaaan babarengan sama teteh, aduuh kabayang meureun seseurian wae jeung ngarumpi wae ari babarengan jeung teteh mah hihi. Tapi na teh daku teh masih cinta eropa euy, jd pgnnya mah english speaking country ke tetangga sebelah yg ga jauh tuh. Doakeun nya teh, menanti tempat hijrah baru teh deg2an oge nya teh hehe.

    ReplyDelete
  40. Amin. makasih banyak ya mba doanya :-) Aku doakan jg smoga mba dpt yg terbaik jg :-)

    ReplyDelete
  41. mba Agnes, salut dan sekaligus bangga sama mba Agnes. Semoga mas Ismail setelah lulus PhD-nya bisa dapet kerja di Belanda atau di Inggris deh. Kalau di Inggris mah masih deket, jadi kalau teguh mau nengok kan masih bisa. Kalau di Indo, waah, jauuuuh. Semoga aja terkabul ya mba.

    Semangat dengan kerja schoonmaken-nya!

    ReplyDelete
  42. hebat dan salut banget, Mba!! ini pengalaman hidup yang tak ternilai banget, dan seperti yang tersirat dari tulisannya, banyak sekali nilai hidup yang didapat, yang gak bisa dibeli dengan uang. bangga sekali bisa kenal ama Mba Agnes!

    ReplyDelete
  43. You're a thousand times better doctor than me mbak...dina yakin dina ga akan pernah mampu menjalani seperti apa yang udah mbak jalani...memang ga mudah yah mbak jadi dokter di negeri orang...sampai sekarangpun dina masih persamaan ini-itu supaya bisa diakui dokter di denmark...rasanya kalo ngebaca pengalaman mbak,jadi malu untuk mengeluh...I'm very proud of you...!

    ReplyDelete
  44. Tx ya teguh, bantu doa ya :-) Iya nih aku masih semangat kerja, ternyata bikin badan sehat juga guh, klo dirumah pan olahraga jarang, jd seneng deh, duit dapet,sehat dapet hehehe

    ReplyDelete
  45. wah cyn ga hebat lho ini, cuma bakat, bakating kubutuh tea hehe. Aku juga bangga lho kenal sama cyntia :-)

    ReplyDelete
  46. teh kunaon jadi kangen, pengen meluk ya hehe geer deh daku :-) Iya teeh kangeen, pkknya ntar klo pulang kita ketemuan yaa :-)

    ReplyDelete
  47. Aduduh dina sayang, ya ngga gitu lah say :-) ga ada better-better-an disini, tp emang tiap orang dikasi jalan masing2 sama Allah kali ya din. Kalo dina jadi aku, mungkin dina jg akan ambil keputusan yg sama koq :-). Oh dina lagi persamaan ya, Klo aku dari awal emang ga niat persamaan, krn kansnya kecil banget, kebanyakan sih ngulang, aplg buat yg kerudungan, hmm bagaimanapun liberalnya belanda tp tetep aja rasisnya mah ada. Moga2 di denmark ga gitu ya, Lagian aku kepentok ma biaya jg sih, mahal banget. Pokoknya teriring doa dariku semoga dina sukses dgn persamaannya ya :-)

    ReplyDelete
  48. atuda asa wararaaas.... kabayang, aduh...adik teteh teh meni tambah solehah...! Iya pasti harus ketamuan nya biar teteh bisa meluk....

    ReplyDelete
  49. "CIA YOOOOO!!!! AGNESSS!!! Semangaat yaaah.Saluut Nes,sampai berembun mata Nisa bacanya.
    Yang seperti ini nanti kita ngenangnya dengan senyuman ,percaya deh ama Nisa "

    ReplyDelete
  50. Nuhun pisan nya niz :-) Aku percaya banget ama nisa, sekarang aja banyak hal2 kecil yg sudah bisa dikenang dan bikin senyum :-)

    ReplyDelete
  51. Nes....aku masih heran sampe sekarang.....sejak kapan dirimu bisa nulis seindah itu? qiqiqi....jadi selama ini aku kurang perhatian....big hugs.... (kayak teletubbies)

    ReplyDelete
  52. Jeng Agnes yang ber-intelligentie tinggi. Jeng, sekali lagi, Uwak sedikit hendak mem-berikan ervaringen/pengalaman-pengalaman selama hidup Uwak di negeri Belanda. Modal yang Uwak pergunakan, sewaktu Uwak meninggalkan ibukota Surabaya, adalah selalu dengan kata-kata AQLAK, AQLAK, AQLAK, èn sekali lagi ber-AQLAK tinggi; Yang artinnya: A= Agama; Q= al Qitab; L= Luhur hati; A= Activiteiten yang berguna bagi masyarakat baik di Indonesië, maupun dinegeri Belanda; K= Kebudayaan secara ke-Timuran harus kita pegang teguh. Vergeet niet onze achtergrond; de goede omgeving en education yang baik, yang telah kita diperoleh dari tanah kelahiran kita. Jeng Agnes harus sabar èn bangga terhadap Mas Ismail. Kalau Uwak mempelajari en meng-analisa-i tentang kepribadian Mas Ismail tak bisa diukur dengan Uwang/onbetaalbaar!
    Jeng Agnes, Uwak pernah juga mengalami pekerjaan, yang sama seperti apa yang telah dikerjakan oleh Jeng Agnes. Beroep: Schoonmaakster di Hotel, lebih berat en parah lagi tugas Uwak daripada Jeng Agnes. Cuci-cuci piring/panci yang besar en berat, dapur harus dibersihkan/schrobben, buang afval-zakken ke container de WC-schoonmaken, ect. seminggu sekali dapat giliran untuk membersihkan de kamers, de sauna plus de afwassen. Op feestdagen: Pinksterfeest: Kerstfeest en trouwerijen, aduh pekerjaaan tsb sangat berat, veel, en in de avond (Jam 17.00-24.00)! Belum lagi dapat caci maki dari de Baas, belum lagi teman-teman kerja yang mengiri/sirik dan menyerobot extra jam-jam kerja, tetapi Uwak tetap tersenyum menghadapi coba'an dari Alloh! Kita maklumilah mereka!!! Uwak membutuhkan kerja'an yang halal en uwang tsb tidak haram, demi/untuk memenuhi ke-hidup-an sehari-hari dengan ke-sopan-an dimata masyarakat!
    Uwak selalu bersyukur kepada Alloh SWT, atas perlindungan-Nya en cara mem-
    bagikan Rezeki kepada Umat-Nya. Jeng Agnes perkerjaan tsb tidak hina, malah memperkuatkan ke Imanan kita. Janganlah mempunyai perasaan, bahwasanya tugas sebagi Pembersih, menjatuhkan:"Harga-diri" kita. Jeng Agnes harus bangga terhadap pemberian Alloh SWT, niscaya dikemudian hari, mejadi seorang ibu teladan bagi masyarakat dimana Mas Ismail en Jeng Agnes hendak bertempat tinggal. Amin!

    ReplyDelete
  53. petualangan yang cantik! bukan pada 'apa' tapi pada 'bagaimana' menjalani petualangan itu ... :-) diri kita adalah gunung yang tinggi, terjal, dan curam. hanya orang yang selalu mendekat pada Allah sajalah yang akan mampu melaluinya. saya yakin, mbak agnes salah satunya. selamat & tfs :-)

    ReplyDelete